Korupsi Simulator dan PNKB ber-Aroma Politis

Loading

Oleh: Marto Tobing

Ilustrasi

Ilustrasi

PROYEK pengadaan Simulator SIM dan pelat nomor kendaraan bermotor (PNKB) di Korps Lalu lintas (Korlantas) Polri yang dipraduga sarat dengan korupsi, ternyata juga aromanya sangat pekat dengan kepentingan politis. Indikasinya, kedua kasus tersebut terjadi menjelang pergantian presiden dan Kapolri pada tahun 2014.

Permasalahannya, opini publik tidak yakin korupsi itu hanya melibatkan lingkaran intern Korlantas. Semua ini tidak lepas dari hubungan polisi dan politik. Maka publik menyarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih jeli lagi melihat hubungan ini karena secara teoritis ada segmentasi politik yang terlibat.

Disuarakan, kedua kasus korupsi yang menjerat Korlantas bukan penyalahgunaan profesi. Kasus ini adalah kesalahan level manajerial. Sebab korupsi terjadi pada bagian pengadaan barang dan jasa. Profesi polisi lalu lintas tidak dapat dipersalahkan atas kedua kasus tersebut. Harus dibedakan profesi dan manajerial. Profesi polisi lalu lintas sudah banyak yang sesuai kode etik profesinya. Oleh karena itu persoalan manajerial hal yang berbeda, tidak ujuk-ujuk disepadankan dengan profesi.

Namun agar lebih fair, publik tetap saja menginginkan KPK segera mengambil alih kasus PNKB dimaksud. Lagi-lagi desakan publik bernada minor itu tak lain menyangkut kadar kepercayaan. “Iyaaa…kalau polisi memeriksa polisi, apa bedanya jeruk makan jeruk..?” celetuk orang kebanyakan berharap objektifitas belah kasus.

Disarankan, ketika KPK akan mengambil alih kasus PNKB ini, harus lebih dulu dituntaskan penyelesaian kasus Simulator SIM. Sebab kasus Simulator SIM ini berkaitan dengan PNKB. Sehingga yakin KPK akan dapat dengan mudah membongkar kasus tersebut.

Sebelumnya Kabareskrim Polri Komjen Sutarman mempersilahkan KPK menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan PNKB. Korupsi PNKB Korlantas diduga merugikan negara sebesar Rp 500 miliar. Angka ini jauh lebih besar dari nilai proyek pengadaan Simulator SIM Korlantas yang merugikan negara sebesar Rp 196 miliar. “Pelaku pelaksana kasus itu kan orangnya sama dengan yang sedang disidik KPK.

Seluruhnya silahkan disidik kalau pengembangan kasus mengarah ke pelat nomor,” ujar Suratman senada merespon opini publik di Jakarta Selasa (13/11). Mendudukkan kepastian status kewenangan soal penyidikan antara KPK dengan Polri, khususnya menyangkut pengusutan adanya indikasi korupsi dalam proyek PNKB, KPK bersikap tidak akan mengambil alih proses penyidikannya.

Sikap ini diambil karena pihak Polri sudah lebih dulu memulai penyidikannya. Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, pihaknya sudah menerima tembusan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) dari Polri. ”SPDP dari Polri sudah disampaikan ke KPK. Dengan demikian benar KPK tidak mengusutnya,” ujar Johan Budi menanggapi pers di kantor KPK Jalan Rasuna Said Jakpus , Rabu (14/11).

Ditegaskan, kasus ini sepenuhnya diusut kepolisian. Menurut Johan, KPK belum meningkatkan penanganan kasus itu ke tahap penyidikan. KPK baru menelaah laporan mengenai PNKB yang masuk ke Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas). Sedangkan Polri sudah menyampaikan SPDP kepada Kejagung sejak Oktober lalu. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto mengaku sudah menerima satu SPDP termasuk nama-nama tersangka yang ditetapkan penyidik Polri tersebut.

Pernyataan Andhi Nirwanto ini berbeda dengan keterangan Kabareskrim Polri Komjen Sutarman. Menurut Sutarman meskipun telah mengeluarkan SPDP, Polri belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Sutarman mempersilahkan KPK mengusut kasus itu jika memang pengembangan kasus korupsi Simulator SIM berkembang ke proyek PNKB dengan isyarat kalau aktor yang terlibat dalam kasus PNKB ini juga sama dengan pelaku dalam kasus Simulator SIM. “Pelaku pelaksana kasus itu kan orangnya sama dengan yang sedang disidik KPK. Seluruhnya silahkan disidik kalau pengembangan kasus itu mengarah ke plat nomor,” kata Sutarman.

Dalam kasus Simulator SIM, KPK telah menetapkan empat tersangka yakni mantan Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo, mantan Wakil Kapolri Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo, Dirut PT. Citra Mandiri Metalindo Abadi, Budi Susanto dan Dirut PT.Inovasi Tknologi Indonesia, Sukotjo S Bambang. Untuk diketahui, selain proyek pengadaan Simulator SIM senilai Rp 196 miliar ada dua proyek lain di Korlantas Polri pada tahun 2011 yakni proyek PNKB senilai Rp 500 miliar dan STNK-BPKB dengan nilai Rp 300 miliar. Ketiga proyek ini diduga sarat unsur korupsi. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS