Intervensi Fiskal vs Kebijakan Anggaran yang Ketat

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

PARADOKS ini yang kita rasakan di negeri ini. Kalau mau diperdebatkan masalahnya bukan hanya soal benar atau salah melihat kenyataan itu. Dua-duanya penting bagi kepentingan ekonomi nasional. Intervensi fiskal atau sering disebut dengan stimulus fiskal memang sangat diperlukan untuk menggerakkan sektor riil agar dapat tumbuh untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan.

Tax holiday, tax allowance dan BMDTP hakekatnya adalah bentuk-bentuk intervensi fiskal yang memang diperlukan agar sektor prioritas di industri manufaktur, investasinya dapat tumbuh dan berkembang. Namun, pada sisi yang berbeda, pemerintah juga melaksanakan kebijakan fiskal yang prudent dan ketat untuk menjaga stabilitas makro dan mengelolanya secara hati-hati agar defisit anggaran tidak terlalu besar.

Saat ini pemerintah berhasil menekan defisit anggaran pada angka 1,5% dari PDB, meskipun dalam UU No 17/2003, defisit anggaran masih diperbolehkan sampai maksimum 3% dari PDB. Demikian pula ratio hutang pemerintah yang saat ini mencapai sekitar 24% dari PDB, sesungguhnya masih jauh di bawah angka maksimum yang dibolehkan dalam undang-undang keuangan negara, yakni 60% dari PDB.

Sangat bisa dimengerti postur kebijakan fiskal yang seperti itu kondisinya karena kita harus dapat memahaminya bahwa negara ini jangan sampai terjebak ke dalam situasi sulit akibat gagal mengelola kebijakan fiskalnya seperti yang dihadapi oleh negara di zona Eropa dan juga di AS.

Fenomena ini menjadi menarik, manakala di satu sisi Indonesia dinilai sebagai salah satu negara yang berhasil mengelola kebijakan fiskalnya dengan baik, namun di sisi lain, Indonesia menjadi memiliki keterbasan untuk bisa memberikan stimulus fiskal bagi bergeraknya sektor riil dan pembangunan infrastruktur di dalam negeri.

Inilah paradoks fiskal yang membayangi terjadinya “ketidak berdayaan” fungsi fiskal sebagai salah satu mesin pertumbuhan, meskipun fungsinya untuk menjaga stabilitas ekonomi bisa dianggap berhasil karena menerapkan prudent policy. Kalau demikian kondisinya, apa yang bisa dilakukan agar fungsi fiskal sebagai mesin pertumbuhan dapat memberikan kontrubusinya yang lebih besar bagi ekonomi nasional.

Pertama, intervensi fiskal untuk menggerakkan sektor riil secara eksplisit harus dinyatakan sektor prioritasnya dan besarnya volume anggaran yang diperlukan di dalam APBN. Kedua, ditetapkan asal sumber pendanaannya, bisa melalui penerbitan obligasi negara atau dibebankan langsung pada APBN K/L yang bersangkutan besarnya nilai stimulus fiskal yang bisa digunakan.

Kalau stimulus industri, maka anggarannya langsung dibebankan pada anggaran Kemenperin. Kalau sektornya pertanian, maka dibebankan pada Kementan anggaran stimulus yang dibutuhkan. Boleh jadi dengan mengandalkan sumber pendanaan obligasi negara memang berpotensi akan memperbesar defisit, misalnya kalau sampai 2,5% mestinya masih bisa ditolelir.

Menjadi kelihatan besar karena volume PDB Indonesia masih moderat.yaitu Rp 8,241,9 triliun tahun 2012. Jika angka ini dijadikan patokan defisit, APBN-nya mencapai Rp 206,05 triliun. Demikian pula APBN tahun 2013 yang mencapai Rp 1,600 triliun lebih, kenyataannya habis teralokasi untuk membiayai belanja operasional K/L, belanja subsidi, transfer ke daerah dan tidak lebih dari 10% yang hanya teralokasi untuk mendukung inisiasi baru.

Trade off dalam sistem APBN sangat besar untuk mendukung progam stimulus ekonomi. Ketiga, mungkinkah BI menggelontorkan progam quantitative easing, dimana obligasi pemerintah dibeli oleh BI dan dananya bisa digunakan untuk kepentingan stimulus ekonomi agar sektor riil benar-benar bisa bergerak dan tumbuh dan berakselerasi.

Sekarang ini sektor pertanian dalam arti luas, sektor industri pengolahan dan sektor tambang dan bahan galian relatif tumbuh rendah (3-6%) dibandingkan dengan sektor jasa yang bisa tumbuh lebih tinggi (6-9%), karena energi untuk tumbuh dan berakselerasi sektor. riil mengalami keterbatasan.

Oleh sebab itu, pemerintah dan DPR harus bisa melakukan perubahan kebijakan dan strategi di bidang fiskal agar fungsi APBN sebagai fungsi pertumbuhan daya ungkitnya makin optimal. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS