Memulihkan Sungai Citarum

Loading

Oleh: Paulus Londo

Ilustrasi

Ilustrasi

CITARUM, sungai terpanjang di Jawa Barat, saat ini sudah pada taraf membahayakan. Penyebabnya, tidak hanya tingkat kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai) semakin parah, sehingga kawasan langganan banjir terus meluas, juga tingkat pencemarannya yang sudah kelewatan. Bahkan, hasil riset, River Basin Monitoring, lembaga riset independen internasional yang rutin meneliti kondisi sungai-sungai di dunia, pada 2009 menempatkan Sungai Citarum dalam kategori 10 sungai terburuk di dunia.

Sementara lembaga riset internasional yang meneliti lokasi-lokasi beracun juga menempatkan sungai ini sebagai salah satu dari 13 tempat paling beracun di dunia. Sebenarnya tanpa diteliti secara mendalam pun, kondisi Sungai Citarum yang berpotensi mengancam kesehatan manusia bisa terlihat jelas. Terutama dari volume serta beragam jenis sampah dan limbah yang masuk ke dalam sungai.

Adalah kenyataan, sudah sejak lama sungai ini justru berubah fungsi menjadi tempat pembuangan sampah dan limbah, baik oleh warga maupun dari berbagai aktivitas pembangunan. Sesungguhnya, berbagai upaya pemulihan kondisi sungai ini juga telah dilakukan.

Bahkan, dari tahun ke tahun dana dalam jumlah besar terus mengucur dengan harapan agar sungai ini bisa sehat kembali. Tapi, sebagaimana hal dengan program pemulihan kondisi sungai lainnya, besaran dana tidak senantiasa berkorelasi dengan hasil yang dicapai. Sebab kemungkinan sebagian di antaranya “ikut hanyut” aliran sungai bersama sampah dan limbah.

Hal inilah yang menyebabkan program pembenahan Sungai Citarum kerap memicu polemik, karena diduga banyak pihak dan kepentingan ikut bermain di dalamnya. Bahkan, beberapa kalangan menilai, pemerintah memang tidak serius membenahi Sungai Citarum, karena kekumuhan sungai ini bisa jadi komoditas untuk mendulang dana APBN/APBD ataupun dari sumber luar negeri.

Perlu diketahui, pada 4 Desember 2008, Dewan Direktur Asian Development Bank (ADB) telah menyetujui pinjaman kepada pemerintah Indonesia senilai US$ 500 juta untuk proyek Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (ICWRMIP). Namun, dari fakta lapangan, proyek ini tidak membuahkan hasil sebagaimana diharapkan, karena tidak dipersiapkan dengan baik.

Pinjaman dan Hibah

Kini, dengan dalih untuk mitigasi perubahan iklim, Bank Pembangunan Asia (ADB) kembali memberikan pinjaman dana sebesar US$ 500 juta untuk pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat. Selain itu, ADB juga memberikan hibah sebesar US$ 18 juta untuk rehabilitasi DAS sepanjang 269 kilometer tersebut.

Menurut Senior Climate Change Specialist Asian Development Bank (ADB) Ancha Srinivasan, dalam jumpa pers Selasa, 19 April 2011, di Jakarta, pencairan dana pinjaman itu bertahap sesuai dengan perkembangan kegiatan rehabilitasi. Sedangkan sebesar US$ 2,5 juta dari dana hibah akan dipakai untuk program pengarusutamaan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam pengelolaan sumber daya air DAS Citarum.

Dengan berbagai kekumuhannya, Sungai Citarum memang juga menyediakan “madu” yakni beragam isu dan alasan untuk mendapatkan pinjaman luar negeri. Meski pengembalian pinjaman itu pada akhirnya menjadi beban negara dan rakyat.

Mengenai pinjaman dan hibah terkait dengan isu perubahan iklim, sumber Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengaku selama ini ADB sudah banyak memberikan pinjaman maupun hibah untuk pengelolaan DAS Citarum. “Tetapi, aspek perubahan iklimnya belum masuk, kemudian aspek ini masuk untuk diintegrasikan dalam perencanaan terpadu pengelolahan DAS Citarum,” katanya.

Tentu, apa pun yang dilakukan dan seberapa besar gelontoran dana, rakyat hanya berharap kondisi Sungai Citarum bisa menjadi lebih baik. Perlu diketahui di sepanjang aliran sungai itu terdapat 5 juta orang lebih yang kebanyakan dari mereka bergantung pada sungai ini untuk kebutuhan sehari-hari.

Bentangan daerah aliran sungai ini dari hulu hingga muara melewati wilayah 10 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, menjadi sumber air bagi tiga waduk besar di Jawa Barat yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Dan tiga waduk inilah yang menjadi sumber air irigasi bagi sekitar 300.000 hektare lahan pertanian dan sumber air minum di Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang, dan Jakarta. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS