Heppot

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

Ilustrasi

Ilustrasi

JUDUL tulisan di atas merupakan plesetan dari kata heboh. Plesetan ini sudah sangat akrab bagi masyarakat Medan dan sekitarnya. Kata heboh diplesetkan menjadi heppot bukannya tidak punya alasan. Bahkan kata-kata heppot tidak diucapkan kepada semua kegiatan yang membutuhkan kehebohan. Singkatnya, heppot adalah heboh yang tidak punya juntrungan atau heboh yang sia-sia atau heboh yang dibuat-buat supaya kelihatan heboh padahal tidak.

Demikian tampaknya di negeri kita tercinta yang baru saja menyatakan janji Pancasila Harga Mati. Dilihat dari sisi manapun, negeri kita saat ini atau akhir-akhir ini tampaknya sangat heppot. Dari sudut pandang politik, wow, heppotnya bukan main. Sisi hukum? Apalagi, bahkan teramat riuh. Sisi ekonomi, juga tidak kalah heppotnya.

Suhu politik bagaikan air panas yang terus berada di atas tungku dan tak henti-hentinya mendidih. Demikian halnya dengan kondisi hukum, khususnya tindak pidana korupsi. Tindakan yang menjijikkan yang katanya musuh semua umat ini, tampaknya belum berakhir, bak kata pepatah “patah satu, tumbuh seribu”.

Pelaku korupsi yang satu belum tuntas ditangani, sudah muncul lagi pelaku korupsi yang baru. Bahkan ada beberapa pelaku korupsi yang melarikan diri ke luar negeri dengan alasan berobat. Nah, di sinilah kelihatannya para pemangku kepentingan heppot luar biasa.

Dikatakan heppot karena adalah aneh bin ajaib jika seorang warga negara Indonesia yang sudah dinyatakan terlibat tindak pidana korupsi, penanganan kasusnya tidak bisa berjalan lancar hanya karena yang bersangkutan tidak berada di Indonesia. Apa susahnya mengembalikan warga negara Indonesia yang sedang berada di luar negeri, apalagi seseorang itu sedang tersangkut masalah hukum di Indonesia.

Tampaknya, dengan hanya mengandalkan pernyataan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan dirinya berada di garis depan untuk urusan pemberantasan korupsi, siapa pun dia yang melarikan diri ke luar negeri, tanpa pandang bulu, pasti gampang ditangkap. Pertanyaannya, kenapa kepada Nazaruddin, (mantan bendahara Partai Demokrat) hal itu tidak dilakukan?

Para pihak yang berkepentingan terlihat heppot hanya untuk membahas pemanggilan pelaku korupsi itu dari luar negeri ke Indonesia. Bahkan ada yang aneh, keberadaan Nunun, salah seorang tersangka pelaku korupsi, katanya, sekali lagi katanya, tidak tahu di negara mana dia berada.

Sebagai orang bodoh saja, suami atau anak atau cucu Nunun yang masih ada di Jakarta saja ditanya, pasti mereka tahu di mana sang istri berada. Kalau pun dijawab tidak tahu, itu pasti bohong.

Demikianlah suasana heppot tadi. Namun dipandang dari sudut kebudayaan dan budi pekerti, teramat sepi bahkan sepertinya tidak tersentuh. Budaya luhur yang berbudi pekerti serta ciri utama bangsa Indonesia yang sopan dan santun penuh keramahan yang beretika itu, terkesan semakin terpinggirkan, sepi! Yang heppot hanyalah pencitraan di bidang politik dan hukum. ***

CATEGORIES
TAGS