Site icon TubasMedia.com

MEA, Tinggalkan Budaya yang Boros

Loading

090361800_999999

Oleh: Fauzi Aziz

MASYARAKAT Ekonomi Asean (MEA) per 31 Desember 2015 sudah berjalan. Dibangun atas dasar 3 pilar kekuatanyakni politik, ekonomi dan budaya. MEA belum melembaga seperti Uni Eropa. MEA masih ibarat sekedar “paguyuban” yang secara politik, ekonomi dan budaya belum “manunggal” ke dalam satu sistem yang bulat dan utuh, sehingga masing- masing negara masih mempunyai kapasitas mengembangkan kebijakannya sendiri.

Ke depannya tentu akan ada peta jalan lanjutan bagaimana lanskap Asean ke depan akan ditetapkan. Indonesia adalah salah satu kekuatan besar di Asean sebagai nation state. Secara ekonomi juga diharapkan dapat menarik manfaat yang maksimal ketika bergabung sebagai warga MEA.

Philip Kotler,Hermawan Kertajaya dan Hooi Den Huan mengatakan MEA berupaya mempertemukan modal, barang, jasa, sumber daya manusia ke dalam satu pasar dan basis produksi. Integrasi ini memerlukan percepatan perdagangan bebas, fasilitas usaha, memajukan UKM, serta meningkatkan daya tarik

Dengan demikian kita dapat gambaran sederhana bahwa Asean dalam konteks ekonomi adalah sebagai “Basis Produksi Regional” dan Pasar Regional Tunggal”. Dari sisi kebijakan nasional, Indonesia sejatinya belum mempunyai “lanskap nasional” yang fokus dipersiapkan untuk menjawab dua kebutuhan tersebut yang dituangkan dalam kerangka kebijakan yang komprehensif, meskipun secara parsial sudah banyak dikerjakan oleh pemerintah.

Penulis menyarankan agar seiring adanya rencana pemerintah untuk mengintrodusir One Map Policy,maka sebaiknya ada satu map policy yang khusus memfasilitasi hadirnya Indonesia di dalam MEA. Jika melihat posturnya yang sekarang, lanskap kerjasama ini ma sih berwajah ganda.Yakni disa tu sisi ada model kerjasama Asean dengan berbagai mitra strategis dan pada sisi lain, masing-masing negara Asean juga membangun kerjasama ekonominya dengan mitra strategisnya secara bilateral.

Wajah ganda ini pasti akan menghasilkan postur kebijakan yang cenderung berbeda karena kepentingannya berbeda, meskipun secara substantif dapat diintegrasikan ke dalam satu map policy. Upaya ini merupakan pekerjaan besar dan memerlukan kepemimpinan dan tata kelola kebijakan yang baik dan efektif.

Arahnya adalah agar kekuatan Indonesia secara politik, ekonomi dan budaya benar-benar terkonsolidasikan.Di bidang infrastruktur kita sudah mulai melihat derap langkahnya menuju kesiapan dan ketersediaan yang lebih memadai dan berkualitas. Sebagai basis produksi dan pusat distribusi regional, Indonesia memerlukan ketersediaan infrastruktur yang memadai.

Membangun basis produksi dan pusat logistik dan distribusi regional harus diintegrasikan dalam satu map policy dengan lanskap pembangunan infrastruktur yang selama ini berjalan sendiri-sendiri. Posisi Indonesia di Asean strategis dan diuntungkan karena mangnitudenya lebih besar dibanding negara Asean lainnya karena negeri ini menjadi sumber komoditas penting dan volume ekonomi dan jumlah penduduknya besar.

Saat ini jumlahnya sekitar 250 juta jiwa, separohnya adalah golongan kelas menengah. Look in adalah melakukan konsolidasi dan saling berbagi peran. March to modernity adalah melakukan perubahan mindset, makin menguasai iptek dan inovasi dan memperbaiki standar pelayanan dan kualitas. Menjadi masyarakat regional dan dunia harus by design dalam arti memiliki skenario besar dan peta jalan yang terukur.

Kita tinggalkan budaya kerja yang boros dan menjadi pembelajar yang ulet kalau ingin menjadi pemenang. Kita rapatkan barisan untuk menarik manfaat sosial ekonomi yang besar di kawasan Asean. Jangan sampai kita ini besar, tetapi tidak berisi. Kita berhadapan dengan kondisi riil bahwa di pasar manapun, kita memerlukan sistem dan struktur produksi yang efisien dan layanan yang rendah biayanya. (penulis adalah pemerhati masalah sosial, ekonomi dan industri).

Exit mobile version