Kesejahteraan Harga Mati

Loading

Oleh: Fauzi Azis

ilustrasi

ilustrasi

SEMUA pemimpin dunia di negeri manapun dan janji para calon pemimpin bangsa di negara manapun selalu menawarkan gagasan bagaimana cara membuat rakyatnya hidup sejahtera dan makmur ketika mereka nanti berada di tampuk kekuasaan. Indonesia dengan jumlah penduduk yang sudah mencapai seperempat miliar jiwa tidak luput menjadi obyek kebijakan dari rezim yang berkuasa.

Kalau tidak bisa mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran, berarti rakyatnya akan menderita dan terperangkap dalam jurang kemiskinan. Bagi para pemimpinnya yang berkuasa pasti akan menyandang label sebagai pemimpin gagal. Oleh sebab itu kesejahteraan dan kemakmuran adalah harga mati. Ada resiko politik, ada pula resiko sosial yang harus dibayar sebuah negara jika gagal menghantarkan rakyatnya hidup sejahtera dan makmur.

Amuk masa bisa menjadi tontonan hari-hari kalau rezim yang berkuasa berbuat dzalim dan hanya memikirkan dirinya, keluarga dan kelompoknya ketika berkuasa. Politik kalau dikelola dengan cara salah hampir pasti akan mendatangkan bencana dan gejolak di masyarakat. Perpecahan di kalangan masyarakat sangat potensial menjadi ledakan setiap saat karena para elitnya gagal memberikan pendidikan politik yang baik kepada para pendukungnya.

Kita bisa mengambil contoh ekstrim apa yang terjadi di Mesir. Negeri ini bergejolak nyaris tanpa henti karena rakyatnya dizalimi pemimpinnya. Mesir dalam kurun waktu yang panjang dikuasai sekelompok elit politik yang hanya memikirkan perutnya dengan mengorbankan kepentingan rakyat.

Rakyatnya diorganisir segelintir orang hanya untuk membangun kemakmuran bagi para penguasa. Indonesia tentu tidak sama dengan mesir, namun jika pemimpin kita tidak berhasil menciptakan lingkungan politik yang sehat untuk bisa memberikan kesempatan bagi rakyat untuk hidup sejahtera dan makmur, negeri ini bisa saja mengalami peristiwa serupa.

Rakyat hanya “dimanfaatkan” untuk sekedar memberi rasa aman untuk “merampok”kekayaan negara. Padahal seharusnya justru rakyat yang harus dididik mengoptimalkan talenta, kecerdasan dan kualifikasi pendidikan sehingga mampu mengkapitalisasi aset pribadinya untuk membangun kesejahteraan seluruh keluarganya.

Jelang pilpres kita banyak disuguhi realitas politik kejar tayang. Pagi sore siang malam, lupa anak isteri saling bertemu hanya sekedar membicarakan dukungan dan bagi-bagi kekuasaan. Apa di balik itu ada maharnya atau tidak hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Rakyat hanya bisa menduga-duga saja sambil geli melihat fenomena politik jelang pilpres. Rakyat Indonesia bukan masyarakat pemalas. Kita adalah bangsa yang punya etos dan budaya kerja yang baik untuk bisa mengubah nasib hidupnya.

Contoh sederhana ketika sosok anak jalananan tukang ngamen, kemudian ada kesempatan ikut Indonesian Idol karena mereka percaya diri punya bakat, maka dia berhasil meraih prestasi gemilang di ajang itu dan sekarang sosok itu bisa hidup sejahtera dan menjadi penyanyi kesohor di Indonesia.

Dari contoh hanya sekedar ingin menunjukkan jika pemerintah dapat menangkap fenomena yang hidup di tengah rakyatnya dan mampu menyediakan media yang tepat untuk mengembangkan kemampuan rakyat berdasarkan talentanya, maka berarti pemerintah sudah berada pada jalur yang benar untuk membukakan jalan menuju kehidupan yang lebih sejahtera bagi rakyatnya.

Kita berharap kepada pemerintah yang akan datang siapapun presiden dan wakil presidennya mampu membuat strategi dan kebijakan pembangunan yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya dan diselenggarakan dengan prinsip tata kelola yang baik. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS