Konflik Maluku Akibat Ruang Kultural

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

YOGYAKARTA, (Tubas) – Konflik antara umat Islam dan Kristen yang terjadi di Maluku beberapa tahun lalu banyak dipicu oleh kegelisahan panjang. Kegelisahan itu akibat dari pengelolaan pemerintah Orde Baru yang banyak menciptakan kesenjangan ketidakadilan, bahkan menyingkirkan masyarakat Maluku dari ruang kulturalnya sendiri. Sementara pemerintah tidak mampu memfasilitasi hubungan dialog kultural keagamaan.

Pendapat ini dikemukakan Hasbolah Taisuta dalam disertasinya tentang konflik dan integrasi masyarakat Maluku yang dipresentasikannya untuk meraih gelar doktor bidang Ilmu Agama pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, baru-baru ini, di gedung Convention Hall, kampus setempat.

Di depan tim penguji Dr Fatimah, MA, Dr Moch Nur Ichwan, MA, Prof Dr H Djoko Suryo, Dr Ahmad Yani Anshari, MA, Prof Dr H Machasin, MA (Promotor merangkap Penguji), dan Pdt Djaka Soetapa, ThD, Hasbolah Taisuta yang juga Pembantu Rektor Bidang Akademik IAIN Ambon ini menyatakan adanya dua model konflik di Maluku sepanjang 1945 sampai 2002.

Menurutnya, kedua model konflik itu meliputi konflik bersifat vertikal antara kelompok yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan RI dan konflik horizontal antar sesama orang Maluku yang bernuansa agama (Islam-Kristen). “Padahal awalnya sejarah hubungan Salam Sarane (Islam-Kristen) sangat baik, karena adanya ikatan-ikatan kultural yang menyatukan mereka. Isu-isu agamalah yang mengusik hubungan persaudaraan dua komunitas ini. Dan, memuncak saat reformasi dan transisi demokrasi dengan terjadinya konflik agama, sejak 29 Januari 1999 sampai akhir 2002,” ujarnya. (s eka ardhana)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS