Mampukah Jakarta Sediakan RTH 30 Persen?

Loading

Oleh: Anthon P. Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

LUAS ruang terbuka hijau (RTH) untuk kota Jakarta, harus mencapai 30 persen dari luas daratan wilayah yang saat ini tercatat 64.457,19 hektar. Hal itu dipersyaratkan dalam persetujuan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010-2030 oleh Kementerian Pekerjaan Umum, belum lama ini. Mampukah Jakarta untuk mewujudkannya?

Hingga saat ini, RTH publik di Jakarta, yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan yang dimiliki Pemerintah Pusat, tercatat hanya 9,79 persen atau seluas 6.309, 89 hektar. Berarti, Jakarta harus mengejar pencapaian luas RTH-nya hingga 20,21 persen lagi. Untuk pencapaian ini, Pemeritah DKI Jakarta harus mau bekerja sama dengan seluruh komponen warga, baik korporasi, maupun perorangan, untuk membangun RTH di lahan miliknya masing-masing.

Sebenarnya, setiap perusahaan pengembang, baik kawasan perumahan, perkantoran maupun kawasan niaga, dipersyaratkan harus menyediakan fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum dan fasos). Areal fasos dan fasum inilah yang memungkinkan penyediaan ruang terbuka hijau bagi publik, sebagai paru-paru lingkungan. Demikian pula dalam Izin Mendirikan Bangunan (IMB) perumahan, ada persyaratan perbandingan areal tanah yang bisa dibangun dan halaman. Bahkan, khusus di daerah Selatan, atau disebut sebagai daerah resapan hujan, areal tanah yang tidak bisa dibangun, harus lebih luas dari dasar bangunan. Artinya, halaman terbuka hijau harus lebih luas dari lantai konstruksi bangunan.

Pengawasan perizinan dan persyaratan pembangunan inilah yang sering diabaikan atau sengaja diabaikan untuk maksud-maksud penyelewengan oleh oknum-oknum instansi terkait. Bukan rahasia umum pula, bahwa pada zaman dulu, rencana umum tata ruang (RUTR) sering ditutup-tutupi agar tidak diketahui masyarakat secara terbuka. Ada areal tanah yang semula ditetapkan sebagai jalur hijau, lama-lama semakin sempit dan bahkan hilang, karena “dilego” menjadi bangunan komersial.

Direktur Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum, Joessair Lubis hari Minggu (19/6) lalu dalam acara peluncuran buku “RTH 30 Persen” di daerah Senayan, Jakarta Selatan, mengatakan, persetujuan RTRW DKI tahun 2010-2030 itu diberikan, karena rancangannya sudah memasukkan luas ruang terbuka hijau (RTH) sebesar 30 persen dari luas wilayah DKI Jakarta.

Dikatakan, luas RTH itu merupakan keharusan untuk mendapatkan persetujuan substansi. Persetujuan ini untuk membuka langkah pengesahan RTRW DKI Jakarta untuk 20 tahun mendatang dalam suatu Peraturan Daerah. Diakui, luas RTH di DKI Jakarta saat ini hanya 9,8 persen dari total wilayah. Tekanan terberat dari perwujudan RTH adalah perumahan dan tempat aktivitas sosial yang makin tinggi akibat pesatnya laju pembangunan dan urbanisasi.

Hal inilah yang menjadi tantangan Pemeritah Provinsi DKI Jakarta 20 tahun mendatang untuk memenuhi RTH 30 persen. Tidak terpenuhinya RTH 30 persen dari luas wilayah, akan membuat berbagai ongkos sosial di Jakarta semakin tinggi. Yakni, kerugian akibat banjir, kekeringan sumber air, polusi udara, hingga penurunan muka tanah yang bisa mengancam bangunan retak atau bahkan runtuh.

Pengendalian Ketat

Untuk bisa mewujudkan RTH 30 persen itu, aparat Pemerintah DKI Jakarta harus membuat pengendalian ketat. Jalur-jalur hijau dan taman-taman yang sudah dikuasai Pemerintah DKI, harus cepat-cepat dibangun sesuai fungsinya. Banyak taman-taman yang dibuat papan pengumuman milik Suku Dinas Pertamanan DKI, tetapi ditelantarkan, dan lama-lama dikuasai lingkungan atau bahkan dijadikan Pos RW, Pos Siskamling atau dibangun tempat peribadatan.

Pembelian lahan untuk taman-taman interaktif di permukiman padat, harus digalakkan oleh Pemerintah DKI Jakarta, karena dananya telah disediakan dari APBD. Banyak fasos dan fasum di kawasan perumahan atau eks kawasan real estat yang dulu menjadi promosi menarik bagi para pembeli rumah atau rumah toko, ternyata masih dikuasai oleh pengembang. Areal ini seharusnya diserahkan kepada Pemerintah DKI Jakarta untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum.

Seorang pengamat tata kota, Nirwono Joga mengatakan, dari hasil pengamatannya tahun 2008, potensi RTH di lahan warga dan swasta di Jakarta, masih ada seluas 15.205, 92 hektar atau 23,59 persen dari luas wilayah daratan Jakarta. Apakah potensi ini masih bisa terjaga sampai sekarang? RTH privat ini merupakan potensi kota yang cenderung terus berubah fungsi, karena tingginya perebutan lahan untuk pembangunan.

Ada tiga kecamatan di Jakarta yang padat penduduk, yang luas wilayah terbangunnnya lebih dari 90 persen. Yakni, Kecamatan Johar Baru dan Kecamatan Cempaka Putih (Jakarta Pusat), serta Kecamatan Tambora (Jakarta Barat). Sedangkan 31 kecamatan lainnya, luas wilayah terbangun juga lebih dari 70 persen. Apabila kondisi ini tidak diatasi dengan perluasan RTH, maka berbagai persoalan sosial akan terus mendera Jakarta, khususnya ancaman banjir, kemacetan lalu lintas, kekeringan, polusi udara yang tinggi dan penurunan muka tanah. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS