Jika Alat Kontrol tidak Sesuai dengan Konsep Ekonomi Pancasila

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

 

 

PERTAMA, rakyat adalah jantungnya pembangunan. hak-hak dasar rakyat untuk tumbuh kembang sebagai mahluk sosial dan mahluk ekonomi harus mendapat ruang untuk tumbuh sebagai kekuatan ekonomi dalam sistem demokrasi Pancasila yang dijamin dalam UUD 1945.

Persemaian kreatifitas dan inovasi harus difasilitasi oleh negara dan diberikan kepercayaan penuh kepada rakyat untuk menjadi tenaga penggerak dalam proses penumbuhan ekonomi rakyat, baik pada skala mikro, kecil, menengah maupun besar.

KEDUA, itulah hakekat demokrasi ekonomi yang bermakna kebebasan dan berkeadilan . Jika ada negara demokrasi yang menyumbat sistem demokrasi, maka sama saja artinya negara yang bersangkutan menyumbat berfungsinya demokrasi ekonomi, yang berarti pula dapat dikatakan memasung kreatifitas dan inovasi rakyat dan emansipasi pikiran dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Bila ini terjadi, maka rugilah negara tersebut karena ekonominya akan dikontrol oleh sistem kapitalisme. Yang jelas, tidak sesuai dengan konsep demokrasi ekonomi Pancasila.

Emansipasi pikiran sebagai sumber kreativitas dan inovasi adalah titik awal membuka pintu bagi rakyat untuk berpikir bagi setiap individu dan membuat keputusan mereka sendiri. Emansipasi pikiran membuka mata rakyat atas segala bentuk kesempatan usaha. Emansipasi pikiran adalah pemicu kebangkitan gen wirausaha nasional yang patut difasilitasi dan diafirmasi oleh negara melalui instrumen kebijakan dan regulasi yang tepat.

KETIGA, itulah cara kita mengejar ketinggalan dari negara-negara maju. Rakyat harus diasah dan diasuh agar bisa hidup mandiri sebagai subyek pembangunan yang produktif, kreatif dan inovasi.

Dahaga mereka terhadap penguasaan ilmu pengetahuan harus dilayani oleh pemerintah dengan sebaik-baiknya untuk mengatasi kesenjangan sosial dan budaya di seluruh negeri.

Menimbulkan Dahaga

Ketika kita meyakini bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, maka otomatis akan menimbulkan dahaga akan informasi dan pengetahuan.

KEEMPAT,menguasai bidang sains dan teknologi adalah salah satu jenis gen yang harus ditumbuhkan karena ia adalah jenis gen produktifitas nomor satu.

Gen ini kemudian dipadukan dengan gen wirausaha nasional akan menjadi mesin utama penggerak ekonomi nasional. Mari kita bangun ekonomi Indonesia dengan cara yang benar. Di situ bumi dipijak dan di situ langit dijunjung.

Cara kita mengejar ketinggalan dan mengurangi ketergantungan eksternal dan mengatasi kesenjangan adalah dengan membangun kekuatan ekonomi rakyatnya.

Membangun ekonomi nasional dengan mengandalkan  peran modal asing tidaklah salah. Tetapi tidak sepenuhnya tepat karena modal asing tidak pernah berpikir dan memikirkan kepentingan nasional karena yang menjadi perhatian adalah kepentingannya sendiri.

Mengandalkan modal asing akan membuat ketergantungan terhadap modal asing tetap tinggi. Makin tinggi perputaranjya, akan menekan pengusaha lokal. Mereka datang untuk membesarkan aset mereka dan menguasai aset nasional.

Transfer teknologi no way, enak di luh nggak enak di gue. Sebab itu,  banyak  pendapat mengatakan bahwa teknologi harus dicuri. Kalau takut mencuri karena takut dosa, maka menguasai sains dan teknologi menjadi keniscayaan. Paling tidak kita beli, kemudian kita rekayasa dan rancang bangun kembali.

Karena itu, ekosistem rantai pasok inovasi harus dikembangkan. Tujuannya adalah agar kegiatan reverse engineering dan inovasi teknologi di dalam negeri berkembang mandiri.

KELIMA, terkait dengan itu, maka tema yang harus kita junjung tinggi adalah “Tak ada yang lebih melindungi Hak Kekayaan Intelektual daripada sebuah Negara yang mengembangkan Hak Kekayaan Intelektualnya sendiri.

Itulah yang dilakukan oleh China dan India saat ini dan oleh Jepang, Korea Selatan dan Taiwan sebelumnya. Negara/pemerintah harus terus menerus secara konsisten menyediakan lingkungan yang kondusif  bagi wirausaha nasional dan tempat bakat baru dapat muncul dan berkembang.

Berbaju Kapitalis

Terkait dengan ini, maka watak ekonomi yang berbaju kapitalis harus diimbangi dengan tumbuhnya institusi ekonomi inklusif. Perimbangan ini harus ada intervensi kebijakan dan regulasi yang mengaturnya, dan ada institusi yang kredibel yang melakukan pembinaan dan pengembangan terus menerus. Institusi ekonomi inklusif bukan saja memberi  kebebasan bagi rakyat untuk memilih jenis pekerjaan yang sesuai talentanya , tetapi juga harus memberi ruang persaingan yang  adil bagi siapa saja yang ingin terlihat di dalamnya.

Institusi-institusi ekonomi inklusif juga harus membuka jalan bagi berfungsinya dua mesin kemakmuran yang lain, yakni teknologi dan pendidikan.

KEENAM, itulah cara berpikir konstitusional, mudah-mudahan tidak salah pikir dan salah persepsi ketika sebagai warga negara  biasa menterjemahkan visi dan misi pembangunan ekonomi  berdasarkan pendekatan demokrasi ekonomi yang dipandu oleh Pancasila dan UUD 1945.

Pertumbuhan ekonomi jelas penting. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan  dan berkeadilan , yang menciptakan keseimbangan kemajuan dan menjamin kesatuan sistem perekonomian nasional yang efisien dan berwawasan lingkungan adalah konstitusional.

KETUJUH, namun demikian misi tersebut harus disertai  pula adanya penyempurnaan teknologi yang melipatgandakan produktifitas masyarakat karena pada akhirnya semua institusi-institusi ekonomi inklusif yang terbentuk harus bisa hidup dan berkembang  dalam sistem ekonomi pasar yang terkelola.

Dari sisi kepentingan nasional dan demi untuk mempertahankan kedaulatan  ekonomi nasional, sejatinya  negara lebih membutuhkan adanya  Omnibus Law Cipta Institusi Ekonomi Inklusif karena memang perlu pengaturan yang komprehensif, lintas sektor dan lintas wilayah. Selain itu juga membutuhkan pembinaan dan pengembangan yang terus menerus, yang dilakukan oleh tenaga fungsional yang terakreditasi dan bereputasi baik sesuai kompetensi inti yang dikuasainya. Semoga bermanfaat, dan salam sehat buat kita semua. (penulis adalah pemerhati ekonomi dan industry, tinggal di Jakarta).

CATEGORIES
TAGS