Site icon TubasMedia.com

Konsep Memakmurkan Seluruh Rakyat Hanya ada Dalam Orasi Politik

Loading

1411862483-jpg2

Oleh: Fauzi Aziz

 

DILIHAT dari peta geopolitik, geostrategic dan geoekonomi, Indonesia memenuhi syarat menjadi negara besar berpengaruh, baik di kawasan regional maupun global. Semoga para pemimpin dan elit politik negeri ini memahaminya.

Oleh sebab itu, mereka harus dapat memastikan Indonesia adalah merupakan zona damai dan aman untuk menciptakan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia dan masyarakat internasional. Zona damai dan aman adalah arus utama kebijakan politik yang harus bisa mengantarkan bangsa ini menyelesaikan isu- isu ATHG (Ancaman,Tantangan Hambatan dan Gangguan) secara paripurna dan tidak artifisial.

Zona damai dan aman adalah syarat utama dan pertama yang harus diwujudkan para pemimpin bangsa dewa sa ini. Proses politiknya harus berjalan baik dan konstruktif. Damai, aman dan makmur adalah bersifat given dan niscaya.

Ketiganya dapat dikatakan sebagai kebutuhan pada agregasi makro untuk menjadikan bangsa dan negara kuat dan percaya diri menjawab isu-isu ATHG yang bisa datang dari dalam maupun dari luar. Intensitas dan tekanannya cukup kuat yang oleh para pemimpin seringkali dikatakan sebagai bentuk tekanan yang dapat mengganggu keutuhan NKRI.

Zona damai dan aman untuk menciptakan kemakmuran hakekatnya adalah urusan dalam negeri sepenuhnya. Dilihat dari kepentingan internasional, kondisi dalam negeri Indonesia selalu menarik perhatian, serta perkembangan dan dinamikanya, bahkan fenomenanya yang berlangsung selalu menarik perhatian dunia.

Sebagai kebutuhan yang bersifat given, maka zona damai dan aman, nilainya harus terus menerus dikapitalisasi bersama oleh seluruh komponen bangsa.

Artinya, kita harus sungguh-sungguh menciptakan Indonesia sebagai zona damai dan aman dalam kondisi paling nyata, tidak artifisial, serta dapat menjadi best practice yang bisa dijadikan referensi dunia yang negaranya sedang berkonflik.

Problem yang sering kita lihat dari perilaku para pemimpin politik di dunia manapun, tidak selalu berhasil mendedikasikan dirinya pada netralitas. Mereka selalu cenderung berada dan sekaligus tersandera dalam lingkungan yang penuh konflik kepentingan.

Konlik ini cenderung bersifat permanen dan celakanya, kita mendapatkan pembelajaran dari sononya bahwa politik bertugas untuk mengelola kepentingan. Kepentingan dalam konteks ini harusnya terkait dengan urusan berbangsa dan bernegara.

Namun realitas politiknya tidak serta merta begitu. Yang terjadi seperti di negeri ini adalah kepentingan pribadi dan golongan ikut mewarnai upaya membangun kemakmuran seluruh rakyat sehingga apa lacur, elit politik terperosok dalam lingku ngan oligarki politik yang dibentuk dalam kungkungan zona nyaman.

Dalam kondisi bermain di zona nyaman, yang terjadi adalah budaya saling melindungi dan saling menyelamatkan diri ketika terjadi kasus KKN atau yang lain.

Zona damai dan aman untuk Indonesia tidak diwujudkan oleh tokoh-tokoh pemimpin politik yang wawasan kebangsaannya nihil. Jangan berharap mereka sanggup menciptakan zona damai dan aman karena mereka terlibat langsung di wilayah konflik, yakni konflik kepentingan. Kita sepakat bahwa negeri ini harus menjadi zona damai dan aman untuk kepentingan pembangunan nasional yang akhirnya mampu menciptakan kemakmuran bagi seluruh rakyat.

Namun kalau para pemimpin dan para elitnya terlibat dalam perang kepentingan, Indonesia sebagai zona damai dan aman untuk menciptakan kemakmuran akan ternoda dan dampaknya bagi perekonomian menjadi tidak baik.

Para investor pasti akan bersikap wait and see akibat iklim politiknya menimbulkan gelembung-gelembung perpecahan diantara para pemangku amanah kepemimpinan politik nasional. Di negeri ini terlalu banyak basa basi politik mengatas namakan demokrasi  kebebasan dan mengatas namakan kepentingan rakyat. Tetapi nyali politiknya kecil jika berhadapan dengan upaya membela atau memperjuangkan kepentingan rakyat karena takut kalau tidak kebagian rente.

Rakyat tak pernah sanggup membayar upeti, kecuali para kapitalis, sehingga konsep memakmurkan seluruh rakyat hanya ada dalam orasi politik yang makin membosankan karena menjadi klise.

Media sibuk mengupas isu-isu politik yang sudah sangat membosankan sehingga rakyat menjadi berpikir spikulatif. Antara percaya dan tidak percaya apakah betul negeri ini menjadi zona damai dan aman untuk melakukan kapitalisasi aset dan pasar.

Rakyat senang menjadi warga negara yang baik, karena negeri ini memberikan harapan hidup menjadi lebih baik. Indonesia menjadi zona damai dan aman tentu menjadi harapan kita bersama, apalagi bisa mengantarkan bangsa membangun kekaayaannya, yang nilai dasarnya  kesejahteraan dan kemakmuran.

Para pemimpin dan elit politik jangan munafik mengemban tugas kebangsaan dan kenegaraan untuk mengantarkan Indonesia menjadi zona damai dan aman untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat.

Akhiri konflik politik hanya karena rebutan kue kuasaan atau bagi-bagi kapling kekuasaan yang akhirnya mereka hanya habis waktu berorasi melalui media mengenai pentingnya NKRI, Bhineka Tunggal Ika, Pancasila dan UUD 1945. Lain di mulut, lain di hati dan lain pula di tindakannya.

Tentara, polisi dan berbagai gerakan cinta damai dan aman bertaburan dimana-mana. Panglima TNI dan Kapolri tampil dimana-mana. Pimpinan Parpol sarapan pagi, dahar siang, satu persatu dengan Presiden. Mengapa tidak sekalian kumpul semua Ketua Umum Parpol tanpa kecuali serta Panglima TNI dan Kapolri, sarapan bubur ayam dan sate kulit dan jerohan  bersama-sama.

Mengatakan aman terkendali, tetapi Kapolri mengatakan ada indikasi makar. Begitu dikejar wartawan siapa aktor intelektualnya, dengan entengnya dijawab buka saja di geogle. Pripun to bapake, kok bisa-bisanya menstigma lingkungan damai dan aman dengan membuat bingung dan paradoks.

Kita percaya Indonesia yang damai dan aman adalah keniscayaan untuk menciptakan kemakmuran. Tapi berdamailah dulu para pemimpin sebelum menjadi arsitek pembangunan Indonesia sebagai zona damai dan aman. Akhiri gontok-gontokan. Akhiri konflik politik antar elit dan segeralah bersatu. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi).

Exit mobile version