Menghadapi MEA 2015, Semua Program Harus Diselesaikan

Loading

Laporan: Redaksi

Benny Soetrisno

Benny Soetrisno

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Masih ada waktu untuk mempersiapkan komoditas dan sumber daya manusia agar mampu bersaing pada pasar tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai pada akhir 2015. Oleh karena itu, semua program yang sudah jelas anggarannya, hendaknya dilaksanakan, terutama pada tahun 2014 ini, yang disebut tahun politik. Kita jangan “berlindung” di balik alasan tahun politik, sehingga mengabaikan atau mengurangi kinerja.

Berkaitan dengan itu, pihak eksekutif dan legislatif yang terlibat dalam aktivitas politik, baik sebagai penyelenggara pemilu maupun kandidat atau calon, diharapkan tidak mengendurkan kinerja dan tetap bertanggung jawab melaksanakan tugasnya. Pasar tunggal yang dihadapi nanti bukan masalah ringan, dan karena itu, perlu kesiapan. Demikian dikemukakan Benny Soetrisno, Wakil Ketua Umum Bidang Tenaga Kerja Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Staf Khusus Menteri Perindustrian dalam diskusi dengan Koran Tunas Bangsa di Jakarta, pekan lalu.

Sepuluh anggota Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Singapura, Myanmar, Kamboja, Laos, dan Vietnam, akan memasuki empat arus bebas pada saat terbentuk pasar tunggal pada akhir 2015. Keempat arus bebas: barang, investasi, jasa, dan tenaga kerja terampil/profesional.

Menurut Benny, keempat arus bebas terutama diprioritaskan pada 12 sektor, yaitu 5 untuk sektor perdagangan jasa dan 7 untuk sektor perdagangan komoditas/barang. Kelima sektor perdagangan jasa, yang meliputi, kesehatan, pariwisata, logistik, informatika, dan perhubungan udara, terkait langsung dengan arus bebas tenaga kerja terampil/profesional. Sedang tujuh sektor perdagangan komoditas/barang, meliputi, industri berbasis agro, perikanan, elektronika, industri berbasis produk karet, tekstil dan produk tekstil, otomotif, serta industri berbasis kayu.

Menurut Benny, yang juga pengusaha nasional, sebagian dari ke-12 sektor tersebut sudah tergolong siap menghadapi pasar tunggal ASEAN. Sebagian lagi belum siap. Sebagai contoh ia menyebutkan, di bidang perhubungan udara tentu kita unggul, karena memiliki banyak bandar udara. Tapi, di bidang rumah makan, kita masih harus berbenah.

Kekurangan-kekurangan seperti inilah yang benar-benar harus disiapkan. Dan waktu untuk itu dinilai masih cukup, dengan catatan, harus kerja keras. Lantaran itu, pada 2014 ini kita boleh sibuk dengan urusan politik, baik pemilu legislatif (April) maupun pemilu presiden (Juni), tapi semua program yang sudah jelas anggarannya harus diselesaikan.

Berbasis Kompetensi

Dikemukakan, Kadin sudah sejak 10 tahun lalu menyusun program untuk meningkatkan kesiapan SDM memasuki arus bebas. Peningkatan SDM itu berbasis kompetensi, seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam hal ini, pengusaha diminta untuk membuka pelatihan keterampilan, supaya SDM benar-benar punya kompetensi. Sebagai contoh, Benny menyebutkan diklat yang dibuka di perusahaannya. Anggaran untuk itu tidak perlu terlalu dirisaukan.

Peningkatan kualitas SDM, hingga memperoleh sertifikat kompetensi, jelas menguntungkan si pengusaha, bukan orang lain. Biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan akan kembali kepada pengusaha dalam bentuk tersedianya tenaga kerja terampil atau kompeten. Pada pihak lain, yakni tenaga kerja, kepemilikan kompetensi akan meningkatkan kesejahteraan. Manfaat lainnya, akan dapat dicegah atau dikurangi “pembajakan” tenaga kerja.

Masih terkait dengan penyiapan tenaga kerja memasuki pasar tunggal ASEAN, Benny mengharapkan balai latihan kerja milik pemerintah lebih diberdayakan. Jika penyiapan SDM benar-benar dilaksanakan secara maksimal, Benny yakin Indonesia siap memasuki pasar tunggal.

Produk Dalam Negeri

Menjawab pertanyaan mengenai program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri atau P3DN, dalam upaya meningkatkan kontribusi perindustrian dalam pertumbuhan ekonomi nasional, Wakil Ketua Umum Kadin itu mengemukakan, ini terkait dengan nasionalisme atau semangat “merah putih”.

Semua pihak, termasuk instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD, harus percaya bahwa produk dalam negeri berkualitas, karena itu layak dipakai. Jangan lagi ada BUMN dan BUMD yang menggunakan produk asing, padahal ada produk lokal.

Ia mengatakan, program hilirisasi harus berhasil, karena menghasilkan nilai tambah. Kita harus menjadi produsen, bukan pedagang. Kalau semua menjadi pedagang, hancur kita. Terkait dengan itu, Benny menyebutkan, ada produsen yang menutup usahanya dan kemudian menjadi pedagang. Alasannya lebih enak menjadi pedagang daripada produsen. Nah, ini yang keliru. Mungkin lebih rumit menjadi produsen, daparipada pedagang.

Tapi, nilai tambahnya jauh lebih tinggi. Industri akan menjadi magnet bagi usaha-usaha lainnya, baik komponen yang terkait langsung dengan proses produksi maupun sektor informal. Tenaga kerja yang diserap jauh lebih banyak.

Ia pun optimistis dengan disetujuinya RUU Perindustrian menjadi undang-undang oleh Sidang Paripurna DPR pada 19 Desember 2013, industri nasional akan lebih maju. Pijakannya lebih jelas. Yang penting, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan peraturan menteri sebagai petunjuk pelasanaan UU tersebut segera rampung. (ender/sabar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS