Mainstream Ekonomi Baru yang Tidak Serakah

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

MERASA sejuk dan senang sekali membaca opini yang ditulis oleh bapak Emil Salim yang berjudul “Tinggalkan Ekonomi Serakah” dan dimuat di harian Kompas yang terbit pada hari Selasa 28 Agustus 2012. Alhamdulillah pak Emil Salim masih sempat memberikan sebuah prespektif pikiran dan pandangan yang menyejukkan kita semua.

Bagaimana tidak, karena Emil Salim adalah salah satu sosok begawan ekonomi Indonesia yang telah banyak mengenyam asam garam membangun ekonomi Indonesia di masa lalu. Bahkan maaf pak Emil juga menjadi salah satu anggota kelompok ahli ekonomi yang masuk “mafia berkley” kala itu.

Tapi sekarang di usianya yang lanjut masih sempat memberikan catatan kritisnya dan tersirat ada semacam pengakuan bahwa kebijakan ekonomi liberal atau ekonomi kapitalis yang dianut oleh hampir sebagian besar bangsa di dunia, termasuk Indonesia telah membawa malapetaka kemanusiaan, yaitu terjebak pada dimensi keserakahan yang akut.

Sebagian kutipan opini pak Emil Salim tersebut antara lain adalah bahwa pembangunan ekonomi berlangsung tanpa pertimbangan moral, tanpa memperhitungkan dampak kerusakan pada sektor non ekonomi lainnya. Pembangunan ekonomi seakan akan didorong oleh oleh nafsu serakah, mengejar laba lebih banyak, lebih besar dan lebih tinggi.

Untuk itu, segala cara dihalalkan sehingga lahirlah ekonomi serakah. Di akhir opiniya pak Emil menutupnya dengan kalimat yang indah, yakni dengan semangat inilah kita menciptakan pola pembangunan lepas dari keserakahan ekonomi menuju ekonomi hijau alami ciptaan Illahi.

Begitulah secuil cukilan pandangan pak Emil dalam opininya yang dimuat Kompas tersebut.

Kita semua boleh setuju dan boleh tidak setuju dengan pandangan itu. Tapi kalau melihat realitasnya, memang sudah seperti itu kehidupan ekonomi di abad ini. Faham liberalisme dan kapitalisme yang membuat manusia menjadi serakah, tamak dan loba. Semua mau diambilnya dan semua mau dikuasainya demi kepentingan segelintir manusia sebagai homoeconomicus yang serakah akibat terbius total oleh faham ekonomi yang dianutnya yaitu sistem kapitalis yang liberal, bahkan potensial melanggar hak azasi manusia.

Kalau demikian, maka secara total harus dikoreksi. Dan koreksi tersebut secara idial harus bisa kita ciptakan mainstream baru dalam pembangunan ekonomi Indonesia ke depan dan dunia pada umumnya ke arah penciptaan sistem ekonomi baru yang tidak serakah. Buat Indonesia bisa saja kita kembali kepada bangun sistem ekonomi pancasila.

Karena sistem ini cukup paripurna yang mengakomodasi faktor nilai ketauhidan, faktor kemanusiaan dan keadaban, faktor pentingnya musyawarah dan kemufakatan, persatuan dan kesatuan dan keadilan sosial. Dengan semangat yang seperti itu maka tugas kita bersama untuk merumuskannya kedalam berbagai bentuk peraturan perundangan dan kebijakan negara.

Satu-persatu kita elaborasi dan dimufakati apa makna ekonomi yang berkeTuhanan dengan dimensi ketauhidan yang bisa diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Begitu seterusnya. Sekarang memang saatnya yang tepat untuk menginisiasi lahirnya sistem ekonomi yang dianggap paling cocok dengan budaya asli bangsa Indonesia yang sekarang ini tercabik-cabik karena kita secara at all cost telah mentransformasi sistem ekonomi liberal tanpa ada polesan sedikitpun sehingga kita harus jujur mengakui bahwa problem sosial yang terjadi di Indonesia dewasa ini adalah akibat dari sistem ekonomi yang dianut tidak akan pernah bisa menyelesaikannya.

Disparitas di segala bidang seperti sengaja kita biarkan tetap terbuka lebar dan dalam dengan resiko yang harus kita hadapi sendiri yaitu terjadinya kerawanan sosial dan kerusuhan sosial yang bersifat destruktif. Kembali kita kutipkan pernyataan jujur pak Emil Salim, yakni yang keliru disini bahwa pembangunan hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata mata melalui satu jalur garis linear saja.

Kita lupa bahwa manusia selaku mahluk sosial tidak hanya hidup dengan kebutuhan ekonomi, tetapi juga memiliki kebutuhan non ekonomi seperti pendidikan, kesehatan, hidup dengan kecukupan air bersih, fasilitas sanitasi dan rumah berjamban keluarga. Hidup dalam kerukunan sosial tanpa mendiskriminisasikan diri dalam perbedaaan agama, suku, ras atau golongan.

Brafo pak Emil dan sangat bersyukur jika sekiranya pak Emil bisa memprakarsai sebuah sarasehan nasional bersama para ahli ekonomi Indonesia dan para ahli di bidang lain termasuk tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk membicarakan tentang mainstream pemikiran ekonomi baru Indonesia agar tidak terjebak dalam dunia keserakahan.

Premisnya adalah bahwa kalau kita tetap mendewakan tanpa reserve sistem ekonomi yang liberal hampir pasti kita tidak akan pernah bisa meninggalkan ekonomi serakah sebagaimana harapan pak Emil Salim. Semua berpulang kepada kita.

Apakah presiden kita yang akan datang sanggup menjadi penggagas lahirnya konsep ekonomi yang bisa meninggalkan keserakahan, tergantung beliau itu siapa? kalau dia pengikut neolib atau kalau dia tidak neolib tapi tim ekonominya pengikut aliran neolib, maka sulit mewujudkan mainstream baru sistem ekonomi nasional yang bisa membungihanguskan keserakahan.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS