Site icon TubasMedia.com

Kemenperin Gencar Mensosialisasikan Pemakaian Produk Dalam Negeri

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus gencar mensosialisasikan pemakaian produk dalam negeri kepada masyarakat. Dorongan pemerintah melalui Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) juga diharapkan mampu menggerakkan masyarakat untuk mencintai dan memakai produk-produk dari dalam negeri.

Salah satu upaya yang dilakukan Kemenperin adalah dengan mengenalkan hasil karya anak bangsa kepada para pengguna potensial dan masyarakat luas, agar semakin dekat dengan produk-produk unggulan tersebut.

“Kami menggunakan istilah ‘melokal’ agar Program P3DN lebih mudah diterima oleh masyarakat. Pesan utamanya adalah bahwa produk dalam negeri tidak kalah kualitasnya dari produk asing,” ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kris Sasono Ngudi Wibowo dalam kegiatan Melokal – Majukan Industri Nasional di Jakarta, Kamis lalu (26/1).

Kegiatan tersebut menghadirkan pendiri M Bloc Space, Pos Bloc dan Filosofi Kopi, Handoko Hendroyono serta pendiri jenama batik Dama Kara, Nurdini Prihastiti. Forum ini juga dihadiri berbagai kalangan, di antaranya pegiat komunitas dan para influencer di media sosial.

Kris menyampaikan, P3DN merupakan program yang dijalankan untuk mengoptimalkan pembelian Produk Dalam Negeri (PDN) oleh instansi pemerintah, BUMN dan BUMD.

Namun begitu, kampanye penggunaan produk lokal terus digaungkan agar dapat menyentuh masyarakat hingga ke level individu. Sebagai contoh, Kemenperin menginisiasi aksi “Rabu Melokal” agar para pejabat dan pegawai Kemenperin bersemangat menggunakan berbagai produk dalam negeri secara maksimal.

“Karenanya, kami juga meminta dukungan komunitas-komunitas dan para influencer untuk menyuarakan bahwa penggunaan produk lokal itu penting,” ujar Kepala Biro Humas Kemenperin.

Dalam kesempatan tersebut, Handoko Hendroyono membagikan pengalamannya dalam membangun jenama atau merek lokal. Ia menjelaskan bahwa saat ini telah terjadi perubahan nilai jenama lokal menjadi berbasis komunitas dengan kesadaran akan hulu-hilir dari jenama-jenama tersebut. Karenanya, perlu inovasi dan kekuatan berkisah untuk membangun sebuah jenama agar bisa melekat di masyarakat.

Branding ini tidak harus diprioritaskan untuk bisa ditangkap oleh orang asing, tapi harus lebih menyasar lokal,” ujarnya.

Sementara itu, pendiri Dama Kara, Nurdini Prihastiti menyampaikan, dirinya memilih berkecimpung di bidang batik karena ingin menangkap peluang dari pasar batik yang begitu besar, dengan ekspor mencapai Rp7,6 Triliun.

Ia sekaligus dapat mewujudkan idealismenya dengan menciptakan produk yang dalam prosesnya dapat bercerita tentang makna mencintai diri dan sekitar. Produk yang dihasilkan Dini saat ini berusaha memenuhi kebutuhan akan pakaian yang serba guna dan nyaman untuk aktivitas keseharian. (sabar)

Exit mobile version