Jangan Lagi Bermain Api dengan Kekuasaan

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Fauzi Azis

Fauzi Azis

EMPAT belas tahun sudah reformasi di negeri ini berlangsung. Demokratisasi dan otonomi daerah telah menjadi platform politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Segudang aturan main direformasi dan dibuat, mulai dari revisi UUD 1945 sampai dengan pembuatan undang-undang di bidang politik dan undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang yang berkaitan dengan pengaturan fiskal daerah.

Semua aturan main tersebut dibangun dengan semangat baru yang bertujuan untuk makin memantapkan tatanan hidup negara Indonesia yang demokratis dan berkeadilan di zaman orde reformasi ini. Tapi realitasnya belum berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh kita semua. Yang terjadi adalah tontonan adu kuat dan adu otot untuk meraih kekuasaan.

Selama turnamen merebut kekuasaan berlangsung, yang terjadi bukan kita disuguhi permainan yang menarik (fair play) tetapi kecurangan yang dipertontonkan dengan segala bentuk sogok dan suap ikut menyemarakkan laga untuk menjadi penguasa. Boleh jadi pengaturan skor juga dilakukan.

Fenomena ini yang terjadi hingga sekarang, sampai akhirnya masyarakat makin dibuat mengerti bahwa kehidupan berpolitik di negeri bersifat pragmatis transaksional. Kebayang oleh kita bahwa hidup di orde reformasi ini jorok, kumuh dan menjijikkan karena kita dipertontonkan cara berpolitik abal-abal yang tidak seronok penuh intrik, suap dan sogok.

Berpolitik dengan cara bermain api adalah tidak bermartabat dan tidak beradab karena bangsa dan negara ini bisa menjadi korban cara berpolitik yang seperti itu. Boro-boro sejahtera dan makmur, kebangkrutan boleh jadi yang akan kita terima sebagai resiko yang harus dipikul oleh bangsa ini.

Janganlah menyalahkan siapa-siapa ketika kerusuhan sosial terjadi dimana mana. Ini semua terjadi karena tadi cara berpolitik yang dilakukan oleh para elitnya adalah transaksional, masing-masing kubu pendukungnya dibuat panas kalau partainya kalah tanding dalam pemilu maupun pemilukada.

Bagaimana tidak mudah panas wong mereka itu tak tahu apa-apa. Sepuluh ribu dan dua puluh ribu mereka terima bayaran dan segelas air putih, habis kalau ada perintah go mereka segera bertaburan merusak apa saja yang ada di sekitarnya, sadis dan brutal lagi. Sementara itu, tokoh di ring satunya dan para sekondannya asik minum kopi panas sambil bagi-bagi apa yang mereka bisa bagikan sebagai anggota tim sukses.

Rasanya hal yang disampaikan ini bukanlah sebuah ilusi dan lamunan bagi masyarakat yang tak tahu seluk-beluk tentang politik dan kekuasaan. Tapi itu sebuah realita kehidupan politik yang dapat kita lihat dan rasakan sehari-hari. Muak-muak, sekali lagi muuuak. SOS, tolong akhiri cara berpolitik yang tidak barokah dan kembalilah ke jalan yang benar agar negeri ini rakyatnya tidak menderita, menjadi penggangguran dan gelandangan.

Masyarakat berkehendak yang sama tanpa memandang simiskin dan sikaya, tanpa membedakan suku, ras dan agama mendambakan kehidupan yang lebih baik. ingin mengenyam pendidikan yang lebih memberikan masa depan kehidupannya. Ingin menikmati fasilitas kesehatan yang mudah di akses dengan biaya yang terjangkau bagi siapapun agar jasmani dan rohaninya sehat sehingga mampu berkontribusi membangun negara ini.

Pernyataan Hatta Rajasa, Ketua Umum PAN adalah sebuah pengakuan jujur dari sosok elit politik nasional yang tersirat mengakui bahwa reformasi yang berjalan 14 tahun ini belum membuah hasil sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu, dia berujar bahwa perlu adanya reformasi gelombang kedua, tentu ajakan tersebut disampaikan dengan semangat yang luhur, ihlas dan jujur untuk menyelamatkan negeri ini dari kehancuran.

Reformasi gelombang kedua tersebut sayangnya konsepsinya belum terbaca luas oleh kita. Sebaiknya menyeluruh bisa hanya sekedar mereparasi yang rusak-rusak bisa juga mengganti yang karena spesifikasinya yang tidak pas, tapi prinsipnya komprehensif baik di bidang politik, ekonomi, kebudayaan, hankamnas, hukum dan hubungan internasional.

Kita rela dipimpin oleh siapa saja asal orang Indonesia, mau tentara mau sipil tidak ada soal. Tapi jangan dipimpin oleh bangsa lain. Yang diperlukan oleh bangsa ini pemimipin yang beriman, bermoral, berilmu dan memiki integritas yang tidak suka dan bahkan berani berkata najis kalau sampai bermain api dalam kekuasaan.

Kita perlu tokoh-tokoh muda, setengah tua asal tidak tua banget memimpin di negeri ini, apa dilembaga eksekutif, yudikatif dan legislatif. Kita perlukan elite yang mampu memberikan cara berpolitik yang bermartabat dan beradab yang bisa membawa negeri ini kearah kehidupan yang lebih baik, asri lestari, damai sejahtera dan memiliki masa depan yang gemilang.

Jagalah negeri ini dari segala bentuk penjarahan yang hanya menguntungkan segelintir orang atau sekelompok orang baik dari dalam dan luar negeri atas nama ekonomi liberal, atas nama ekonomi pasar dengan mengorbankan kedaulatan ekonomi dan bahkan kedaulatan bangsa dan negara.

Bangun Indonesia dengan semangat revolosi yang membara bukan dalam konteks destruktif tapi dengan semangat konstruktif dan produktif. Pemimpin Indonesia dan para elitnya di masa depan adalah mereka yang berkemampuan tinggi memanajemeni national interest, mampu memadukan seluruh potensi sumber daya pembangunan dinegeri ini dan berkemampuan merangkul untuk bekerjasama dan bekerja bersama dengan seluruh komponen bangsa.

Jangan sakiti lagi kami para warga negara, jangan berdayakan lagi kami dengan jargon-jargon politik yang membosankan dan memuakkan. Kami akan dukung siapapun asal tidak suka bermain api dengan kekuasaan. Kalau tetap mau bermain api silahkan saja keluar dari tatanan hidup berbangsa dan bernegara yang merindukan cinta, kasih, damai sejahtera penuh persaudaraan dan kemaslahatan bersama. Dan silahkan bergabung dengan para penghibur yang suka bermain main api.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS