Jakarta akan Miliki Panggung Teater Bawah Tanah yang Pertama

Loading

Oleh: Anthon P Sinaga

ilustrasi

ilustrasi

JAKARTA tahun 2014 ini mulai memasuki era baru. Setelah memiliki komitmen menangani masalah banjir dan kemacetan lalu lintas, kini mulai merancang menambah fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan warga kota.

Untuk pertama kali, Jakarta di era Jokowi-Ahok ini, akan memiliki panggung teater atau arena pertunjukan hiburan di bawah tanah. Hal ini tentu berani dilakukan setelah melaksanakan empat program penanganan banjir telah menunjukkan hasilnya. Yakni, revitalisasi drainase kota, normalisasi kali, penambahan ruang terbuka hijau dan revitalisasi waduk dan situ.

Rencananya, pembangunan ruang publik di bawah tanah ini akan dimulai awal tahun 2014 ini, dan ditargetkan sudah selesai pembangunannya dalam waktu dua tahun kemudian. Kalau masalah banjir belum tertanggulangi, tentu ruang publik di bawah tanah akan lebih terancam lagi.

Selain panggung pertunjukan (amphitheater), juga akan dibangun fasilitas tempat parkir tiga lantai di bawah tanah, yang direncanakan mampu menampung 1.768 unit kendaraan roda dua dan roda empat.

Lokasi ruang publik bawah tanah ini direncanakan di bawah kawasan Monumen Nasional (Monas) Jakarta, yang oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Untuk tujuan itu, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo telah menunjuk PT Jakarta Konsultindo untuk membuat rancang bangun rencana ruang publik di bawah tanah itu.

PT Jakarta Konsultindo merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Jakarta Propertindo, yang menangani pembangunan taman waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, maupun taman waduk Ria Rio Pulomas, Jakarta Timur, yang saat ini sudah disulap menjadi ruang publik yang menyenangkan.

“Akan ada tempat parkir tiga lantai ke bawah tanah di area Tugu Monas. Lokasinya di sisi selatan, yang kelak terhubung dengan stasiun MRT (mass rapid transit) yang saat ini tengah dibangun tahap pertama antara Lebakbulus, Jakarta Selatan sampai ke Kota lama, Kampung Bandan, Jakarta Barat,” kata Arya Abieta, Konsultan dari PT Konsultindo, dalam suatu pertemuan di Balaikota Jakarta, pada akhir tahun lalu.

Seperti diketahui, proyek MRT yang tengah dibangun saat ini, sudah memasuki tahap fisik. Pekerjaan megaproyek fase pertama, dibangun mulai dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI. Fase kedua dari Bundaran HI sampai Kampung Bandan, Jakarta Kota. Menurut Dirut PT MRT Jakarta, Dono Boestami, mulai 7 Januari ini segera dibangun Depo MRT, stasiun layang dan struktur jembatan layang di bekas Stadion Lebak Bulus dan Terminal Bus Lebak Bulus yang secara bertahap akan dialihkan fungsinya ke terminal yang lain.

Untuk fase pertama, pembangunan transportasi massal ini, sebagian di atas tanah dalam bentuk kereta layang (Lebak Bulus-Sisingamangaraja) dan sebagian lagi berupa kereta bawah tanah (Sisingamangaraja-Bundaran HI) dengan enam stasiun bawah tanah. Fase kedua dari Bundaran HI ke Kampung Bandan, yang seluruhnya berupa kereta bawah tanah, yang juga dilengkapi stasiun MRT bawah tanah. Salah satu di antara stasiun bawah tanah MRT tersebut, kelak akan terhubung dengan ruang publik bawah tanah di bawah kawasan Monas.

Dalam acara pemaparan rancang bangun ruang publik di bawah tanah tersebut, konsultan Arya Abieta dari PT Konsultindo menjelaskan, area parkir tiga lantai tersebut, terdiri dari basement 1 untuk kendaraan roda dua dengan kapasitas 1.000 unit sepeda motor.

Sementara itu untuk basement 2 dan basement 3 disediakan untuk parkir mobil dengan kapasitas 768 unit kendaraan. “Parkir sepeda motor sengaja disediakan di lantai paling atas, untuk memudahkan mobilitas penggunaannya,” kata Arya.

Khusus Amphitheater, akan dibangun di kedalaman tanah 4,5 meter, dilengkapi dengan panggung terbuka berkapasitas 980 tempat duduk, dengan ukuran 56 meter x 42 meter, juga di bagian selatan Tugu Monas. Tempat ini akan dipergunakan untuk berbagai pertunjukan seni budaya etnik, nasional, maupun internasional.

Sesuai dengan rencana pengembangan dan penataan kawasan Monas tahun 2007, bersamaan dengan rencana pembangunan sarana transportasi massal MRT, di areal bawah tanah Monas akan dibangun stasiun MRT, dilengkapi dengan lorong yang menghubungkan stasiun MRT dengan Stasiun KA Gambir, serta lorong lain yang menghubungkan stasiun MRT dengan Balaikota Merdeka Selatan Jakarta. Sehingga, pembangunan areal parkir dan panggung teater ini, adalah untuk melengkapi rencana penataan kawasan Monas tersebut.

Kota Moderen

Dengan makin banyaknya tuntutan penyediaan fasilitas untuk kepentingan umum, sementara areal tanah yang tersedia relatif tetap dan terbatas, maka pembangunan vertikal ke atas dan ke bawah tanah tidak terhindarkan lagi. Jakarta sudah harus dipersiapkan menuju kota modern, dengan pemanfaatan ruang yang semakin efektif. Oleh karena itu, Jakarta sudah harus mempersiapkan payung hukum berupa Peraturan Daerah tentang pemanfaatan bawah tanah untuk ruang privat atau ruang publik.

Sehingga, sebelum ada payung hukum berupa Peraturan Daerah, maka untuk pemanfaatan bawah tanah kawasan Monas ini, akan diatur dulu dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta. Walaupun rencana pemanfaatan ruang bawah tanah ini, sebenarnya sudah dimasukkan dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Pengaturan Zonasi Jakarta tahun 2030 yang sudah disahkan DPRD DKI Jakarta pada akhir tahun lalu.

Sementara itu, Gubernur Jokowi mengharapkan seluruh sarana publik bawah tanah yang akan dibangun kelak, harus lebih baik daripada yang ada di negara tetangga. “Jika ingin meniru negara tetangga, sebaiknya harus menjadi lebih baik” kata Jokowi.

Namun, untuk menuju kota moderen, tentunya tidak hanya bangunan fisik yang harus dipersiapkan, tetapi juga kesiapan mental masyarakat Jakarta. Seperti halnya mengubah sikap dan perilaku warga yang terbiasa hidup di rumah horizontal, yang dipindahkan ke rumah susun vertikal. Makanya, Jokowi menyatakan, kemajuan kota bergantung kepada warga masyarakat juga, apakah ruang publik yang akan dibangun nanti mau dijadikan lebih baik atau tidak.

Selain rencana pembangunan fasilitas publik di bawah tanah, peresmian jalan layang nontol Kampung Melayu-Tanah Abang sepanjang 2 kilometer dengan biaya Rp 840 miliar tanggal 30 Desember 2013 lalu, juga pertanda telah menambah parasarana moderen di Jakarta. Jalan layang nontol serupa, mungkin masih harus dibangun lagi di atas jalan yang saat ini makin padat lalu lintas, seperti antara Kampung Melayu-Senen dan Cileduk-Kebayoran Lama. Untuk itulah masyarakat Jakarta harus memulai menyesuaikan diri dengan era yang baru dengan berbagai aturan-aturan baru yang harus diikuti. ***

CATEGORIES
TAGS