Hilirisasi Industri, Komitkah Pemerintah?

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

PADA Kabinet Indonesia Bersatu kedua (tahun 2009-2014) pembangunan sektor industri diarahkan menuju hilirisasi industri. Politik industri yang seperti ini platformnya memberikan suatu arah bahwa kebijakan industri yang dicanangkan pemerintah dimaksudkan agar proses pelipatgandaan nilai tambah di dalam negeri secara optimal dapat diciptakan melalui hilirisasi industri.

Alasannya cukup dapat diterima dan masuk akal. Pertama, hilirisasi industri adalah merupakan strategi yang tepat untuk negara-negara yang mempunyai sumber daya alam, sumber mineral dan sumber energi yang berlimpah dan dapat menggunakan bahan-bahan yang dihasilkan oleh sektor ini sebagai input bagi proses industrialisasi selanjutnya,yang dalam kamus kebijakan pemerintah sekarang disebut sebagai kebijakan hilirisasi industri.

Kedua, secara struktural, output produksi yang dihasilkan oleh industri-industri dasar yang mengolah sumber daya mineral dan sejenisnya tidak akan berfungsi dengan efektif, kecuali bila industri hilirnya dapat tumbuh dan berkembang yang memerlukan output dari industri dasar.

Progam hilirisasi industri secara substansial menumbuhkembangkannya bukan perkara mudah. Pertama, secara material, negeri ini harus memiliki industri dasar yang kuat sebagai industri pendukung yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku/penolong atau barang setengah jadi atau yang menghasilkan energi bagi keperluan industri.

Dengan demikian, hilirisasi perlu didukung oleh adanya industri dasar yang efisien. Apalagi politik hilirisasasi industri yang diarahkan menghendaki tercapainyai tujuan strategis, antara lain mengurangi ketergantungan impor dan penguatan struktur industri. Kedua, secara idial berarti progam hilirisasi industri hanya akan terwujud dalam jangka panjang bilamana pemerintah dapat mengembangkan kebijakannya dalam dua area besar, yaitu kebijakan pengembangan industri dasar sebagai industri pendukung dan kebijakan industri hilirnya sendiri.

Catatan kritisnya yang perlu diingat adalah bahwa industri-industri dasar yang tumbuh harus bisa beroperasi pada skala produksi yang optimal. Artinya bila kebutuhan di dalam negerinya sudah terpenuhi, maka sebagian dari ekses produksinya harus diperbolehkan untuk di ekspor. Kalau tidak, industri dasar yang dibangun akan mengalami idle capacity dan berarti membiarkan industrinya tidak dapat bekerja pada skala produksi yang optimum.

Akibatnya industri hilirnya harus membayar relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan menggunakan bahan dan barang impor. Inilah peluang dan tantangan yang menghadang dalam melaksanakan kebijakan hilirisasi industri di Indonesia. Peluangnya sangat terbuka bagi Indonesia untuk menjadikan pusat produksi yang integrated dari hulu ke hilir karena secara geo ekonomi posisinya diuntungkan.

Tantangannya juga sangat berat karena iklim persaingan dalam dunia industri semakin tajam. Penerapan kebijakan yang bersifat protektif sudah diharamkan karena terikat dengan berbagai kebijakan FTA di kawasan maupun global. Indonesia sampai saat ini belum berhasil mengembangkan sistem rantai nilai kebijakan yang efektif dan efisien. Padahal hal ini sangat dibutuhkan.Yang terjadi selama ini adalah fragmentasi kebijakan dan ini terjadi akibat sistem regulasi nasional yang dari awal memang telah diformat berdasarkan pendekatan sektoral, bukan lintas sektoral.

Artinya terjadi disharmonisasi kebijakan dan regulasi di tingkat nasional maupun daerah. Hilirasi industri tidak mudah dilahirkan dengan kondisi yang sangat fragmentatif pada tataran kebijakan dan regulasi. Kalaupun jalan, biayanya terlalu mahal sehingga industri yang berhasil tumbuh tidak efisien akibatnya daya saing internasionalnya menjadi rendah bila dibandingkan dengan industri sejenis dari negara lain.

Kunci sukses yang paling pokok dalam mengembangkan hilirisasi industri adalah terletak pada adanya harmonisasi kebijakan di sektor pertanian dalam arti luas, pertambangan dan bahan galian dengan industri pengolahan migas dan non migas. Kebijakan tidak bisa dikapling-kapling berdasarkan alasan kewenangan administrasi yang melekat pada tiap kementrian.

Sebagai kesimpulan dapat diberikan sebuah catatan bahwa hilirisasi industri adalah penting dan strategis bagi Indonesia, tetapi butuh komitmen besar dari para pemangku kepentingan di dalam negeri untuk mewujudkannya. Semoga dengan akan lahirnya UU Perindustrian yang baru sebagai pengganti UU yang lama nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian, dapat menjadi energi positif karena memiliki landasan hukum yang kuat bagi pelaksanaan kebijakan hilirisasi industri di masa yang akan datang. ***

CATEGORIES

COMMENTS