Ketergantungan Impor Bukan Sebab Tapi Akibat

Loading

Logo Logo

Oleh: Fauzi Aziz

DI era globalisasi, impor adalah keniscayaan. Negara manapun di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang tidak ada yang tidak akan mengimpor barang dan bahan untuk menggerakkan ekonomi negaranya masing-masing. Globalisasi telah menyebabkan terjadinya ketergantungan di antara seluruh negara di dunia.

Apa yang terjadi di AS, atau di negara besar lain seperti Tiongkok, Uni Eropa dll pasti akan berpengaruh terhadap perekonomian negara mitra dagangnya. Dalam perdagangan internasional hanya ada dua kegiatan utama yang berlangsung dari abad lampau hingga kini yang tidak pernah berubah yakni kegiatan ekspor dan impor.

Sampai abad kapan pun kegiatan ekspor dan impor akan tetap ada dan akan tetap berlangsung. Pemahaman ini penting dimengerti oleh pembuat kebijakan ekonomi dan oleh publik pada umumnya. Neraca perdagangan posisinya akan menjadi surplus atau defisit tergantung dari kebijakan ekonomi yang ditetapkan.

Ada tiga kebijakan ekonomi dan satu kebijakan bisnis yang terkait langsung, yakni kebijakan investasi, kebijakan industri, kebijakan perdagangan dan kebijakan bisnis di tingkat korporasi. Keempatnya adalah yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi Indonesia secara fondamental sepanjang sinkronisasi dan koordinasi keempat instrumen kebijakan tersebut efektif.

Dalam sistem perdagangan internasional di era globalisasi yang dipentingkan setiap negara adalah surplus neraca perdagangan dimana nilai ekspor selalu lebih besar dari nilai impor. Kondisi ini bisa terjadi bila daya saing ekonomi nasional tinggi. Dan ini bisa terjadi bila kebijakan ekonomi yang dibuat bersifat pro-pasar atau pro-bisnis.

Kalau membangun daya saing menjadi tujuan kebijakan, maka keempat instrumen kebijakan tersebut harus menjawab kebutuhan peningkatan daya saing. Dalam konteks yang demikian, problem industrialisasi dan perdagangan internasional, masalah pokonya bukan karena Indonesia mengalami ketergantungan impor yang tinggi.

Yang sejatinya dialami oleh Indonesia adalah pada dua area besar, yakni rendahnya efisiensi dan produktifitas yang berakibat daya saingnya rendah. Ketika kita membaca neraca perdagangan atau neraca transaksi berjalan mengalami defisit, kesimpulan umumnya adalah Indonesia mengalami ketergantungan impor. Ini tidak salah tetapi tidak tepat. Yang tepat adalah Indonesia mengalami problem besar dalam hal daya saing yang ini terjadi akibat efisiensi dan produktiftas yang rendah.

Jadi istilah ketergantungan impor sejatinya hanya akibat, yakni karena daya saing ekonomi Indonesia rendah. Jangan di balik pemahamannya bahwa ketergantungan impor adalah faktor penyebab rendahnya daya saing ekonomi nasional. Industrialisasi mempunyai misi utama adalah untuk meningkatkan efisiensi produksi dan meningkatkan produktifitas agar daya saingnya tinggi.

Peningkatan nilai tambahpun harus dilaksanakan dalam satu koridor yang sama, yakni nilai tambah yang dihasilkan di dalam negeri harus diproses melalui satu proses yang efisien dan menghasilkan produktifitas yang tinggi. Apalah artinya nilai tambah tinggi kalau prosesnya tidak efisien dan produktifitasnya rendah sehingga ketika diekspor barangnya tidak laku dijual di pasar global akibat daya saingnya rendah sehingga kalah bersaing dengan produk sejenis yang dihasilkan negara lain.

Fenomena ini harus diluruskan agar pemahaman kita menjadi seimbang ketika kita melihat dinamika ekonomi di dalam negeri yang kini sedang terus berjalan. Pastikan bahwa Indonesia mengalami problem besar, dimana daya saingnya rendah, sehingga neraca perdagangan/neraca transaksi berjalannya selalu cenderung mengalami ancaman defisit.

Deregulasi ekonomi kita harapkan dapat menjadi solusi bagi perbaikan daya saing ekonomi nasional. Namun jika hasilnya tidak mengakibatkan terjadinya efisiensi dan peningkatan produktifitas sistem ekonomi nasional dan sistem industri nasional, maka deregulasi tersebut dianggap tidak tepat sasasaran dan karena itu patut dievaluasi.

Apalagi jika deregulasi hanya makin meningkatkan barang dan bahan impor, maka ini sebuah pertanda bahwa deregulasi tidak berhasil meningkatkan daya saing. Dengan demikian semakin dapat dipastikan bahwa Indonesia menjadi stigma oleh ketergantungan impor adalah hanya akibat dari masalah rendahnya daya saing. (penulis adalah pemerhati masalah sosial,ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS