Masa Keadilan Divoting…?

Loading

Oleh: Marto Tobing

Ilustrasi

Ilustrasi

ANEH… benar-benar aneh… Masa keadilan divoting…! Pernyataan yang penuh tanda tanya ini dilontarkan Panda Nababan seusai sidang. Dengan menggunakan pengeras suara politisi senior ini membalikkan tubuhnya ke arah pengunjung sidang. “Coba Anda simak di tengah pembacaan kronologi putusan, majelis hakim dengan sengaja mengenyampingkan dan tidak mencatat dalam berita acara persidangan soal keterangan saksi ahli. Padahal keterangan saksi itu sangat konstruktif,” ujarnya.

Dalam pengamatan tubasmedia.com di ruangan sidang, di tengah-tengah hakim membacakan kronologi putusan, Panda Nababan sempat mengajukan interupsi. Saat itu dia koreksi sekaligus protes kenapa hakim mengenyampingkan keterangan salah satu saksi ahli. Pengacara Junifer Girsang juga tampil mengajukan protes.

“Tolong majelis hakim memasukkannya dalam catatan berita acara persidangan keterangan saksi ahli ini yang majelis singkirkan itu. Dalam catatan kami juga lengkap keterangan saksi yang majelis singkirkan itu,” ujar Junifer Girsang. Namun majelis hakim tidak peduli pembacaan amar putusan jalan terus.

“Saya siap menerima berapa pun hukumannya asal benar-benar sesuai fakta. Tapi kalau sidang seperti ini bukan berdasarkan keadilan tapi koq bisa ada keadilan melalui voting…? Ini kan benar-benar peradilan sesat,” teriak Panda Nababan.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Panda Nababan divonis 17 bulan penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu malam (22/6). Dia dinyatakan bersalah dalam kasus cek perjalanan dalam pemilihan deputi senior Gubernur Bank Indonesia (BI) yang dimenangkan Miranda Swaray Goeltom pada tahun 2004. Selain itu Panda Nababan juga diwajibkan membayar denda Rp 150 juta atau subsider 3 bulan kurungan.

Hal yang menarik dalam persidangan ini dua hakim anggota I Made Hendra dan Andi Bachtiar melakukan dissenting opinion. Kedua hakim ini berpendapat Panda Nababan tak terbukti menerima suap, namun tiga hakim lainnya termasuk ketua majelis hakim menyatakan terbukti. Perbandingan suara ini dinilai Panda Nababan sebagai hasil voting untuk menghukum dirinya. Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 3 tahun penjara dengan denda Rp 150 juta atau subsider 6 bulan kurungan.

Usai sidang Panda Nababan menyatakan sikapnya untuk naik banding. “Dibuktikan saya tidak pernah menerima sama sekali, tidak pernah mencairkan. Betul-betul aku dizolimi,” katanya dengan menggunakan pengeras suara. Panda Nababan bertekad akan melaporkan para hakim itu ke Badan Pengawas Mahkamah Agung. “Saya tidak terima. Saya harus banding. Ada manipulasi fakta itu saja,” katanya.

Hukuman serupa juga dijatuhkan terhadap koleganya sesama politisi PDIP yakni Nil Luh Mariani, Sutanto Pranoto, Swarno dan Matheos Pormes. Mereka dinyatakan terbukti telah menerima suap masing-masing Rp 500 juta. Selain hukuman badan juga dibebankan hukuman denda masing-masing Rp 50 juta atau subsider 3 bulan kurungan. Kelima pesakitan ini dinyatakan terbukti melanggar pasal 11 UU Tipikor dan UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS