Jika Pemimpin Abal-abal Hanya Jadi Broker

Loading

index

Oleh: Fauziz Aziz

SEKITAR 247 jiwa orang kini hidup di Indonesia. Oleh mereka, Indonesia adalah tempat bermukim, tempat mengais rizki dan tempat untuk beribadah. Indonesia secara fisik ibaratnya adalah sebuah identitas dan cermin jati diri. Bumi, air dan seisinya adalah ciptaan dan anugrah Tuhan. Indonesia sudah ada sebelum merdeka yang kala itu labelnya adalah Hindia Belanda.

Karena Tuhan mentakdirkan Hindia Belanda adalah milik bangsa Indonesia, maka “identitas dan jati dirinya” diubah menjadi Indonesia. Prosesnya kita peroleh melalui kerja politik dan perjuangan pisik dan doa agar bangsa ini memiliki jati diri, memiliki wilayah dengan batas-batas yang jelas dan kekayaan alamnya diolah untuk kemakmuran 247 juta jiwa.

Indonesia akan menjadi bermanfaat bagi penduduknya jika diurus dengan bertanggungjawab karena seluruh proses dan hasilnya harus bisa dipertanggungjawabkan kepada dua pemegang saham utama, yakni rakyat dan Tuhan pemilik alam semesta.

Brand Indonesia dengan demikian bukan hanya sekedar label, atau sekedar simbol-simbol. Brand Indonesia adalah menggambarkan kekayaan dan kekuatan bangsa Indonesia. Mengapa orang marah atau tidak menyukai KKN, narkoba, atau tindakan yang bersifat ilegal. Jawabnya hanya  satu, yakni agar identitas Indonesia tetap utuh dan lestari.

Tidak dihancurkan oleh kekuatan destruktif dari anasir-anasir di dalam negeri maupun dari luar negeri. Indonesia hanya pantas dihuni oleh seluruh komponen bangsa yang baik-baik saja kualitasnya untuk menjaga nama baik Indonesia di mata rakyatnya dan Tuhannya. Yang hanya menjadi sampah sebaiknya memang pantas dimusnahkan, kecuali yang masih bisa didaur ulang melalui pertobatan dan pendidikan-pelatihan.

Koruptor dan pedagang narkoba serta penggunanya adalah sampah masyarakat yang menjijikkan. Sebab itu layak dimusnahkan, kecuali yang mau mendaur ulang. Mereka adalah penghambat kemajuan Indonesia dan perusak nama baik Indonesia. Indonesia lahir tidak kebetulan. Indonesia dilahirkan di atas bumi dan air yang diberikan secara gratis kepada bangsa Indonesia.

Full mandat diberikan Tuhan untuk dikapitalisasi secara benar dan bertanggungjawab menurut norma apapun. Kebangkitan Indonesia hanya bisa dilakukan dengan kerja cerdas oleh bangsa Indonesia yang terpimpin di atas landasan iman dan kemanusiaan. Indonesia tidak bisa dipimpin oleh para tokoh abal- abal karena para tokoh ini hanya menjadi broker dan antek asing jualan kekayaan alam Indonesia.

Rakyat sebagai pemegang saham memang berhak menegur mereka dan bahkan berhak memarahi mereka bila perlu dengan tidak menimbul kan kerusakan di bumi, di air dan di udara. Bukan sebaliknya pemegang saham yang dimaki-maki oleh pemimpin yang tidak memahami menjalankan tugas kepemimpinannya.

Karena Indonesia ditakdirkan oleh Tuhan terlahir sebagai kekuatan bangsa yang merdeka dan berdaulat, maka negeri ini haram “diobyekkan” kepada asing karena kita beralasan tidak punya modal dan teknologi. Kesannya memang bisa begitu sebagai persepsi umum yang bisa muncul.

Kesan itu muncul karena pemegang saham mengerti betul bahwa membangun Indonesia adalah membangun identitas Indonesia agar menjadi bangsa yang unggul, bermartabat dan berperadaban yang diakui bangsa lain di dunia. Membangun Indonesia bukan seperti kaum wanita bersolek dan berdandan secara kosmetis. Membangun Indonesia adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya sebagai subyek maupun obyek pembangunan yang bermakna.

Saling seduluran, bukan malah saling silang berebut rente. Saling berebut fee project dan berujung melakukan penggelapan pajak dan pencucian uang. Indonesia yang terlahir suci harus dirawat dan “diruwat” agar pondasi dan pilarnya tidak lapuk ditelan zaman. Merah putih harus terus berkibar dari Sabang sampai Merauke sebagai pertanda Indonesia secara fisik masih ada.

Burung Garuda-nya selalu mengepakkan sayapnya terbang ke selu ruh penjuru dunia karena bangsa Indonesia berhasil menjelma menjadi bangsa yang unggul dan berdaya saing. Kita hanya punya dua pilihan, yakni menjadi bangsa dan negara Indonesia yang berhasil, atau menjadi bangsa dan negara yang gagal.

Nalar sehat akan memilih menjadi bangsa dan negara yang berhasil. Tidak boleh berhasil, tetapi tetap membiarkan praktek KKN merajalela dan perdagangan narkoba dibiarkan tumbuh subur karena banyak fee yang diperoleh dari praktek kotor tersebut yang kemudian uangnya dicuci di Singapura, Hong Kong, mPanama atau negeri lain di dunia.

Habis itu, karena kita butuh modal ditawari tax amnesty. Bisakah tax amnesty dimanfaatkan oleh pemilik uang banyak di luar negeri. Semua tergantung niat masing-masing yang mempunyai duit banyak di luar negeri dan kesungguhan yang membuat tax amnesti yang katanya konon dan diduga mempunyai aset likuid yang disimpan di negeri- negeri tax heaven.

Jika ini terbukti, maka ancaman Indonesia menjadi negara gagal potensinya sangat terbuka karena uang dari hasil money politik dan yang money laundry di negara lain. Mereka takut  dilaundry kiloan dekat rumahnya karena takut terjaring oleh OTK-KPK. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi).

CATEGORIES
TAGS