Jangan Jadi Pemimpin Kalau Tak Tahu Cara Memimpin

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

KALIMAT itu dikutip dari pernyataan pemimpin oposisi Mesir, Elbaradei. Persisnya kira-kira berbunyi: “Kami berikan suara kami kepada Mursi untuk memimpin, tapi dia tak tahu cara memimpin”. Negeri ini sudah rusak, ujarnya. Mursi dinilainya telah gagal memimpin Mesir ke jalan demokrasi yang benar, setelah Mubarak dijatuhkan.

Negeri itu ambruk karena pemerintahnya gagal. Peristiwa jatuhnya Mursi dari tampuk ke pemimpinan nasional Mesir harus dapat menjadi pelajaran berharga bagi bangsa ini untuk menguatkan sistem demokrasi yang sudah berhasil kita bangun bersama dengan susah payah. Konstitusi di negara kita yang termaktub dalam UUD 1945 pasti lebih baik dari konstitusi Mesir. Konstitusi bangsa dan negara Indonesia dibangun melalui proses berkali-kali. Kita pernah menganut sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945, kemudian pernah berganti menjadi Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun 1949, berubah menjadi UUDS 1950, dan akhirnya kembali berlaku UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Sampai pada saatnya setelah reformasi tahun 1998, UUD 1945 diamendemen sampai 4 kali, yaitu selama tahun 1999-2002 dan berlaku hingga kini. Salah satu yang menonjol dari perubahan itu semua adalah presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pilpres untuk jangka waktu lima tahun dan dapat dipilih lagi pada pilpres untuk jabatan presiden periode lima tahun berikutnya. Proses ini memang benar-benar mencerminkan adanya pengakuan bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan rakyat.

Opini ini hanya ingin memberikan catatan pengingat kepada para calon presiden yang akan ikut berlaga dalam pilpres 2014 nanti, perlu memperhatikan ucapan yang disampaikan oleh pemimpin oposisi Mesir, Elbaradi di atas, yaitu “Jangan menjadi pemimpin kalau tidak tahu cara memimpin”. Kalimat itu rasanya tepat dan berlaku universal.

Tugas kepemimpinan memang berat untuk dipikul, karena di pundak para pemimpin terbebani sejumlah amanat rakyat dan juga amanat dari Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa. Tidak melaksanakan amanat rakyat dan tidak menjalankan perintah konstitusi secara murni dan konsekuen, maka jabatannya sebagai presiden bisa diturunkan dengan berbagai alasan dan pertimbangan.Yang penting caranya sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku. Tahun 1998, Presiden Soeharto jatuh, karena rakyat berkehendak agar beliau segera turun dari kursi kepresidenan.

Kala itu, rakyat menghendaki dilakukannya reformasi total agar Indonesia bisa membawa perubahan yang mendasar menjadi negara yang demokratis. Siapa saja bisa mengalami peristiwa politik semacam itu, ketika rakyat menilai bahwa kepemimpinannya dianggap gagal. Dinilai tidak tahu cara memimpin rakyat, meskipun parpol pengusungnya menyatakan kredibel. Karena itu, catatan jangan menjadi pemimpin, kalau tidak tahu caranya memimpin, sangat mengena di hati dan kontekstual sepanjang zaman.

Membangun Masa Depan

Maka, kalau pada tahun yang akan datang kita memilih calon presiden, pilihlah yang tahu cara memimpin kita semua rakyat Indonesia. Yang kira-kira tidak sebentar-sebentar mikirin parpolnya saja atau koalisi parpolnya. Yang kita pilih adalah yang rela pada saat suka dan duka hidup di tengah-tengah rakyatnya untuk membangun masa depan di berbagai bidang kehidupan yang akan berujung pada peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Cara memimpin menurut konstitusi negara adalah yang mampu menerjemahkan pelaksanaan Pasal 23 ayat (1), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34 UUD 1945. Pasal-pasal itu sengaja diangkat karena banyak bersinggungan dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan keadilan. Yang banyak diributkan oleh hampir seluruh rakyat di negeri ini sebenarnya banyak aspek kehidupan yang berkaitan dengan pelaksanaan pasal-pasal itu yang dinilai belum optimal dilaksanakan.

Caranya memimpin agar cita-cita itu dapat terwujud sejatinya juga sudah dituntun oleh ideologi yang tercermin dalam lima sila dari Pancasila. Jangan ada yang mencoba-coba menyimpang dari cara itu, kalau mau menjadi presiden Indonesia yang akan datang. Pimpin saja negeri sesuai perintah konstitusi dan caranya, laksanakan sesuai prinsip dasar yang terkandung dalam nilai-nilai luhur Pancasila.

Tampil di PBB, IMF, WTO, G-20 atau di forum Asean, APEC dan lain-lain berjuanglah atas nama rakyat Indonesia sesuai perintah konstitusi dan nilai-nilai Pancasila. Jangan tampil dengan cara sendiri atau tampil justru menguntungkan kepentingan bangsa lain. Sebagai rakyat, kami hanya mau dipimpin oleh pemimpin yang tahu cara memimpin Indonesia. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS