Kan Masih Boleh Ngutang….?

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

FAKTANYA kita sekarang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan yang berbasis globalisasi. Saling ketergantungan antar negara makin tinggi sehingga sebagai bagian dari era globalisasi, Indonesia harus bisa mengambil peran. Tujuannya agar negeri ini tidak lagi dijadikan sapi perahan seperti di zaman penjajahan Belanda.

Bahan mentah berupa hasil tambang dan rempah-rempah, semuanya dikuras habis diangkut ke Eropa Barat untuk menghidupi industri. Yang membawa semua mata dagangan tersebut adalah VOC, sebuah perusahaan dagang besar yang beroperasi secara monopolis.

Belajar dari sejarah masa lalu dan belajar praktek monopoli oleh Multi National Corporation (MNC) di dunia, harusnya Indonesia harus bisa membangun ekonominya dengan pendekatan strategi yang kurang lebih seperti itu. Membangun Indonesian Cartel dengan semangat Indonesia Incorporated.

Mengambil peran di dunia global, khususnya di bidang ekonomi, memerlukan world class players. Memerlukan skala produksi kelas dunia. Para world class player tersebut sesuai dengan semangat konstitusi UUD 1945, harus memberikan hak hidup bagi ekonomi berskala kecil dan menengah yang dapat bertindak sebagai vendor dan subkontraktornya.

Yang berlaga di pasar internasional adalah “Kartel Indonesia Corporation” (KIC). Dia juga harus menjadi “kortopokrasi” yang secara kolaboratif bekerja sama dengan lembaga keuangan nasional, lembaga asuransi dan lembaga pembiayaan ekspor milik indonesia.

Ide dan pemikiran ini mungkin dianggap kampungan dan mengada-ada. Tidak, tidak bisa dianggap kampungan karena kalau mau melawan gajah, harus dilawan dengan gajah, tidak bisa dilawan dengan kambing atau domba. Menjadi world class player berarti dari awal sudah diniatkan bahwa seluruh sistem pendukungnya harus bisa dipenuhi.

Para pelaku bisnisnya harus berkelas wirausahawan yang tangguh dan mampu membangun jaringan yang luas. Infrastruktur ekonominya harus yang kelas wahid seperti yang terjadi di China, Jepang, Korea dan negara lain di dunia. Regulasinya kondusif bagi pengembangan investasi di dalam maupun di luar negeri. Infrastruktur SDM dan litbangnya juga berkualifikasi nomor satu. Lembaga pembiayaannya efisien agar suku bunga yang ditawarkan kompetitif.

Itu semua adalah sejumlah faktor yang harus bisa dipenuhi agar Indonesia tidak menjadi mata rantai terlemah dalam globalisasi. Cita-cita bangsa ini yang dituangkan dalam konstitusi yang kemudian ditransformasikan dalam rencana pembangunan jangka panjang nasional akan tunduk pada semangat itu agar pada tahun 2025 kekuatan ekonomi nasional menjadi berdaya saing.

Kalau tidak dikerjakan dan maju mundur sikapnya, maka tidak mustahil Indonesia memang akan menjadi mata rantai terlemah dalam globalisasi. Kalau lemah, maka Indonesia hanya bisa menjadi penonton dan menjadi sekedar pasar (ekspornya selalu lebih kecil dari impor).

Investasinya tidak berkembang ke arah penguatan bergeraknya sektor pertanian, industri dan pertambangan yang bernilai tambah tinggi. Singapura negara kecil saja punya perusahaan investasi yang besar dan kuat, yaitu PT Temasek. Begitu pula Malaysia punya perusahaan sejenis, yaitu Halsanah.

Mereka bisa melakukan akuisisi aset perusahaan lain di dunia. Bisa melakukan investasi sendiri di luar negeri (di sektor riil maupun finansial). Kita tak punya yang seperti itu. Kecil tapi digdaya. Divestasi Newmont saja ributnya minta ampun, semua ikut ngomong, tapi ujungnya mau kepingin dapat bagian.

Kapan Freeport dapat diakuisi? Wallahualam bisawab. Rasanya belum ada pemimpin Indonesia atau calon pemimpin Indonesia yang seberani Ahmedinejad, Evo Morales – Presiden Bolivia dan Hugo Chavez yang semangat nasionalisme paripurna. Kita tak punya nyali untuk mengubah Profit Sharing Agreement di bisinis migas, karena para pemegang kunci gembok di bidang kebijakan ekonomi “sudah tersandera” oleh praktek korporatokrasi perusahaan MNC di bidang migas dan pertambangan.

China dan Rusia rukun untuk melawan hegomoni AS dan Eropa di bidang ekonomi. India dan Brazil rasanya sudah berada dalam perahu yang sama. Indonesia diperhitungkan demikian, tapi PR-nya harus tuntas satu persatu. Tidak usah mikir yang aneh-aneh dulu. Kita selesaikan bersama-sama sebagai bukti Cinta Tanah Air agar Indonesia tidak menjadi mata rantai yang lemah di dunia gobal, tapi menjadi kuat dan berenergi di tengah dunia global.

Komoditas (migas non migas), kita punya. Kreativitas kita juga punya. Demokratisasi telah membuka kreatifitas masyarakat tumbuh sebagai energi positif untuk kemajuan. Uang juga kita punyai, meskipun tidak banyak. Kan masih boleh “ngutang”? ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS