Kekuatan Spirit Gender dalam Rumah Tangga

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Linda AS Gumelar

JAKARTA, (Tubas) – Dari berbagai peristiwa, persoalan perempuan dan anak-anak menjadi bagian besar permasalahan keluarga, masyarakat dan bangsa. Kematian ibu, kematian anak, gizi buruk, tuberculosis, HIV/AIDS, keamanan tenaga kerja wanita (TKW), trafficking, kehamilan remaja, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), obat-obatan berbahaya, dan lain-lain, semua itu tidak lepas dari hubungan gender, yaitu relasi dan posisi laki-laki dan perempuan di dalam keluarga sebagai satuan terkecil dalam masyarakat dan bangsa.

Hal itu dikatakan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Linda AS Gumelar, S. IP dalam kata sambuatannya yang dibacakan oleh Deputinya pada seminar “Pemberdayaan Gender” dan sekaligus peluncuran buku Gender Skateboard” yang diselenggarakan di Centre Park BRI II Graha Kenisah, Jakarta, Selasa (23/8) lalu.

Buku berjudul Gender Skateboard, Kekuatan Spirit Gender dalam Rumah Tangga setebal 268 halaman itu ditulis oleh Dr Erna Surjadi, PhD, Direktur Yayasan Gender Harmony dan Ketua STISIP “WIDURI” dan diterbitkan oleh PT Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Seminar dan peluncuran buku tersebut dihadiri oleh 150 peserta dari instansi pemerintah lain juga, seperti dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal serta Kowani dan Civitas Academica STISIP “WIDURI” dan undangan lainnya.

Menneg PP & PA selanjutnya mengatakan, permasalahan utama gender adalah belum dipraktikannya hubungan relasi dan posisi gender yang setara dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa sehingga banyak perempuan yang tidak memiliki sumber daya yang sepadan dengan beban yang ditanggungnya dalam mengelola kehidupan keluarga.

Dalam berbagai hal, peran budaya patriarki yang menomorsatukan laki-laki telah memberikan imbas negatif terbanyak dalam hubungan relasi dan posisi perempuan dan laki-laki, padahal pemerintah memberikan hak yang sama kepada setiap warga negaranya sebagaimana dinyatakan UUD 1945 dan diharapkan dapat dibangun keharmonisan hidup di dalam keluarga, masyarakat dan bangsa.

Sementara itu, penulis buku tersebut, Dr Erna Surjadi mengatakan, perempuan memang tidak sama dengan laki-laki; hubungan antara laki-laki dan perempuan tidak sesederhana yang duiucapkan. Sesuai makna gender, ekspektasi relasi dan posisi antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya sepanjang masa, bahkan secara turun temurun dibentuk oleh masyarakat.

Dikatakan, gender selalu terkait dengan laki-laki dan perempuan, bukan salah satu di antaranya walaupun kita tahu sampai kini kondisi perempuan ‘masih tertinggal’ dari laki-laki. Sebab itu, perjuangan gender adalah upaya menyetarakan relasi dan posisi laki-laki dan perempuan (gender equality) untuk mendapatkan keadilan bagi laki-laki dan perempuan (gender equity) di berbagai bidang kehidupan.

Dikemukakan, modernisasi telah membuka peluang dan akses kepada manusia, dan seyogianya menjadi batu loncatan keluarga, namun tidak semua dapat menikmati manfaat dan memiliki control atasnya. Pasangan adalah suatu resultante moment, belum tentu menghasilkan resultante force. Gender skateboard merupakan hal-hal yang disepakati untuk kemajuan dan kebahagiaan keluarga. Di sini ditawarkan basis sebuah selancar (skateboard) sebagai alat pemersatu gender yang mengokohkan hubungan suami istri bagi produktivitas keluarga menuju impian masa depan.

Ditambahkan, buku Gender Skateboard ini ditulis menyusul terbitnya dua buku seri terdahulu, yaitu Gender Harmony (Desember 2010) dan Bagaimana Mencegah KDRT (Maret 2011). Namun ketiga judul itu bukan menunjukkan urutan, bisa dibaca yang satu terlepas dari buku yang lain, meskipun dalam penulisannya, ada perkembangan proses dan waktunya.

Sementara itu, makalah Prof Dr Meutia Hatta untuk buku dan pengantar talkshow berjudul “Membangun Spirit Gender dengan Semangat Sumpah Pemuda” yang dibacakan oleh adiknya Gemala Hatta mengatakan, kini 83 tahun setelah Sumpah Pemuda, dan setelah 66 tahun merdeka, penduduk Indonesia yang berjumlah 237 juta dan separuhnya adalah perempuan, harus menjadi bangsa yang berdaya, dengan memberdayakan penduduk, laki-lakimaupun perempuan.

Dikatakan, prinsip kesetaraan dan keadilan gender akan tercapai apabila sudah terjadi harmoni gender dalam kehidupan rumah tangga, dalam masyarakat dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sedangkan Deputi Ekonomi KPDT Drs Yoltuwu Johozua Max mengatakan, kemiskinan di daerah teringgal, terutama di wilayah Indonesia bagian timur, sangat kelihatan di kalangan perempuan, selain karena ketidaksetaraan gender, tapi juga karena daerah itu memang masih bergelimang kemiskinan. Kesetaraan gender menjadi kata kunci untuk maju bersama meraih kesejahteraaan bersama, mulai dari rumah tangga, masyarakat, bangsa dan negara, katanya. (apul)

CATEGORIES
TAGS