Industri Pangan Berbasis Perikanan Jadi Prioritas

Loading

MENYIMAK - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla didampingi Menteri Perindustrian Saleh Husin (tengah, belakang) menyimak penjelasan tentang perairan Banda Naira dari salah satu staf pimpinan KRI Surabaya 591, Kamis (17/3/2016). Wapres melakukan kunjungan ke Ambon, Banda Naira dan Tual untuk melihat dari dekat potensi perikanan Maluku serta untuk mempercepat industri pengolahan.(ist/tubasmedia.com)

MENYIMAK – Wakil Presiden RI Jusuf Kalla didampingi Menteri Perindustrian Saleh Husin (tengah, belakang) menyimak penjelasan tentang perairan Banda Naira dari salah satu staf pimpinan KRI Surabaya 591, Kamis (17/3/2016). Wapres melakukan kunjungan ke Ambon, Banda Naira dan Tual untuk melihat dari dekat potensi perikanan Maluku serta untuk mempercepat industri pengolahan.(ist/tubasmedia.com)

BANDA NEIRA, (tubasmedia.com) – Indonesia memiliki potensi menjadi industri pangan berbasis perikanan karena didukung keunggulan. Utamanya, bahan baku tersedia dan hilirisasi yang mengutamaan sustainability.

Untuk itu diperlukan sinergi antar kementerian dan lembaga dan pemberdayaan nelayan guna mendukung peningkatan nilai tambah serta pasokan bahan baku yang kontinyu.

“Kita optimistis industri perikanan terus tumbuh. Bahkan industri pangan berbasis perikanan termasuk dalam industri prioritas pada Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) untuk mempercepat pengembangan ke depan,” kata Menteri Perindustrian Saleh Husin di Banda Neira, Maluku, Kamis (17/3/2016).

Potensi industri ini terhitung besar mengingat Indonesia merupakan salah satu negara maritim dengan garis pantai terpanjang, 99.093 kilometer dan luas lautan mencapai 80 persen dari luas wilayah.

Selama ini, katanya, ikan dalam bentuk mentah lebih banyak diekspor. Ini menandakan peluang penghiliran terbuka lebar.

Kemenperin mencatat, jumlah industri pengalengan ikan pada 2015 mencapai 41 perusahaan dan menyerap investasi Rp 1,91 triliun. Kapasitas sebesar 630 ribu ton namun produksi 315 ribu ton alias utilisasinya hanya 50 persen.

“Dilihat dari nilai ekspornya, makin jelas industri olahan ikan harus dipacu. Dengan kondisi sekarang, ekspor ikan olahan 93,9 ribu ton dan nilainya Rp 342,7 juta ton atau kisaran Rp 4,5 triliun, tentu saja nilai ini makin besar jika kita kembangkan industrinya,” ujar Saleh.

Pengembangan itu diyakini mendongkrak serapan tenaga kerja yang pada tahun lalu mencapai 46.500 orang.

Kemenperin telah mengambil ancang-ancang mendorong industri tersebut. Kebijakan pengembangan industri pangan berbasis perikanan terbagi menjadi tahap I (2015-2019) yang berupa aneka olahan ikan dan pengembangan pengolahan limbah industri.

Tahap II (2020-2024) berupa produksi minyak omega-3 dan hasil pangan berbasis limbah industri pengolahan ikan. “Untuk tahap III, itu tahun 2025-2035 yaitu industri pengolahan ikan telah menjadi bagian industri pangan fungsional dan suplemen,” kata Dirjen Industri Agro Panggah Susanto.

Menperin berada di Banda Neira mendampingi Wakil Presiden RI Jusuf Kalla melakukan rangkaian kunjungan ke sentra-sentra industri dan fasilitas infrastruktur, perikanan laut serta pusat pendidikan perikanan di Maluku.

Berkeliling menggunakan KRI Surabaya 591, Wapres menyambangi lokasi pengembangan Bandara Banda Neira, Politeknik Sumber Daya Perikanan, dan Sekolah Tinggi Perikanan Hatta Sjahrir. Sebelumnya, Wapres menyaksikan penandatanganan MoU antara Pemprov Maluku dengan PT Pelindo IV di Bandara Pattimura, Ambon.(sabar)

CATEGORIES
TAGS