Masih Terdapat Kesenjangan Antara Jumlah Produksi dengan Kebutuhan Garam Nasional

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

 

BERDASARKAN neraca garam tahun 2022 yang disusun Kemenko Bidang Perekonomian, masih terdapat kesenjangan antara jumlah produksi dengan kebutuhan garam nasional untuk tahun 2022, lebih dari 2 juta ton.

Untuk beberapa sektor industri, seperti CAP, farmasi dan kosmetik, pengeboran minyak dan aneka pangan, kualitas yang dipersyaratkan cukup tinggi.

Tidak hanya kandungan NaCl minimal 97% namun juga impuritas yang rendah. Untuk garam aneka pangan dan soda kaustik juga telah disusun SNI garamnya. Kebutuhan garam dalam kuantitas yang besar, seperti untuk sektor CAP

membutuhkan kepastian pasokan dan kontinuitas sesuai dengan waktu produksi yang telah dijadwalkan agar dapat memastikan ketersediaan produk di pasar

Harga menjadi faktor penting dalam faktor ekonomi pada industri, harga bahan baku yang tinggi tidak hanya akan berdampak pada menurunnya profit perusahaan, namun juga akan berdampak pada tingginya harga produk jadi yang membuat produk industri dalam negeri menjadi tidak kompetitif.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui PT  Sucofindo telah melakukan verifikasi rencana kebutuhan impor garam dari industri sebesar  3.069.281,64 ton, dengan rincian hasil sebagai berikut;  CAP 2.444.500  ton, farmasi-kosmetik 5.145,64 ton, aneka pangan  587.636 ton dan pengeboran minyak 32.000 ton.

Amerika Serikat sebagai negara penghasil garam nomor 2 terbesar di dunia (42 juta ton di tahun 2019) pun masih tetap mengimpor garam kurang lebih 17 juta ton.

Penggunaan garam utama di negeri di kuasa itu adalah untuk de-icing jalan tol di musim dingin sebesar 43% dan yang kedua untuk industri kimia sebesar 37%.

Trend kenaikan ekspor garam dari Australia dan India juga dipengaruhi untuk pemenuhan industri soda kaustik di China yang mengalami peningkatan termasuk pasar Asia.

Sementara itu, sebagaimana diketahui dan ramai diberitakan beberapa hari terakhir ini, satu orang bekas pejabat tinggi yang menduduki jabatan eselon satu di Kementerian Perindustrian, telah ditangkap Kejaksaan Agung dengan tuduhan melakukan korupsi melalui penggelembungan kapasitas impor garam industri.

Pejabat tinggi Kemenperin yang sudah pensiun dari jabatan Dirjen Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT), Mohammad Khayam tidak sendiri dijebloskan ke ruang tahanan Kejagung tapi juga bersama  Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin, FJ, Kasubdit Industri Kimia Hulu Kemenperin, YA dan Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia, FTT.

Peristiwa penangkapan terhadap petinggi-petinggi Kemenperin itu sangatlah menimbulkan suatu keheranan bagi banyak pihak dikarenakan kementerian tersebut selama ini sangat jauh dari berita-berita yang bernada negatif.

Tapi begitulah faktanya. Keempat tersangka yang adalah keluarga besar Kemenperin kini sudah mendekam di balik terali besi Kejagung untuk mempertanggungjawabkan segala yang dituduhkan aparat penegak hukum.

Dengan dijebloskannya keempat tersngka itu ke dalam ruang tahanan, muncul pertanyaan apakah keadaan ini sebagai dampak dari kurang maksimalnya pengawasan aparat Inspektorat Jenderal yang ada di Kemenperin. Atau apakah keadaan ini sebagai buah dari lemahnya pengawasan dari pejabat-pejabat Inspektorat Jenderal Kemenperin. Pada kemana aparat yang dipercayakan mengawal perjalanan Kemenperin itu ?

Namun ada suara yang menyebut kalau kondisi saat ini adalah juga merupakan buah perencanaan kebijakan industri garam nasional yang tidak pernah ditangani dengan sistem yang baik, sehingga swa-sembada garam industri tidak tercapai, akibatnya harus diimpor.  (penulis, seorang wartawan tinggal di Jakarta)

CATEGORIES
TAGS