Kementan, Kemendag, Ngapain Aja Kalian?

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Ilustrasi

Ilustrasi

MANAJEMEN supply dan demand untuk kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat banyak, patut digugat karena memilukan. Kasus terakhir yang lagi hangat adalah soal kelangkaan pasokan bawang yang berakibat naiknya harga komoditas tersebut di hampir di seluruh tanah air.

Zaman sudah berubah, sistem informasi sudah makin canggih berbasis informasi teknologi, tapi mengapa bawang pasokannya terhambat tidak diketahui, siapa yang patut ditanggung gugat atas kejadian yang memalukan dan memilukan ini. Tidak lain karena hal ini berkaitan dengan masalah kebijakan publik, yang patut digugat adalah pemerintah cq Kementrian Pertanian, sebagai institusi pemerintah yang bertanggungjawab.

Mengapa kementrian ini yang layak digugat? Jawabnya, karena lembaga ini dari awal sudah tahu bahwa pasokan bawang dari dalam negeri hanya mampu 5% dan sisanya 95% dipenuhi dari impor, tata cara impornya dibuat ruwet yang harusnya dipermudah, walau hal itu bukan wewenang Kementan tapi Kemendag.

Kalau di Jepang ada kejadian yang merugikan rakyat, menterinya bisa harakiri. Di negara lain menterinya mengundurkan diri karena malu tidak berhasil malaksanakan tugasnya dengan baik. Keluar masuknya dana ke Indonesia saja oleh otoritas moneter dapat dimonitor dengan baik dan real time, begitu pula naik turunnya kurs mata uang rupiah terhadap mata uang asing secara real time juga terekam dengan tepat.

Gejala dan pergerakannya dari waktu ke waktu terikuti dengan cermat dan penyebabnya juga bisa dirumuskan dengan tepat. Remedynya dengan demikian sudah dapat diantisipasi dari awal sehingga dampaknya yang bisa merugikan dapat dicegah. Artinya early warning dalam pengelolaan kebijakan moneter berfungsi dengan baik.

Kalau sistem early warning di Kementan dan Kemendag bekerja dengan baik, logikanya kelangkaan pasokan bawang tidak akan terjadi. Patut diduga sistem ini tidak jalan dan atau malah jangan-jangan memang tidak ada. Yang ramai kita baca di berbagai media katanya dua institusi itu malah saling menyalahkan atas kejadian hilangnya pasokan bawang dari peredaran.

Yang sibuk malah lebih asyik mengurusi soal administrasi impor dan melayani para “rent seeker” impor bawang. Padahal kondisi di lapangan sudah berdarah-darah. Tanpa harus sidak ke pasar, tanpa harus melakukan investigasi, anak kecilpun tahu harga bawang di pasar naik setinggi langit.

Belajarlah ke otoritas moneter bagaimana membangun sistem early warning yang baik dan efektif. Sekalian ditanyakan berapa biaya yang diperlukan untuk membangun sistem early warning untuk memantau pergerakan pasokan dan permintaan bawang dan produk pertanian pada umumnya.

Kementan dan Kemendag harusnya bisa membangun sistem early warning pangan nasional. Dana APBN-nya bisa digunakan sebagian untuk mengembangkan sistemnya dan melatih SDM-nya. Apa lacur, nasi sudah menjadi bubur, tapi sebagai rakyat patut kecewa karena profesionalisme SDM di dua kementrian tersebut belum siap mengelola sistem early warning.

Pangan itu komoditas yang sensitif dan mudah menjadi isu politik di negara manapun. Oleh sebab itu bangun dan kembangkan sistem early warning yang berkualitas dan ditangani secara profesional dan real time. Tapi khusus terkait dengan masalah bawang yang terjadi saat ini, opini ini cenderung untuk mengambil kesimpulan bahwa kejadiannya disebabkan sistem early warning di Kementan dan Kemendag tidak berfungsi dengan baik.

Semoga ke depan kita tidak akan ketemu lagi dengan persoalan yang sama di komoditi lain. Birokratnya nampak lebih senang mengerjakan pekerjaan yang bersifat administrasi ketimbang bekerja untuk menangani masalah isu dan analisis kebijakan. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS