Menakjubkan, Kalau di Kelurahan Diberi Permen dan Air Mineral

Loading

Oleh: Anthon P Sinaga

ilustrasi

ilustrasi

WAKIL Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama senantiasa membawa angin baru bagi pelayanan Pemerintah Provinsi DKI. Baru-baru ini ia menganjurkan agar pelayanan di kelurahan sebagai ujung tombak Pemprov DKI dilakukan seperti pelayanan di bank. PNS kelurahan yang melayani masyarakat seperti customer service di bank, agar dipilih yang ramah.

Misalnya, bagi penduduk yang berurusan dengan kelurahan, diberikan permen dan air mineral bila orang yang akan dilayani masih perlu menunggu proses administrasi. Menakjubkan memang, bila anjuran Wagub ini menjadi kenyataan. Perbuatan kecil, tapi dampaknya bagi nama Pemprov DKI Jakarta pasti sangat besar. Hal ini sudah dilaksanakan di Kelurahan Pasar Minggu yang dipimpin Lurah Susan Jasmine Zulkifli, seperti disaksikan sendiri Gubernur Jokowi dalam sidaknya pekan lalu.

Sama halnya dengan apa yang diibaratkan Wagub Basuki alias Ahok, menjawab kritikan terhadap kebijakan Pemprov DKI, biarlah dia menjadi kecil asalkan nama Jokowi sebagai atasannya semakin besar. Ia memberikan contoh bawahan yang bertanggung jawab untuk menjaga citra atasannya yang harus semakin cemerlang. Kalau atasan berwibawa, dengan sendirinya bawahan juga akan disegani.

Sementara itu, dalam rangka mengevaluasi kinerja lurah dan camat pascalelang jabatan, Ahok melakukan pendekatan dengan cara mengundang mereka makan siang. Dikatakan, sudah menjadi paradigma, selama 30 tahun lurah-lurah minta sumbangan kepada warga, atau menilap anggaran untuk membuat acara-acara. Bahkan, tidak jarang minta sumbangan kepada ibu-ibu PKK. Tujuannya, melalui acara tersebut, namanya akan semakin naik dan berharap jabatannya akan dipromosikan.

Padahal, kata Ahok, segala macam acara itu tidak memengaruhi penilaian promosi jabatan. Paradigma itulah yang ingin diubah oleh Ahok dan Jokowi. Pelayanan terhadap masyarakatlah, menurut Ahok, yang menjadi aspek penilaian tertinggi.

Dikatakan, apabila di wilayahnya tidak ada lagi sampah berserakan, tidak ada warga telantar sakit di rumah, maupun anak-anak putus sekolah, bukan tidak mungkin lurah atau camat yang bersangkutan akan dipromosikan. “Yang paling penting, masyarakat terlayani dengan baik, karena hasil tes lelang jabatan yang lalu, cuma 20-30 persen yang nilainya bagus,” kata Ahok.

Namun, dia mengakui, 90 persen lurah dan camat saat ini, sudah memenuhi kebutuhan yang diharapkan. “Yang sangat diharapkan lagi, adanya sebuah kelurahan atau kecamatan dengan konsep pelayanan bank. Warga dapat mudah mengurus segala administrasi tanpa proses rumit. PNS yang ditempatkan sebagai costumer service di kelurahan atau di kecamatan, haruslah memiliki sifat ramah kepada warga,” katanya.

Hal ini berkaitan pula dengan rencana Pemprov DKI Jakarta yang akan segera membangun sistem teknologi informasi (TI) dalam rangka penerapan pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) di semua kantor yang melayani masyarakat.

“Kami mau layanan PPTSP di Jakarta, bisa seperti pelayanan dalam dunia perbankan,” kata Ahok di Balaikota Merdeka Selatan, pekan lalu. Maksudnya pelayanan yang pasti, cepat dan ramah. Sistem pelayanan terpadu ini, demikian Ahok, diawali dulu di kelurahan, kemudian di kecamatan, sampai ke semua dinas-dinas. Ia menjamin sistem TI dalam rangka pelayanan terpadu ini bisa terwujud dengan baik, karena Pemprov DKI Jakarta memiliki kualitas sumber daya manusia yang andal.

Berbagai upaya untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dan mempercepat pembangunan fisik untuk kepentingan umum, itulah yang senantiasa dilakukan Gubernur Jokowi dan Wakil Gubernur Ahok, sebagai pelaksana eksekutif. Bahkan, Gubernur Jokowi pun sering blusukan ke tengah masyarakat untuk mendengar langsung usulan dan aspirasi, tanpa menunggu laporan bawahan yang mungkin ABS (asal bapak senang).

Berbanding Terbalik

Namun, angin baru yang terus ditiupkan oleh pemimpin baru eksekutif ini, ternyata berbanding terbalik dengan sikap legislatif DPRD DKI yang seharusnya lebih agresif sebagai wakil rakyat Jakarta. Ternyata, mereka masih menganut pola lama, lamban, dan bahkan terkesan sengaja mengerem laju percepatan program yang sudah dicanangkan oleh pihak eksekutif.

Hal ini terbukti dengan lambannya proses pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta untuk tahun 2014, yang sedianya sudah harus disahkan pada bulan Desember 2013 yang lalu.

Pemprov DKI Jakarta telah mengajukan rencana APBD DKI Tahun 2014 sebesar Rp 69,7 triliun, untuk dibahas dan disahkan DPRD DKI. Gubernur Jokowi berharap APBD DKI 2014 bisa disahkan sebelum akhir 2013, agar mata anggaran pembangunan bisa langsung dilaksanakan pada awal 2014 ini.

Keterlambatan proses pengesahan APBD 2014 ini akan berbuntut pada besarnya kelak sisa lebih anggaran yang tidak terserap di akhir tahun. Soalnya, Peraturan Daerah tentang APBD DKI tahun 2014 yang disahkan DPRD, masih diajukan lagi untuk disetujui Kementerian Dalam Negeri, setelah itu baru dilakukan tender untuk bisa dilaksanakan.

Sebagai contoh, akibat keterlambatan pengesahan APBD DKI Jakarta tahun 2013, sampai akhir tahun hanya bisa terserap Rp 42 triliun atau 84,5 persen dari anggaran Rp 50,1 triliun. Sehingga, ada sisa lebih anggaran Rp 7 triliun. Untuk tahun 2014 ini diperkirakan penyerapan anggaran akan hampir sama, hanya sekitar 85 persen, sehingga sisa lebih penyerapan anggaran (silpa) tahun depan bisa mencapai Rp 30 triliun dari APBD DKI tahun 2014 sekitar Rp 76,7 triliun setelah ditambah dengan sisa lebih penyerapan anggaran tahun 2013 yang Rp 7 triliun tersebut.

Menurut Ahok, dengan dana silpa sebanyak Rp 30 triliun itu, sedianya Pemprov DKI akan bisa melakukan apa saja bagi kepentingan warga Jakarta. Misalnya, untuk membangun jalan hotmix, mengatasi saluran mampat, membeli lahan untuk menambah ruang terbuka hijau dll. Dalam APBD DKI 2014 juga sudah dianggarkan pembelian ratusan bus transjakarta dan bus sedang untuk menambah jumlah angkutan publik guna mengatasi kemacetan lalu lintas.

Selain upaya percepatan pembangunan dan pemenuhan kebutuhan fisik warga, Jokowi dan Ahok juga terus memikirkan bagaimana mempercepat penghijauan kota. Gubernur Jokowi dua pekan lalu secara mendadak mengunjungi kebun pembibitan Paguyuban Budiasi di Sentul, Babakanmadang, Bogor. Sekitar satu jam ia mengelilingi kebun pembibitan itu ditemani Ketua Paguyuban Budiasi, Letkol (Armed) Rio Firdianto. Pada kesempatan itu, Jokowi minta bantuan agar dibagi 100.000 bibit pohon untuk ditanam di Jakarta. Ribuan bibit pohon yang diberikan gratis itu direncanakan ditanam di areal-areal hutan kota,seperti di kawasan Monas, kawasan waduk Pluit dan waduk Ria Rio di Pulomas.

Jokowi meminta bibit pohon yang cepat tumbuh dan rindang sebagai peneduh, yakni jenis sengon, jambon dan trembesi. “Saya akan tanam sebanyak mungkin pohon penghijauan di Jakarta,” kata Jokowi. Dengan demikian, Jakarta yang panas akan semakin teduh dan semoga memengaruhi perilaku warga masyarakat yang bergulat dengan kekerasan hidup di Ibukota, bisa berhati sejuk dan damai. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS