KEK Sei Mangkei Tertunda, Kerugiannya Rp 2,5 Triliun

Loading

271114-ekbis-2

SEI MANGKEI, (tubasmedia.com) -Tertundanya pengoperasian Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Sumatera Utara, diprediksi mempunyai potensi kerugian sebesar Rp 2,5 triliun. Penyerapan tenaga kerja langsung sebanyak 350 orang juga akan tertunda, demikian halnya dengan ribuan tenaga kerja tak langsung.

“Penundaan operasional KEK Sei Mangkei dari target awal, kami perkirakan potensi kerugiannya mencapai Rp 2,5 triliun,” kata Pengamat Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) Wahyu Pratomo, Kamis (27/11). Selain itu, kata dia, dampak penundaan pengoperasian KEK Sei Mangkei juga akan menghambat terserapnya tenaga kerja tidak langsung yang diperkirakan mencapai 800–1.200 orang.

Pasalnya, operasional KEK Sei Mangkei diperkirakan mampu menciptakan lapangan kerja sebanyak 2–3 kali dari kebutuhan tenaga kerja langsung, sekitar 350–400 orang. Artinya, ucap Wahyu, kerugian sebenarnya bisa lebih besar karena investor mengalami kerugian dari dua sisi, yaitu kehilangan pendapatan dan juga biaya operasional yang telah dikeluarkan.

Belum lagi jika ditambah dengan efek multiplier penerimaan masyarakat jika perusahaan beroperasi. Perhitungan kerugian sendiri, lanjutnya, adalah nilai produksi per hari dikalikan waktu keterlambatan. Sehingga terlihat besaran opportunity cost Unilever jika terlambat beroperasi.

Menurut dia berdasarkan data investor di KEK Sei Mangkei yaitu PT Unilever Oleochemical Indonesia (UOI) yang siap berproduksi pada Desember 2014, perhitungan kerugian mencakup beberapa aspek.

Pertama, dengan investasi Rp 1,45 triliun PT UOI berencana menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 400 orang. Artinya, penundaan tersebut berakibat pada tertundanya lapangan kerja bagi 400 orang tersebut.

Kedua, keterlambatan produksi PT UOI juga mengakibatkan tertundanya investasi di sektor hilir dan hulu yang diperkirakan senilai US$ 80 juta atau setara Rp 960 miliar (US$ 1 = Rp12.000,-).

Ketiga, tertundanya KEK Sei Mangkei akan merugikan masyarakat sekitar yang sudah melakukan investasi pada penyediaan fasilitas perumahan dan pendukungnya bagi karyawan. Hal ini karena masyarakat di sekitar KEK Sei Mangkei telah memiliki respon positif dengan membangun rumah sewa dan restoran serta penyediaan kebutuhan angkutan karyawan.

Selama proses pembangunan pabrik UOI saja, perekonomian masyarakat sekitar telah tumbuh positif dan pendapatan meningkat, apalagi jika dilanjutkan dengan operasional UOI yang telah direspon positif oleh masyarakat di Kabupaten Simalungun, Kabupaten Asahan, dan Pematang Siantar.

Menurut Wahyu, kesiapan produksi PT UOI sangat tergantung pada kesiapan infrastruktur di kawasan. Diantaranya, jalan, daya listrik dan jaringannya, pengolahan limbah dan jaringannya, serta pengolahan air bersih dan jaringannya. “Bila kawasan belum siap beroperasi, diperkirakan produksi perdana PT UOI juga akan tertunda,” ungkap Wahyu. Sebagian besar atau sekitar 90% produksi PT UOI ditujukan untuk ekspor. Bila produksi tertunda, katanya, berarti potensi pendapatan ekspor juga tertunda.

Selain itu, tambah Wahyu perusahaan yang membutuhkan produk dari UOI bisa berpindah ke pemasok lain sehingga PT UOI terancam tidak bisa menjual produk ke perusahaan tersebut. “Implikasi lanjutannya akan berimbas pada tidak optimalnya peningkatan PDRB baik di Simalungun dan Sumatera Utara. Sebab, dengan investasi Rp 2,5 triliun, secara langsung akan berkontribusi pada PDRB Simalungun sebesar 40% dan PDRB Sumatera Utara sebesar 1,8%. Tentu saja dampaknya akan lebih besar lagi bila dihitung dampak secara tidak langsung, serta dampak bila ada investor lain yang telah masuk ke KEK Sei Mangkei,” ujarnya

Agar potensi kerugian tersebut tidak terjadi, tambah Wahyu seluruh instansi yang terkait pengembangan KEK Sei Mangkei, di antaranya PT Perkebunan Nusantara III, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun, Dewan Kawasan KEK Provinsi Sumatera Utara, dan Sekretariat Dewan Nasional KEK harus bekerja cepat menyelesaikan persoalan yang menghambat pengoperasian KEK Sei Mangkei. (angga)

CATEGORIES
TAGS