Kau Yang Mulai Kau Pula Yang Mengakhiri….

Loading

Oleh: Marto Tobing

Ilustrasi

Ilustrasi

POLEMIK kewenangan menangani kasus dugaan korupsi simulator SIM antara KPK dengan Polri belum juga berakhir. Koalisi LSM yang tergabung dalam Koalisi Penegak Citra Parlemen mendesak agar DPR membatalkan revisi UU KPK.

Presiden SBY diminta tidak mengirim wakilnya dalam pembahasan revisi UU KPK di DPR. Koalisi LSM menilai upaya DPR ini hanya untuk melumpuhkan KPK. Sebab dalam revisi itu antara lain kewenangan penuntutan akan dicabut dari KPK kemudian diserahkan kepada kejaksaan. “Kau yang mulai..kau pula yang mengakhiri,” teriak koalisi LSM itu menyindir Komisi III DPR.

Kembali soal kewenangan atas kasus simulator SIM dimaksud, pengamat Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra berpendapat, Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang memutus sengketa ini jika memang kedua lembaga tidak bisa kompromi lagi. Benar wewenang Polri diatur dalam UU Pasal 30 UUD 45 yakni untuk menegakkan hukum. Kewenangan KPK hanya didasari pada UU. Ini sesuatu yang menarik kalau masalah ini dibawa ke MK dan akan diputuskan siapa yang berwenang.

Kisruh penanganan kasus ini bermula sejak KPK menggeledah kantor Korlantas Polri di Jln. MT. Haryono akhir September 2012. Saat itu aparat pengatur lalu-lintas menghalangi tim KPK yang ingin membawa barang sitaan. Semakin kisruh ketika KPK menetapkan mantan Kakorlantas Polri Irjen Pol Djoko Susilo jadi tersangka korupsi simulator SIM senilai Rp 180 miliar.

Merasa kecolongan, Polri langsung bersikap juga sedang menangani kasus ini bahkan sudah menetapkan beberapa tersangka. Namun sebagai penegak hukum khusus menangani kejahatan luar biasa ini, KPK jalan terus. Lima perwira polisi dipanggil KPK sebagai saksi. Kelima perwira polisi itu Kombes Pol Budi Setyadi, Kompol Setia Budi, AKP Edith Yuswo Widodo, Suyatim PNS Polri dan Christianto swasta. Namun, seperti diketahui, saksi dari Korlantas Polri ini seringkali mangkir atas panggilan KPK.

Kemangkiran itu juga “ditiru” tersangka Irjen Pol Djoko Susilo dengan hanya mengirim tim pengacaranya Juniver Girsang dan Hotma Sitompul sekedar menyampaikan surat klien tidak bisa memenuhi panggilan KPK dengan alasan belum ada kejelasan siapa yang paling berwenang antara KPK atau Mabes Polri dan tak peduli permohonan yang diajukan ke Mahkamah Agung agar difatwakan siapa yang lebih berhak nyatanya juga tidak direspon.

Ketua MK Mahfud MD bahkan menilai perilaku nyata untuk melemahkan KPK telah terjadi secara sistematis dan berkelanjutan sejak masa Ketua KPK Antasari Azhar. “Jadi kalau kita ikuti alur sejarahnya tidak ada kesimpulan lain kecuali pelemahan KPK itu memang terjadi secara sistematris dan berkelanjutan,” tandas Mahfud MD menanggapi Tubas di ruang kerjanya di Gedung MK Jakarta, Selasa (2/10).

Menurut Mahfud, perilaku untuk melemahkan KPK terlihat sangat jelas. Tiga cara yang digunakan untuk melemahkan KPK terlihat dari cara memerangi UU yang diujikan ke MK lalu mengurangi forum pimpinannya dengan masalah legalitas pemimpin hingga merevisi UU-nya seperti saat ini.

Dengan mengujikan UU KPK ke MK berharap agar UU ini dinyatakan inskontitusional. Setidaknya hingga saat ini 14 perkara menyangkut hal itu untuk mengkerdilkan KPK. Tapi selama 14 kali itu juga MK menyatakan KPK sah dan harus didukung. Bukan hanya melalui MK, cara melemahkan KPK juga terlihat ketika persoalan mengenai legitimasi kepemimpinan.

Menurutnya sudah jelas dalam UU KPK menyebutkan kalau KPK itu dipimpin oleh 5 orang secara kolektif kolegial. Namun ketika Ketua KPK Antasari Azhar ditahan, Komisi III DPR menyatakan KPK sudah tidak memiliki legitimasi karena kolektif kolegialnya habis. “Ini cara membonsai KPK yang pertama. Menurut UU kalau seorang sudah tersangka harus diberhentikan, nah karena tinggal 4 orang pimpinan, maka DPR menyatakan KPK tidak boleh beroperasi lagi. Lalu saya bersama LBH mengingatkan 3 pimpinan masih bisa kolektif kolegial karena lebih dari separuh,” tutur Mahfud.

Upaya berkelanjutan menggembosi KPK terus berlangsung menyusul penarikan 20 penyidik asal Polri. Alasannya benar, karena habis masa tugas. Namun penggantinya belum juga diberikan Kapolri Jenderal Timur Pradopo.

“Kami belum menerima nama-nama yang dimaksud sebagai pengganti 20 penyidik asal Polri yang tidak diperpanjang lagi penugasannya sebagai penyidik di KPK,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi menanggapi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu (3/.10). Menurut Johan Budi mereka itu tidak langsung diterima. Tentu akan diseleksi. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS