Site icon TubasMedia.com

Isu Politik Jangan Sampai Geser Isu Ekonomi

Loading

IMG_7743.jpg2

Oleh: Fauzi Aziz

 

ISU paling penting jelang tahun 2017 bukanlah proyek politik pemilihan kepala daerah.Tapi yang perlu diperhatikan adalah proyek ekonomi dan bisnis agar pertumbuhan ekonomi tetap bisa bertahan pada kisaran 5% lebih pada tahun 2017.

Apalah artinya pilkada kalau ekonomi mengalami  kontraksi. Apalah artinya pilkada kalau kehidupan ekonomi carut marut. Oleh sebab itu, isu politik pilkada 2017 jangan sampai menggeser isu ekonomi yang sekarang ini sedang menuju konsolidasi yang tepat untuk menjaga momentum pertumbuhan.

Isu ekonomi yang paling realistik adalah menjaga agar kemampuan produksi barang dan jasa di dalam tetap bekerja maksimal. Ini penting karena jika tidak tercapai, ada beberapa kondisi buruk yang berpotensi menjadi ancaman.

Sebut saja kemampuan daya beli masyarakat menurun, pengangguran dan kemiskinan meningkat dan lebih jauh dari itu, kebutuhan barang dan bahan impor akan makin meningkat karena produksi nasional gagal merespon kebutuhan pasar.

Oleh sebab itu, stabilitas politik dan keamanan di dalam negeri harus terpelihara dengan baik dan semua pihak harus bisa menjaga diri menciptakan ketenangan bersama demi menjaga proses konsolidasi ekonomi yang sedang menuju titik keseimbangan baru.

Stabilitas ekonomi juga diperlukan dan karena itu Bank Indonesia bersama pemerintah harus melakukan sinergi yang tepat agar momentum pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan pada besaran yang realistik.

Angka 6-7% dalam tiga tahun mendatang sebagai patokan capaian pertumbuhan adalah penting, tetapi barangkali lebih baik kita bersifat realistik dengan mematok angka kinerja pada kisaran 5-6% sudah baik.

Sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal kita harapkan benar-benar dapat menjadi obat mujarab bagi pemulihan ekonomi di dalam negeri yang bersifat contracyclical untuk memberikan stimulus ekonomi yang lebih produktif. Terkait dengan itu, tingkat inflasi harus benar-benar terjaga. Begitu pula nilai tukar rupiah terhadap dolar AS harus terjaga agar memberikan kepastian berusaha dalam membuat kalkulasi bisnis.

Pertumbuhan konsumsi domestik diupayakan supaya berjalan linier dengan perkembangan produksi yang selama ini tidak selalu berjalan seiring karena manajemen impor kurang tertangani dengan baik.

Sekarang waktu yang tepat untuk memproklamasikan kembali bahwa peningkatan penggunaan produksi dalam negeri menjadi sebuah keniscayaan.

Jaminan dari sisi pasokan dan harga menjadi penting dan harus terjaga. Praktek bisnis kotor yang hanya menimbulkan gejolak pasokan dan harga harus dicegah. Hambatan dalam pelayanan publik dan adanya regulasi yang tidak pro-bisnis harus segera disikapi, sehingga seluruh proses bisnis yang berjalan tidak ada hambatan.

Belanja publik diarahkan yang bersifat pro-bisnis, dalam arti dapat mendrive kemampuan produksi barang dan jasa di dalam negeri. Dalam proses konsolidasi ekonomi ini harus ada kesepakatan bahwa substi tusi impor dilakukan dengan cara mengoptimalkan kapasitas nasional terpasang terutama bagi sektor produksi padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja.

Terkait dengan ini, perhatian pemerintah kepada pemberdayaan sektor  koperasi dan UMKM menjadi penting karena disitu terdapat jutaan orang terlibat, baik sebagai pelaku usaha maupun sebagai perajin dan  pekerja.

Sumber pertumbuhan dan penguatan daya beli masyarakat juga ada disitu sehingga membantu mengatasi masalah-masalah bisnis yang mereka hadapi harus menjadi fokus perhatian pemerintah pusat dan daerah.

Modal kerja menjadi isu utama yang mereka hadapi. Mereka tahu ada KUR dan sebagainya. Tetapi mereka memerlukan pelayanan yang cepat karena butuh cashflow yang perputarannya cepat. Mereka mampu berproduksi dengan baik dan bisa memenuhi pesanan barang tepat waktu.

Namun, mereka baru mendapatkan bayaran setelah 1-3 bulan ke depan sejak barangnya diserahkan kepada pedagang. Fenomena ini memberikan gambaran bahwa sektor UMKM dalam praktek bisnis pada umumnya, benar-benar menjadi bantalan yang justru menopang keperluan pedagang grosir atau pedagang besar. Belum lagi kalau model bisnisnya bersifat konsinyasi.

Memang ini masalah klasik, tetapi faktanya masih seperti itu model bisnisnya. Problem mereka adalah cashflow yang muncul berkaitan erat dengan pola tata niaga yang berlangsung selama ini. Hal demikian banyak dihadapi kegiatan UMK dalam jumlah yang paling besar. Solusinya harus ada subsidi silang dalam sistem permodalan yang difasilitasi lembaga pembiayaan dengan memberikan kredit candak kulak melalui pelayanan cepat dekat lokasi produksi.

Bunganya serendah mungkin atau paling tinggi 5% tanpa agunan. Di atas itu mereka pasti keberatan karena tingkat keuntungannya tidak besar. Pemberdayaan UMKM memang memerlukan tindakan afirmasi pemerintah secara nyata dan tidak bisa sepenuhnya dilepas sesuai dengan mekanisme pasar.

Kredit progam seperti KIK dan KMKP perlu diadakan lagi sebagai modifikasi KUR. Kesimpulannya adalah kerjasama yang efektif antara BI dan pemerintah diperlukan untuk menggerakkan perputaran ekonomi domestik, antara lain mendukung pelaksanaan progam P3DN dan pemberdayaan UMKM. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

Exit mobile version