Indonesia Butuh Restrukturisasi Kebijakan

Loading

 

Oleh: Fauzi Aziz

 

DAYA tahan dan kebangkitan ekonomi Indonesia dapat dilakukan bila dua syarat dipenuhi. Pertama, restruktu risasi kebijakan. Kedua, harmonisasi regulasi sebagai resolusi di bidang ekonomi tahun 2017.

Kedua isu penting ini diangkat sebagai hasil kristalisasi pandangan umum yang masih banyak dikeluhkan dunia usaha yang disampaikan dalam berbagai forum dan media.

Resolusi ini masuk akal. Pemerintah dan parlemen harus meresponnya sebab target pertumbuhan ekonomi dan sektor pendukungnya seperti manufaktur yang saat ini dikhawatirkan de-industrialisasi,  banyak pihak berharap perlunya re-industrialisasi.

Satu hal yang paling menonjol dari banyak masalah yang dihadapi dan perlu segera diatasi pemerintah adalah di wilayah kebijakan dan regulasi karena disitu selalu dijumpai persoalan sinkronisasi, koordinasi, kepastian hukum dan soal implementasi.

Isu ini murni berada di wilayah kerjanya pemerintah pusat/daerah dan parlemen sehingga  pemerintah benar-benar diharapkan melaksanakan resolusi tersebut.

Sangat wajar jika produk 14 paket kebijakan ekonomi perlu dievaluasi karena pada faktanya pertumbuhan sektor tradable belum ada tanda-tanda menggeliat. Yang justru bertumbuh adalah sektor non tradable dan dimaklumi karena ada insentif yang diperoleh akibat pertumbuhan ekonomi.

Indonesia kini memiliki sekitar 130 juta penduduk golongan kelas menengah yang berpotensi konsumtif. Padahal presiden selalu menyampaikan bahwa ekonomi di dalam negeri harus semakin dihela oleh pertumbuhan sektor produksi.

Kebijakan pada dasarnya menyangkut arah yang akan dituju dalam pembangunan ekonomi dan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan sasaran dan target yang sudah ditetapkan.

Intinya, menyelesaikan masalah, meningkatkan produktifitas dan menciptakan iklim yang kondusif.

Sedangkan regulasi pada dasarnya dibuat untuk mengawal kebijakan yang sudah dibuat. Kontennya harus memberikan jaminan kepastian hukum dan tidak tumpang tindih. Esensinya adalah memberikan kemudahan sesuai semangat deregulasi, tidak bertentangan satu sama lain dan memberikan perlindungan bagi setiap investasi dan kegiatan usaha di dalam negeri untuk menciptakan iklim persaingan yang sehat.

Indonesia akan melaksanakan hulunisasi dan hilirisasi industri, tapi kebijakan dan regulasinya bertaburan di beberapa kementerian.  Sebut saja, di Kemenperin tapi aturannya lebih banyak di kementrian ESDM, kementan, kementrian kelautan dan perikanan, serta kementrian LHK.

Belum lagi yang ada di daerah. Ini nothing, karena misinya berbeda-beda. Tidak in the one direction sehingga investor memilih bersikap menunggu dari pada bertindak. Kebijakan dan regulasi adalah masalah fundamental dalam kaitan penyelenggaraan perekonomian.

Oleh sebab itu, persoalan ini selalu menjadi perhatian para calon investor, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Investor dan dunia usaha lebih memilih ada konsistensi kebijakan dan kepastian hukum, ketimbang ditawari tax holiday atau tax allowance. Semua pihak menyadari bahwa efisiensi dan produktifitas, penting tapi nyatanya justru banyak kebijakan dan regulasi yang menghambat upaya menciptakan efisiensi dan produktifitas ekonomi.

Inilah mengapa resolusi dari rakyat dan para pelaku ekonomi di negeri ini tanpa kecuali, berharap banyak kepada pemerintah dan parlemen untuk melihat kembali seluruh kebijakan yang sudah ada dan dilakukan restrukturisasi.

Begitu pula yang terkait dengan aspek regulasinya perlu dilakukan harmonisasi. Jadi yang diperlukan Indonesia adalah restrukturisasi kebijakan dan harmonisasi regulasi, bukan hanya sekedar deregulasi. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS