Industri Dalam Negeri Babak Belur Hadapi Produk Cina

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

YOGYAKARTA, (Tubas) – Industri dalam negeri babak belur dengan masuknya produk impor asal Cina. Sebagai salah satu upaya penyelamatan produk dalam negeri, Direktorat Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian, Ditjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama 12 Panitia Teknis (Pantek), menyepakati lahirnya dua konsensus Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) untuk mesin bubut paralel dan roda gerinda, agar segera diberikan nomornya oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN).

Namun begitu, untuk memberlakukan kedua RSNI menjadi wajib oleh BSN, saat ini pihak Kemenperin masih kesulitan dalam penyediaan alat untuk pengujian produk secara teknis.

“Pada tahun ini, kami merencanakan akan membuat enam RSNI lagi dan tahun depan diperkirakan akan dibuat sepuluh hingga 12 RSNI, sehingga langkah untuk mengurangi produk impor Cina melalui technical barrier bisa diturunkan,” kata Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian, Kemenperin, Teddy C Sianturi, yang juga merangkap sebagai Ketua Pantek, saat Rapat Konsensus RSNI Produk Permesinan Tahun 2011 bersama 12 orang Pantek, di Yogyakarta, pekan lalu.

Kedua belas orang Pantek itu adalah Ir Teddy C Sianturi, Prof Dr Ir Frans Daywin, Prof Ir Sasi Kirono, Dr Ir Imron Rosyidhi, Ir Wahyu Subandrio dan Sutarto ST MT. Kemudian, Ir Krisnabudi, Ir Jhoni Hutapea, Drs Dede Otto Tirtadinata MM, Ir Agus Heryanto, Dra Lilik Purwaningsih dan Dr Ir Teguh Wikan Widodo MSc.

Krisnabudi, yang mewakili Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T), Kemenperin, saat ditanya mengatakan, sampai saat ini B4T yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat, masih belum bisa melakukan pengujian secara teknis terhadap kedua produk yang sudah dibuatkan konsensus RSNI tersebut.

“Kami, hingga kini masih belum memiliki alat untuk pengujian secara teknis terhadap produk mesin bubut paralel dan roda gerinda tersebut. Karena itu, kami menyarankan agar Kemenperin dapat memberikan bantuan mesin agar kedua produk tersebut bisa dilakukan pengujian di B4T. Tapi, kalau memang pengujian tersebut tidak bisa dilakukan di B4T, maka bisa dilakukan di perusahaan lain. Asal, alat uji dari perusahaan tersebut sudah terakreditasi,” tambah Krisnabudi.

Teddy menjelaskan, yang menjadi kunci dalam langkah pengamanan pasar lokal tidak lain dengan menerapkan technical barrier, mengingat barang-barang industri asal Cina yang terkait dengan ACFTA sudah berlaku penurunan tarif bea masuk (BM).

“Dari technical barrier itulah diturunkan menjadi SNI, dimana demi kepentingan industri dalam negeri bisa ditetapkan menjadi SNI wajib, terutama bagi standar mutu, kesehatan, keamanan bagi konsumen dan lingkungan. Di sisi lain, Kemenperin mengharapkan, dengan technical barrier itu bisa dibuatkan SNI yang nantinya tidak hanya sekadar untuk memenuhi kegiatan proyek saja, tapi juga bisa diterapkan secara wajib,” kata Teddy. (sabar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS