Konsumen tidak Bisa Disogok

Loading

korupsi-suap-bribery_20141203_181044

Oleh: Fauzi Aziz

DALAM dunia industri dan bisnis, kita akan bisa melihat dua kekuatan yang berhadap-hadapan,yakni kekuatan konsumen dan kekuatan produsen. Karakter dua kekuatan tersebut sangat berbeda. Kekuatan konsumen sangat independen dan dinamis serta memiliki kebebasan memilih apa yang mereka suka.

Kekuatan konsumen tidak bisa didekte, tetapi bisa dipengaruhi. Sedangkan kekuatan produsen lebih cenderung tidak luwes, meskipun mereka tetap dinamis. Para produsen sampai tahap tertentu bisa independen,tetapi pada tahap-tahap berikutnya, mereka bisa tidak independen lagi karena harus memilih berlanjut dengan kekuatannya sendiri atau harus memanfaatkan pihak lain yang menguasai jaringan bisnis, baik di dalam negeri maupun di kawasan regional dan global.

Para produsen hampir tidak memiliki kemampuan untuk mendikte konsumen karena konsumen mempunyai kebebasan memilih dan tidak bisa “disogok” supaya membeli produk dari produsen.
Dewasa ini konsumen yang memiliki posisi dominan di pasar. Di Indonesia sebagai contoh, mampu memberikan kontribusi terhadap PDB hingga mencapai rata-rata 56% per tahun.

Kita bisa bayangkan kalau seluruh konsumen di dunia secara rata-rata mampu memberikan kontribusi sebesar itu, maka pertumbuhan ekonomi dunia bisa mencapai rata-rata 5-6% per tahun. Tetapi sayang tidak ada negara di dunia yang sumbangan konsumsi masyarakatnya terhadap PDB bisa sebesar di Indonesia sehingga tahun ini Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi hanya mencapai rata-rata 2,4%.

Belanja konsumsi masyarakat di AS menurun dan begitu pula di negara-negara lain sehingga ekonomi Tiongkok dewasa ini hanya tumbuh rata-rata 6% per tahun. Konsumen lunglai,para produsen akan pingsan, sehingga banyak perusahaan di dunia memecat sebagian pekerjanya. Harga sahamnyapun di bursa bertumbangan akibat pasar barang dan jasa lesu.

Nilai arus kas industri dan bisnis mengalami penurunan. Volatilitas pasar secara alamiah akan bergerak naik turun. Dan hal ini wajar saja terjadi karena pasar didrive hukum pasar. Dengan memahami fenomena semacam itu, muncul pemahaman akan muncul dua kekuatan pendongkrak pertumbuhan, yakni berkembangnya pusat-pusat logistik/pusat distribusi dan pusat- pusat produksi di suatu negara.

Indonesia menjadi lahan yang subur bagi tumbuhnya kedua pusat-pusat tersebut. Bahkan pusat logistik/pusat distribusi barang yang lebih subur pertumbuhannya. Investor berebut lahan dan modal bukan untuk membangun pabrik, tetapi lebih banyak dipakai mendirikan pusat-pusat logistik/pusat distribusi barang di ibukota propinsi dan kabupaten/kota.

Mengapa bisnis di bidang logistik/distribusi berkembang lebih pesat? Karena konsumen tidak akan datang hanya karena produsen memproduksi. Anda harus mengusahakannya dan itu lebih sulit daripada kelihatannya (Peter Thiel). Indonesia kini sedang giat membangun ekonominya. Secara nyata yang akan dituju adalah menempatkan Indonesia sebagai pusat produksi dan pusat logistik/distribusi global.
Peran ini penting dan posisi Indonesia sangat strategis untuk menjadi pilihan lokasi investasi pembangunan pusat-pusat tersebut. Tapi konsep pengembangannya tidak bisa bersifat parsial. Yang benar adalah integrated. Dan karena itu adanya rencana pemerintah menyiapkan One Map Policy (OMP) perlu disambut baik.

Industri-industri manufaktur yang dibangun sejak awal sudah harus diintegrasikan dengan sistem jaringan logistik/distribusi karena mereka yang akan bermain di pasar dan mengendalikan pasar serta pemasaran. Membuat pabrik mudah. Namun bergabung dengan pemodal yang menguasai jaringan logistik dan distribusi tidak mudah.

Sekuat apapun para produsen hingga mampu menguasai kedudukan monopoli di lini produksi, mereka akan tumbang pelan-pelan jika tidak berkolaborasi dengan jaringan logistik/distribusi, baik di pasar domestik, regional maupun global. Kesimpulannya adalah undang investor di bidang industri manufaktur yang sudah berkolabarosi de ngan investor yang bergerak di jasa logistik/distribusi dengan maksud ketika produksi komersialnya dimulai tidak sibuk lagi melakukan promosi pemasaran yang biayanya sangat mahal.(penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS