Industri Baja Nasional Terganjal Ketentuan Bea dan Cukai

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Industri baja nasional terganjal oleh sejumlah ketentuan dari Bea Cukai terkait impor besi bekas sehingga berpotensi memperlambat laju kinerja sektor tersebut. Direkur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto mengatakan ketentuan penghambat itu antara lain penilaian dini dari Bea Cukai dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terhadap besi impor bekas (scrap).

“Pada penilaian Bea Cukai saat ini, jika dalam pemeriksaan satu kontainer terbukti mengandung limbah berbahaya dan beracun, kontainer scrap lain yang datang pada saat yang bersamaan langsung ditolak atau direkomendasikan untuk dipulangkan,” katanya Kamis pekan lalu. Padahal, lanjut dia belum tentu scrap yang terbungkus kontainer lain itu mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Seperti halnya 7.000 kontainer yang tertahan di sejumlah pelabuhan sejak Februari lalu.

Pada konsep itu, Kementerian Perindustrian sedang membahas dengan sejumlah kementerian lain, termasuk Kementerian Perekonomian, Bea Cukai dan KLH lantaran industri baja dalam negeri masih membutuhkan scrap sebagai bahan pendukung produk besi dan baja. Menteri Perindustrian M.S. Hidayat sudah menyiapkan nota keberatan atas penerapan ketentuan limbah B3. Nota itu, dalam waktu dekat akan dilayangkan kepada Menteri Koordinator Perekonomian untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap.

Secara ketentuan, tambah Panggah limbah B3 dibagi menjadi 3 golongan. Golongan green, sudah tentu scrap itu bebas masuk karena dinilai tidak mengandung limbah. Sedangkan yang red atau mengandung limbah B3, pasti akan ditolak. Golongan amber yang penerapannya masih samar-samar, KLH dan Bea Cukai diminta untuk bersinergi menerapkan peraturan tentang limbah B3 yang tetap mendukung industri baja tanah air.

Untuk memastikan besi impor bekas itu bebas limbah B3, kata Panggah, pemerintah akan mengusulkan penyediaan kawasan untuk menampung scrap golongan amber. Nantinya di kawasan itu, scrap akan dibersihkan sehingga pemerintah dapat memastikan scrap terbebas dari limbah B3. Jadi, pinta Panggah, Bea Cukai jangan berpantangan dengan scrap golongan amber. Perlu ada perlakuan khusus mengingat industri baja dalam negeri masih bergantung pada scrap yang selama ini masih diimpor. “Jangan sampai kinerja industri baja kita turun gara-gara tidak dapat bahan baku.” Ujarnya

Menanggapi ganjalan itu Direktur Eksekutif Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) Edward Pinem mengatakan keberatan atas penerapan ketentuan Bea Cukai dan KLH. Apalagi, saat ini akan diterapkan rencana peraturan pemerintah (RPP) tentang limbah B3. Saat ini untuk penentuan kategori scrap masuk golongan mana, masih tergantung pada penilaian petugas Bea dan Cukai di lapangan. “Penggolongannya pun masih sangat bergantung pada subyektivitas masing-masing petugas lapangan.” Ungkapnya.

Terkait rencana peraturan yang diklaim mengacu pada Konfrensi Basel itu, lanjutnya, justru lebih banyak mengatur tentang perizinan dan pengaturan yang sangat ribet dan menyulitkan. Konsepnya, RPP itu akan menggantikan PP 18 jo. 85/1999 yang selama ini berlaku. (sis)

CATEGORIES
TAGS