Manusia, Mahkluk Berderajat Paling Tinggi

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Fauzi Azis

Fauzi Azis

SADARKAH kita bahwa manusia adalah mahluk yang derajatnya paling tinggi di muka bumi. Mari sama-sama kita syukuri bersama dan berterima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan gelar tersebut. Menurut proses evolusi terjadinya kehidupan di muka bumi ini, manusia adalah termasuk dalam kategori fase keempat dalam penciptaan mahluk hidup.

Fase pertama adalah penciptaan bumi tempat kita berpijak. Fase kedua adalah penciptaan air dan fase ketiga munculnya tumbuhan dan binatang dalam proses rantai nilai makanan. Tuhan menetapkan kadar makanan untuk kelangsungan hidup di muka bumi. Luar biasa dan begitu arifnya Sang Pencipta mempersiapkan dan menata kehidupan ini. Begitu terstrukturnya mekanisme kerja yang dibuat-Nya. Kasih sayang Tuhan kepada manusia begitu besarnya.

Rasanya manusia tidak akan pernah memiliki rasa kasih sayang seperti Tuhan menyayangi kita sebagai mahluk ciptaan-Nya. Sekali lagi kita harus dan wajib bersyukur kepada Tuhan, kalau tidak sangat keterlaluan. Bagaimana tidak?, kita hadir di muka bumi ketika semua fasilitas agar kita bisa hidup dalam kesimbangan yang berkelanjutan telah tersedia begitu lengkap sebagai sumber penghidupan. Bumi, air, tumbuhan dan binatang itulah modal dan material yang disiapkan oleh Tuhan agar kita dapat hidup layak.

Tata cara penggunaanya pun pada dasarnya juga sudah disiapkan begitu rupa agar serba berkecukupan dan tidak mengalami kekurangan. Asal dikelola secara efisien dan efektif dan bertanggung jawab semua modalitas yang telah disiapkan dijamin oleh Tuhan tidak akan mengalami kekurangan. Makanan yang bersumber dari tumbuhan dan hewan pun sudah diatur dan ditetapkan menunya, mana yang boleh dimakan dan mana yang tidak boleh dimakan.

Mana yang baik untuk kesehatan dan mana yang tidak baik untuk kesehatan juga sudah diatur dengan adilnya. Tata cara yang lainnya pun juga sudah dibuatkan juklak dan juknisnya. Juklak tentang kewajiban manusia terhadap manusia yang lain sudah diatur, demikian pula juklak tentang hubungan antara manusia dengan mahluk hidup yang lain juga demikian. Inilah hakekat kehidupan yang diatur oleh Tuhan dan manusia diharapkan dapat mengelolanya dengan baik, benar dan bertanggung jawab.

Akal diberikan oleh Tuhan kepada manusia agar dipergunakan untuk melakukan amalan yang baik. Manusia ditugaskan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimaksudkan agar kedamaian dan kesejehtaraan bersama dapat terwujud, bukan dipergunakan untuk saling memusnahkan dan saling menghancurkan. Kalau demikian, nikmat sekali hidup manusia ini di dunia, kalau tatacaranya diikuti jika manusia ingin menyongsong dan menjalani kehidupannya untuk meraih kemulyaan disisi Tuhan dan manusia yang lain.

Menjadi orang kaya tidak dilarang bahkan dianjurkan. Setelah kekayaannya sudah berhasil diraih, maka timbul kewajiban bagi si kaya untuk membantu yang miskin dan kewajiban-kewajiban lainnya yang harus dipenuhinya. Kalau dimensi kehidupan saling membantu dan berbagi ini terkelola dengan baik dan benar, maka sesungguhnya kekayaan itu tidak bisa diklaim sebagai yang bersifat mutlak miliknya si kaya. Kekayaan itu miliknya Tuhan dan miliknya semua manusia yang hidup di bumi.

Akal adalah sekedar alat untuk menghasilkan kekayaan, demikian pula ilmu pengetahuan. Akal, pengusaan imu dan teknogi dan kekayaan adalah hanya titipan dan hanya akan bermanfaat bagi manusia bila hasilnya digunakan untuk kepentingan umat manusia sejagad dalam bentuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Jadi kalau mau dihitung-hitung secara matematis dan sistem akuntasinya Tuhan, kekayaan yang tersisa atau yang original miliknya manusia adalah hanya berupa ahlak yang mulya, amalan-amalan baiknya dan ibadahnya, bukan yang berupa emas, berlian, dolar, rumah mewah, kendaraan mewah.

Semuanya itu akan sirna ditelan bumi dan yang tersisa hanya yang bernilai intangible tadi yaitu ahlakul karimah, amalan yang baik dan ibadah yang baik dan benar. Karena itu tidak perlu dikalkulasi terus-menerus karena yang akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Tuhan adalah aset manusia yang berbentuk intangible tadi, tidak yang dalam bentuk tangible. Gelar yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia yang paling tinggi derajatnya di muka bumi, kalau dihayati secara mendalam maknanya secara hakiki adalah agar manausia bisa hidup menghasilkan nilai tambah yang tinggi bagi kemanusiaan dan kemulyaan disisi Tuhan.

Dan kemulyaan tersebut yang dijadikan ukuran bukan yang bernilai tangible, tapi yang bernilai intangible, yaitu amal ibadahnya. Nilai ini yang harus terus-terusan dihimpun oleh setiap manusia siapapun mereka dan apapun kedudukannya. Setinggi apapun derajat kita di muka bumi, semua nilai tambah tadi akan kita dapatkan jika manusia dapat bertindak amanah , jujur dan adil dan bertanggung jawab.

Kalau tidak maka berbagai bentuk bencana silih berganti akan datang. Artinya, meski manusia menjadi raja atas semua fasilitas yang disediakan oleh Tuhan dimuka bumi, karena tidak melaksanakan kaidah-kaidah yang telah digariskan Tuhan dan tidak dikelola dengan amanah, jujur, adil dan bertanggung jawab, maka manusia pulalah yang akan menghancurkannya segala keseimbangan di bumi, yang kemudian mencelekakan dirinya sendiri.***

CATEGORIES
TAGS