Site icon TubasMedia.com

Man Behind The Gun

Loading

Oleh: Edi Siswojo

Ilustrasi

Ilustrasi

MAN behind the gun sebuah ungkapan yang biasa digunakan untuk menggambarkan pentingnya unsur manusia dalam kaitan penggunaan senajata api. Artinya, fungsi the gun (senjata api) ditentukan oleh man (manusia) yang ada di belakangnya atau yang memegangnya, bukan oleh senjata itu sendiri. Sepakat? Maka, apakah kebutuhan rasa aman sebagai bagian dari hak azasi manusia harus dengan menggunakan senjata api?

Belakangan ini penyalahgunaan senjata api marak di masyarakat. Senjata api ada yang digunakan untuk gagah-gahan, menakut-nakuti, mengancam dan menembak mati orang. Pekan lalu, seorang pengusaha ditahan polsisi karena dituduh menggunakan senjata api untuk mengintimidasi seorang karyawan retoran.

Menurut catatan Mabes Polri selama 2009 – 2011 tercatat 463 kasus penyalahgunaan senjata api. Tanpa disebutkan siapa yang melakukannya, orang sipil atau militer. Tapi yang pasti Polisi telah memberikan izin 18.030 pucuk senjata api kepada warga sipil untuk kepentingan bela diri. Apa perlu itu?

Memang, tidak hanya militer yang berhak ada di belakang senjata api. Warga sipil juga punya hak memiliki senjata api. UU No.2 tahun 2002 tentang Polri memberi peluang bagi warga sipil memiliki senjata api. Bahkan SK Kapolri No.SKEP/82/II/2004 menyebutkan sejumlah kelompok amsyarakat diberi hak memiliki senjata api. Misalnya, pejabat pemerintah, anggota MPR/DPR, pejabat swasta, pejabat TNI/Polri, purnawirawan TNI/Polri, profesi seperti advokat dan dokter. Izin itu diberikan setelah kepolisian melakukan serangkaian tes kepada calon pemilik senjata api dan melakukan evaluasi kepemilikanya setiap tahun.

Jadi, kalau ada belakangan ini ada kontroversi penyalagunaan senjata api legal oleh warga sipil, tentu kesalahan itu bukan semata kesalahan pemiliknya. Juga menjadi tanggungjawab pihak yang memberikan izin. Kepolisian bertanggungjawab terhadap kepemilikan dan penggunaan senjata api legal dan ilegal di tangan warga sipil.

Nyawa manusia di Indonesia seperti tidak ada harganya. Nyawa dengan mudah lepas dan hilang kapan saja dan di mana saja. Rasa aman sebagai bagian dari hak azasi manusia harus dihormati dan dilindungi. Apakah kebutuhan rasa aman harus dengan senjata api? Meski pilihan itu tidak melanggar undang-undang, sebaiknya man behind the gun kita percayakan saja kepada polisi dalam melindungi dan mengayomi masyarakat! ***

Exit mobile version