Kebijakan Pemerintah Digerakkan Oleh Invisible Hand

Loading

images

Oleh: Fauzi Aziz

DALAM pemahaman secara umum, kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil pemerintah untuk mencapai tujuan. Tujuan dalam konteks ini berarti yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, baik dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan.

Goalnya adalah terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, serta damai dan sejahtera. Kalau konteksnya kita terapkan di bidang ekonomi, maka kerangka kebijakan ekonomi pemerintah yang dibuat harus diorientasikan kepada pencapaian tujuan tersebut. Kebijakan ekonomi harus mengacu kepada perintah konstitusi.

Menyimpang dari konstitusi, maka kebijakan tersebut in-konstitusional. Kalau ada produk kebijakan ekonomi yang pendulumnya dikendalikan oleh Invisible Hand, maka dapat diduga kuat juga in-kontitusional dan berpotensi korup karena proses dan keputusan yang diambil cenderung didikte oleh kelompok kepentingan.

Publik biasa menyebut mereka adalah para pemodal yang sangat berkepentingan dengan persoalan ekonomi di Indonesia. Ditengerai, permainan para invisible hand ini banyak memberikan pengaruh dalam pembuatan peraturan perundangan dan dalam pembuatan kebijakan ekonomi di Indonesia.

Konon terjadi pada penyusunan UU tentang Migas dan atas keputusan MK, UU tersebut telah diyudisial review karena tidak sesuai dengan konstitusi. Demikian pula mengenai UU tentang penanaman modal karena dinilai oleh MK bertentangan dengan semangat konstitusi, juga telah diyudisial review. Barangkali masih ada contoh-contoh lain. Dan bila publik menemukannya, maka masyarakat berhak mengajukan upaya yang sama ke MK untuk melakukan upaya yudisial review atas berbagai peraturan perundangan yang ditengarai bertentangan dengan UUD 1945.

Kita bisa bayangkan jika semua produk kebijakan dikendalikan oleh invisible hand apa jadinya negeri ini. Jika benar terjadi para kelompok kepentingan yang mengendalikan dan melakukan campur tangan dalam pembuatan kebijakan, maka arah atau tindakan pemerintah untuk mencapai tujuan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menjadi tidak lurus dan menyimpang.

Menjadi Urusan Pribadi

Dalam situasi demikian, dapat dianggap urusan negara telah bergeser menjadi urusan privat. Pemerintah kehilangan “kedaulatannya” dalam pengambilan keputusan penting sehingga kepentingan orang banyak “dikorbankan”. Pemerintah akan kehilangan wibawanya di mata public dan kehilangan kredibilitas. Bahkan yang paling buruk adalah hilangnya kepercayaan kepada pemerintahnya karena keputusan yang bersifat strategis dan penting bagi kepentingan orang banyak telah “dijarah” oleh pemodal ketika kasusnya terjadi dalam pembuatan kebijakan ekonomi.

Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya menjadi dikuasai segelintir pemodal, baik asing maupun domestik karena pemerintahnya sudah dipengaruhi, disogok, disuap dengan berbagai alat pemuas nafsu kehidupan yang bersifat duniawi. Kebijakan ekonomi yang disandera oleh invisible hand berarti kekayaan bangsa Indonesia menjadi tergadai dan celakanya yang menjadi jaminan adalah tangan-tangan emas penguasa di negeri ini yang dengan ringannya menorehkan tanda tangan pada keputusan yang akan diambil.

Kredibilitas kebijakan ekonomi sangat dipengaruhi oleh idiologi ekonomi yang dianut. Jika idiloginya liberal dan neolib, kebijakan ekonomi yang dihasilkan pasti pro pemilik modal. Bila idiologinya adalah pragmatis transaksional, maka setiap kebijakan ekonomi yang dihasilkan pasti akan sarat dengan perilaku KKN dan ujungnya yang menjadi pemenang adalah para pemodal yang kerjanya berburu rente mendapatkan berbagai konsensi guna menguasai berbagai sumber daya ekonomi berada dalam genggamannya.

Kemiskinan di negeri ini terjadi karena kebijakan ekonominya tidak bersifat inklusif akibat produk kebijakan ekonominya dibuat dengan pertimbangan pragmatis yang cenderung sejak prosesnya telah dikuasai oleh kaum elit guna memperjuangkan kepentingan kelompoknya sendiri dan kroninya dengan mengorbankan kepentingan rakyat.

Persekongkolan

Praktek crony capitalism di negeri ini tumbuh subur karena ada persekongkolan dalam setiap pembuatan kebijakan. Kita berharap Indonesia harus bisa membebaskan diri dari jeratan dan jebakan praktek kerja invisible hand yang cenderung arogan dan tamak karena usahanya merasa didukung penguasa yang berfikir pragmatis, ketimbang lebih banyak berfikir secara idiologis.

Masyarakat dengan logikanya sendiri telah semakin berani menyampai kan sikapnya secara terbuka bahwa masyarakat kelas menengah bawah khususnya dibuat menderita karena korupsi, penindasan dan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang “buruk”.

Masyarakat merasa dikepung oleh sistem yang korup dan harus dibongkar. Oleh sebab itu,tidak heran kalau dukungan masyarakat dari berbagai kalangan terhadap KPK makin menguat karena tidak ingin negerinya menjadi negara gagal akibat praktek korupsinya makin merajalela. Berkaitan dengan berbagai fenomena yang terus berkembang di masyarakat,maka hanya ada satu harapan bahwa kebijakan ekonomi harus dibebaskan dari pengaruh invisible hand.

Tujuannya agar setiap kebijakan ekonomi pemerintah dapat mendatangkan berkah bagi seluruh rakyat. Terlalu fokus pada aspek pertumbuhan dan kapitalisasi nilai aset yang terjadi malah kesenjangan antara si kaya dan si miskin kian melebar, yang ditandai dengan angka gini ratio tinggi, yakni 0,41.

Ke depan kita harapkan pemerintah makin kredibel dan akuntabel dan responsif terhadap aspirasi warga dan segenap anak bangsa dapat ikut memanfaatkan setiap peluang ekonomi yang ada. Kasus di Jakarta soal reklamasi harus menjadi pelajaran semua pihak. Kalau tidak mau dituduh kebijakan ekonominya dimain kan oleh invisible hand. (penulis adalah pemerhati masalah ekonomi dan industri).

 

CATEGORIES
TAGS