Oleh: Enderson Tambunan
(Penulis adalah wartawan dan editor buku)

Enderson Tambunan
RENCANA presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo – Jusuf Kalla, memberikan tempat bagi Kementerian Ekonomi Kreatif pada kabinetnya nanti, setelah 20 Oktober 2014, patut diacungi jempol. Dengan demikian sektor ekonomi kreatif, dengan 15 subsektornya, dapat disebut naik kelas, karena sebelumnya dalam kabinet yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono, ekonomi kreatif memang masuk dalam struktur kabinet, tapi bersama pariwisata.
Secara umum, tanggapan berbagai kalangan terhadap rencana pembentukan kementerian ekonomi kreatif cukup positif. Langkah tersebut dinilai sebagai terobosan dalam upaya meningkatkan pendapatan masyarakat luas dan negara dengan meminimalkan keterhubungan dengan lingkungan. Ekonomi kreatif dinilai mengeksplorasi ide atau gagasan cemerlang menjadi produk yang punya daya saing tinggi dan jauh dari penggalian sumber daya alam. Lebih jauh lagi, orang-orang kreatif tersebar luas di berbagai penjuru Tanah Air, termasuk di pedalaman dan daerah terpencil nun jauh dari keramaian.
Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, selama ini kontribusi industri kreatif Indonesia untuk PDB sekitar 7 persen. Kontribusi itu diperoleh dari 15 jenis industri kreatif (subsektor), yakni, periklanan, arsitektur, pasar seni dan antik, kerajinan, desain, desain fesyen, film, video dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, jasa komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, riset dan pengembangan, serta kuliner.
Nah, salah satu dan atau sebagian dari subsektor itu pasti ada di sekitar Anda, entah itu di tepian pantai, di pegunungan, dan lembah, atau kota-kota yang dipadati arus lalu lintas. Maka, Rudy Ersan, yang sejak lima tahun lalu aktif di lembaga non profit, Blue Green Economy, Daerah Terbarukan, begitu gembira mendengar bakal dibentuk Kementerian Ekonomi Kreatif. Ia yakin, hal itu akan mempercepat penghapusan daerah tertinggal menjadi daerah terbarukan.
Kekuatan Baru
Sebelumnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengharapkan kontribusi ekonomi kreatif pada PDB menjadi 8,5 – 9 persen, dari sebelumnya 7 persen. Terkait dengan itu, Menteri Pariwisata dan Ekonom Kreatif, Mari Elka Pangestu, mengemukakan, kita melihat ekonomi kreatif bisa menjadi kekuatan baru bagi Indonesia, karena sumber daya utamanya adalah SDM yang kreatif, yang tidak akan habis selama kita menciptakan iklim yang kondusif dan mengetahui apa yang diperlukan supaya ekonomi bisa berkembang (Kompas 19/9/2014).
Untuk menjadi kekuatan ekonomi yang baru tentu kita harus mengenali dan memutus kendala yng menghambat pertumbuhan ekonomi kreatif, yakni: soal SDM terampil; akses ke infrastruktur dan teknologi; akses ke pembiayaan; akses ke pasar dan jaringan; kemampuan mengembangkan karya kreatif sebagai industri, bahan baku berupa SDA dan budaya, serta kelembagaan dan regulasi.
Kendala-kendala tersebut tentu dapat dihilangkan lewat koordinasi dengan kementerian atau lembaga lain. Umpamanya, menyangkut SDM terampil dapat berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga pendidikan. Hal yang sama patut dikembangkan dalam menghadapi persoalan pembiayaan, pasar dan jaringan, dan lain-lainnya. Yang tidak kalah pentingnya, tentu menyangkut kelengkapan infrastruktur, agar produk dan jasa ekonomi kreatif itu dapat dinikmati orang lain dengan lebih mudah dan lebih murah.
Masalah infrastruktur inilah rasanya yang paling utama ditangani. Tanpa itu, ide kreatif akan tetap terbenam dan tidak menjadi uang untuk meningkatkan kesejahteraan pelakunya. Oleh karena itu, patut kita dukung rencana pemerintah mendatang untuk menyediakan anggaran sekitar Rp 5.500 triliun untuk pengadaan infrastruktur.
Melihat beragam potensi ekonomi kreatif kita, terutama dengan 15 subsektornya, kita pun yakin, kontribusi sektor ini untuk PDB dapat ditingkatkan lebih dari 10 persen. Kabarnya, ekonomi kreatif Inggris menyumbang sekitar 17 persen untuk PDB. Tetangga kita pun, Korea Selatan, sudah membuktikan dahsyatnya ekonomi kreatif, menghela perekonomian negara itu. Tidak berlebihan bila kita menggantungkan harapan, kontribusi ekonomi kreatif sekitar 20 persen. Sumbernya berada di lebih dari 17.500 pulau, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Maka, tepat jualah kita menghamparkan ‘karpet merah” untuk ekonomi kreatif. ***