Membuat Indonesia Leading Dalam Percaturan Global

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

SEKIRANYA seluruh variabel makro dikumpulkan menjadi satu, besar sekali daya ungkit ekonominya. Dan bagi siapa saja, baik itu sebagai anggota paguyuban maupun bukan anggota paguyuban, semuanya bisa dibuatnya ngiler untuk saling ingin ngencani dengan cara sopan dan baik-baik dan bilamana perlu berselingkuh-pun jadi karena dianggap tidak ada yang salah dengan semuanya itu.

Bagi kepentingan nasionalnya, sampai-sampai Presiden SBY berani pasang badan untuk sawit agar produk itu bisa masuk sebagai produk yang ramah lingkungan (Investor Daily, Senen 10 September 2012).

Asean dengan jumlah penduduk lebih dari 500 juta jiwa dan PDB-nya mencapai US$ 2 miliar lebih adalah pangsa pasar yang besar. Begitu pula APEC, dengan anggota paguyuban sebanyak 21 negara dengan total penduduk sekitar 2,8 miliar jiwa juga merupakan pangsa pasar yang maha besar pula.

PDB per kapitanya pada tahun 2011 mencapai US$ 15.899. Purchasing Power Parity-nya tumbuh mengesankan dalam 20 tahun terakir, yaitu dari US$ 14,8 triliun pada tahun 1992 menjadi US$ 43,9 triliun pada tahun 2011 (Kompas, Bisnis Indonesia, Senen 10 September 2012). Itulah gambaran makro agregat potensi ekonomi kawasan.

Kita bisa dibikin wow dan amazing kata mas Tukul dalam acara Bukan Empat Mata. Dengan begitu, semua parameter tersebut memberikan beberapa catatan baik, bahwa APEC menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dunia. ‘’APEC harus punya daya tahan ekonomi,’’ ujar para pemimpin forum kerjasama ekonomi Asia Pasifik yang bertemu di Rusia.

Itulah harapan kita semua. Mudah-mudah semua bentuk kerjasama ekonomi di kawasan mendatangkan manfaat dan berkah bagi kepentingan nasional-nya masing-masing bangsa dan negara. Manfaat dan berkah itu bisa berupa yang tangible maupun yang intangible baik diukur dalam kerangka makro maupun mikro.

Pendek kata, rakyat sebagai pemegang saham mayoritas dalam negara bangsa yang demokratis, mendapat gain dan deviden yang optimal. Kalau tidak, berarti saham milik rakyat Indonesia yang berjumlah 240 juta jiwa tidak bernilai apa-apa atau katakan, hanya saham kosong belaka. Isu ini penting untuk mendapatkan perhatian dari para CEO negeri ini yang mendapat mandat untuk mengurus perekonomian nasional.

Para pemegang saham mayoritas pasti akan menolak keras manakala manfaat dan berkah hanya dinikmati oleh para pemegang saham minoritas (para investor) walaupun mereka itu yang bisa mengkapitalisasi asetnya. Dalam konteks negara bangsa, para CEO di jajaran lembaga tinggi negara tidak boleh asyik sendiri bermain apa yang disenanginya.

Di bidang ekomomi, para CEO di lingkungan eksekutif sibuk berbicara tentang pertumbuhan ekonomi dan pentingnya bangsa ini harus mau sedikit “berkorban” dalam forum ekonomi kawasan. Di sudut yang lain, para petinggi MPR sibuk dengan soal 4 pilarnya. Di pojok yang lain para legislator sibuk dengan persoalan legislasi nasional dan budgeting dan di ranah yang lain para anggota DPD sibuk dengan permasalahan pembangunan daerah dan menghendaki agar kewenangannya ditambah.

Belum pernah kita dengar empat komponen lembaga tinggi negara itu duduk bersama serius di istana Bogor atau istana Tampak Siring atau di Cipanas mendiskusikan dan bermufakat bersama membahas isu penting dalam kaitan merumuskan kebijakan dan strategi bangsa dalam bidang ekonomi agar bangsa ini mendapatkan manfaat dan berkah yang optimal dalam forum kerjasama Asean, Asean+3 dan Apec.

Hasil kemufakatanya dimintakan pandangan dari pemegang saham mayoritas yang mungkin bisa diwakili oleh asosiasi dunia usaha/kadin, lembaga perguruan tinggi ataupun perwakilan ormas dan LSM. Mekanisme semacam ini harus dimulai agar rakyat sebagai pemegang saham mayoritas mengerti betul tentang posisi yang akan diambil oleh Indonesia dalam percaturan internasional.

Jangan sampai pemegang saham mayoritas tidak mengerti apa-apa ibarat membeli kucing dalam karung. Sekarang ini kita baru tahu gambarannya secara makro tentang Indonesia, Asean, Asean+3 dan Apec. Keadaan makro tersebut relatif mudah dapat diakses karena hal-hal yang bersifat makro biasanya data dan informasinya gampang diakses oleh siapa saja.

Tapi untuk data dan informasi yang bersifat mikro belum tentu mudah diakses. Sementara itu,rakyat sebagai pemegang saham mayoritas di negara yang demokratis, wajib tahu jeroannya tentang kondisi ekonomi bangsa ini. Visi dan misi ekonomi bangsa ke depan sebaiknya dimufakati oleh seluruh komponen bangsa agar semuanya bisa ikut bertanggung jawab.

Sebagai nation state, Indonesia harus bisa leading dalam percaturan global. Ketahanan ekonominya harus benar-benar kokoh dan kuat, baik secara makro maupun mikro. Pengayaan nilai tambah di dalam negeri, semua sepakat, ekonomi rakyatnya berkembang dan tumbuh sebagai entitas ekonomi yang sehat dan kuat juga sepakat.

Daya saingnya harus makin meningkat adalah sebuah keniscayaan. Oleh karena itu, sekarang adalah waktu yang tepat untuk dengan sungguh-sungguh semua komponen bangsa berbenah, menata kembali tatanan hidup berbangsa dan bernegara agar menjadi lebih baik adalah keniscayaan. Bersatu padu membangun kekuatan adalah sebuah keharusan dan harus menjadi penyadaran kita bersama. Semoga Indonesia bisa menjadi salah satu champion dalam laga kerjasama ekonomi di Asean ,Asean+3,Apec dan di G20.***

CATEGORIES
TAGS