Kenapa Fungsi Pengorganisasian tak Mendapat Perhatian?

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

 

DALAM satu siklus manajemen pembangunan,  fungsi pengorganisasian nyaris tidak mendapatkan perhatian dengan baik, dibanding dengan fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Mungkin kita berpendapat bahwa pengorganisasian sudah tertata  dalam satu struktur kelembagaan yang sudah ada yang mengemban tugas pokok dan fungsi pemerintahan dan pembangunan, khususnya pada lembaga publik milik pemerintah.

Secara administratif dan teknis fungsi pengorganisasian memang bisa dibentuk sesuai kebutuhan. Tapi saking tenggelam dalam persoalan administrasi dan teknis, fungsi pengorganisasian menjelma menjadi sosok yang penuh dengan urusan kekuasaan dan  kewenangan, khususnya di lingkungan organisasi pemerintahan, sehingga pola kerjanya menjadi bersifat “EKSKLUSIF”  di masing-masing sektor. Eksklusifitas ini dibentuk melalui undang-undang yang spektrumnya secara sadar atau tidak terbentuk “imperium” yang sifat kepentingan sektornya menguat.

Ketika konsep pengorganisasian  konteksnya dikonstruksikan ke dalam  sistem pembangunan yang dalam hubungan ini berfokus pada masalah industrialisasi, maka lanskap pengorganisasian semacam itu menjadi faktor penghambat secara struktural pembangunan industri di negeri ini. Padahal sistem industri membutuhkan ekosistem yang bersifat INKLUSIF dan perlu penanganan yang bersifat in the one direction dalam satu sistem manajemen pembangunan baik yang berlangsung pada level strategis maupun pada level taktis dan operasional.

Mengapa harus demikian? Paling tidak ada tiga alasan fondamental yang menjadi pertimbangan, yakni : 1). Industrialisasi selalu melibatkan secara inklusif peran pemerintah, dunia usaha, pendidikan dan masyarakat.

2). Industrialisasi bersifat lintas sektor dan lintas wilayah, sehingga pada dasarnya pembangunan industri yang secara esensial bersifat INKLUSIF tidak  bisa dikrangkengi oleh sistem administrasi negara/administrasi pemerintahan yang kaku karena alasan adanya kekuasaan dan kewenangan yang melekat pada sebuah lembaga publik, baik di pusat maupun di daerah.

3).Konsep supply chain atau industrial network sangat memerlukan ekosistem yang mampu menciptakan sistem logistik, sistem produksi, dan sistem distribusi yang efisien, sehingga diperlukan sistem manajemen, khususnya sistem pengorganisasian yang in the one direction.

Upaya ini diperlukan agar investor tidak berurusan dengan persoalan tetek bengek dari A sampai Z yang utamanya pada aspek penyediaan prasarana industrialisasi. Menurut penulis, beban investor atau para enterpreneur acapkali mengambil sikap wait and see untuk untuk berinvestasi mbangun industri karena seluruh cost recovery-nya harus dipikul sendiri.

Mari kita telaah secara cermat ketika kita fahami apa yang tersurat dan tersirat dalam UU nomor 3/2014 tentang perindustrian. Satu hal dapat dicatat bahwa UU ini bersifat sektoral.

Tapi konten dan konteksnya mengakomodasi kebutuhan yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah sehingga UU ini sejatinya dapat disebut sebagai UU mengenai sistem industri.

Karena itu, dengan penuh kesadaran bahwa pembangunan industri tidak bisa dilakukan sendiri oleh kemenperin.Dan kanalisasinya dicoba dengan cara perlu dibentuk Komite Industri Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 112 UU nomor 3/2014 tentang perindustrian. Artinya secara sistem kelembagaan mbangun industri di Indonesia sangat membutuhkan sistem pengorganisasian yang in the one direction, on stop service dan berada dalam satu rentang kendali pengawasan dan pengendalian agar rencana pembangunan industri nasional dapat dieksekusi sesuai daftar skala prioritas.

Memang sekarang sudah ada online single submission, ditambah lagi ada tax holiday dan tax allowance, tapi ini baru dalam ranah perizinan, dan fasilitas.  Izin dan fasilitas penting sebagai legalitas dan insentif  usaha.

Tapi penyiapan landasan pacu dalam satu zonasi dengan kualitas yang baik jauh lebih penting karena angsa-angsa terbang yang membawa modal dan teknologi membutuhkan tempat pendaratan yang aman, nyaman dan kompetitif.

Landasan pacu tersebut tidak bisa diserahkan kepada calon investor industri karena mereka tidak menghitung IRR dan profit marginnya  sampai menjangkau ke tahap penyiapan landasan pacu tersebut. Karena itu, membangun landasan pacu untuk siap dioperasionalkan  agar angsa-angsa terbang tadi mau landing dan menjalankan fungsi produksi dan distribusi barang dan jasa menjadi tanggung jawab pemerintah cq Komite Industri Nasional.

Semak Belukar

Sekarang ini landasan pacunya baru berupa kapling belukar. Ketika diobservasi dari ketinggian tertentu menggunakan drone oleh calon investor, maka tanpa berpikir panjang, angsa-angsa terbang tadi berputar haluan dan akhirnya landing di Vietnam, Thailand atau di negara lain karena tempat pendaratannya masih berupa semak belukar.

Tantangan industrialisasi di Indonesia menjadi bersifat komplek ketika berada di lapangan, meskipun perencanaan nasionalnya sudah sedemikian rupa. Karena itu , pengorganisasian di lapangan untuk menyiapkan landasan pacu dan tempat pendaratan bagi angsa-angsa terbang  yang membawa modal dan teknologi perlu dibangun oleh pemerintah.

Keluarkan PERPPU bila perlu untuk membentuk Komite Industri Nasional agar kita tidak tertatih-tatih  mewujudkan mimpi besar Indonesia untuk menjadi negara industri maju pada tahun 2030.

Dalam konteks pengorganisasian industrialisasi, maka ada dua hal yang perlu diputuskan yakni pembentukan Komite Industri Nasional, dan pembentukan Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia sebagai padanan dari  Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang sudah ada sebelumnya.

Bersiap diri menuju output ekonomi yang besar pada tahun 2030 sebesar USD 5,4 triliun  butuh investasi, perlu industri pengolahan yang kompetiif dan pangsa pasar ekspornya meluas. Pengorganisasian industrialisasi bersifat mendesak dan jika kita tetap terjebak pada fragmentasi kebijakan dan progam industrialisasi dengan cara pengorganisasian seperti yang sekarang berjalan hanya akan membuang percuma sumber daya yang kta miliki karena alokasinya sangat fragmentatif akibat dibiarkan tidak terorganisir.

Akibatnya, membangun industri di negeri menjadi cenderung mahal dan respon menjadi wait and see adalah bukan kesalahan investor. Inilah barangkali progam penyesuaian struktural yang harus dilakukan oleh pemerintah dan progam ini sudah sangat mendesak.

Kita tidak mau terjebak stuck in the midlle, tidak pula untuk menjadi net importer barang dan jasa sehingga neraca transaksi berjalan nasional selalu defisit cenderung permanen yang pada akhirnya nilai tukar rupiah lunglai tak berdaya. (penulis adalah pemerhati masalah ekonomi dan industri)

 

 

CATEGORIES
TAGS