Menghindari Sifat Gemar Bertengkar

Loading

Oleh: Wagiyo

ilustrasi

ilustrasi

SETIAP hari kita mendengar, melihat dan membaca berita dari sarana komunikasi yang lengkap dan canggih, membuat hati kita jadi miris dan khawatir, karena ada saja berita percekcokan, pertengkaran, perkelahian bahkan sampai terjadi kerusuhan masal, perang antar suku, golongan, kelompok, antar bangsa.

Pendek kata dunia ini sedang dipengaruhi oleh berkobarnya api amarah dari umat manusia yang lupa pada kesejatiannya, sehingga hati mudah emosi, mudah tersulut api kemarahannya, api pertengkaran berkobar dimana-mana. Hal ini tentu sangat merugikan baik secara moral atau material bagi bangsa negara yang masyarakatnya sering bertikai atau bermusuhan.

Kesengsaraam semakin menambah beban penderitaan yang dirasakan terutama oleh masyarakat “kelas bawah” yang sepertinya tidak bersalah dan masyarakat pada umumnya. Sebenarnya semua manusia sangat cinta perdamaian dan persatuan.

Sesungguhnya sifat manusia itu tidak senang bertengkar, tetapi senang hidup rukun, saling mengasihi, tolong menolong, karena mereka menyadari bahwa sejatinya semua manusia berasal dari Tuhan. Adapun yang gemar bertengkar itu nafsu manusia yang negatif, sebab manusia memiliki nafsu positif dan negatif. Akan tetapi terwujud nafsu menjadi tindakan tergantung dari kebiasaan kerja angan-angannya (pikirannya).

Apabila seseorang memiliki nafsu negatif tetapi pikirannya biasa berpikir positif, nafsu negatif tidak akan terwujud menjadi tindakan. Contohnya: Seseorang marah karena diejek. Nafsunya pasti marah, akan tetapi ketika orang itu biasa berpikir positif, maka rasa marah itu dapat ditekan atau hilang.

Ini membuktikan bahwa setiap orang sebenarnya mempunyai perasaan yang sama ketika diejek, tetapi reaksinya bisa berlainan karena cara berpikirnya berbeda. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa sesungguhnya hidup yang sejati selalu menginginkan dalam keadaan tenang, damai, saling mengasihi, saling membantu, toleransi, maka jangan mengejek kalau tidak mau diejek.

Bertengkar itu membuat lemah atau ringkihnya kekuatan, dan kerukunan membuat sentosa dan memperkokoh kekuatan. Lalu mengapa kita manusia masih saja gemar bertengkar? Ternyata penyebabnya adalah: kita masih terlalu besar mempunyai pamrih terhadap barang dunia yang tidak kekal seperti: suka pada harta benda atau terlalu lekat dengan keduniawian, senang bergaya hidup berlebihan, kelewat batas kelayakan hidup sederhana, suka akan sanjungan, pujian dan kemasyhuran.

Semua itu menuntun tumbuhnya sifat: dengki, iri, pemarah, tidak mau kalah, tidak mau disaingi, congkak, pongah, suka memfitnah dan sebagainya, yang akhirnya menimbulkan perselisihan, percekcokan, pertengkaran, bisa juga menimbulkan peperangan, akibatnya hanya akan sama-sama menuai kerusakan atau kesengsaraan.

Sebagai solusi untuk menjauhi dan menghilangkan rasa permusuhan atau pertentangan antara lain: Manusia yang diciptakan sebagai makhluk sosial, kita perlu menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa hidup itu saling membantu dan membutuhkan. Seseorang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain.

Untuk menumbuhkan tenggang rasa dan menjauhkan rasa benci, kita perlu mawas diri; mau meneliti keburukan diri sendiri. Dengan demikian kita tidak sempat melihat keburukan orang lain, karena sebenarnya keburukan diri sendiri apabila kita hitung dengan cermat, tidak terbilang banyaknya. Selain itu perlu disadari bahwa manusia itu mempunyai sifat(watak) jelek dan baik.

Besar kecilnya sifat jahat dan baik pada setiap manusia yang mengetahui dan yang menimbang adalah hukum keadilan Tuhan. Penjahat sekalipun, ia juga mempunyai kebaikan. Sebaliknya, meskipun pendeta atau ulama ia juga mempunyai kesalahan.

Jauhilah semua sifat dan perbuatan yang menyebabkan terjadinya pertengkaran, sehingga merusak kerukunan dan memutuskan tali persaudaraan, yaitu sifat: dengki, srei, jail, iri, suka memfitnah suka mengadu domba, suka menghasut, bohong, mematikan nafkah orang lain dan sebagainya.

Akan lebih utama jika kita bisa tidak mengingat-ingat apabila menerima perlakuan yang tidak baik atau perlakuan jahat oleh siapa saja. Kejahatan hendaklah ditutupi dengan kebaikan orang itu atau kebaikan orang itu hendaklah diingat-ingat sehingga dapat menghilangkan atau menutupi kejahatannya. Apabila kita dapat berlaku demikian, kasih sayang kepada sesama hidup tidak akan surut. Lebih utama lagi, apabila kita diperlakukan jahat oleh siapa saja balaslah dengan kebaikan atau berilah maaf. Jika kita dapat bertindak demikian, berarti kita telah memiliki budi pekerti yang luhur.

Sebagai contoh dan kaca kehidupan, lihat dan tirulah perilaku kehidupan binatang kecil yang sering kita remehkan, yaitu “semut”.

Pernakah kita melihat semut saling bertengkar?
Pernakah kita melihat semut hidup mencari makan sendiri-sendiri.
Pernakah kita melihat seekor semut mendapat makanan lalu sibawa sembuyi untuk dimakan sendiri?

Mengapa kita manusia yang konon diciptakan oleh Sang Maha Pencipta sebagai makhluk yang paling mulia dan sempurna justru kalah dengan semut-semut kecil?

Mari kita rasakan isi dari syair di bawah ini:

Anuladha bangsa semut, (Contohlah bangsa semut)
Nadyan remeh maweh pemut, (meskipun remeh)
Sayuk rukun tembayatan, (memberi ingat,guyup rukun)
Padha urun kekuawatan, (bergotong royong, saling membantu kekuatan)
Tuladha mring sujalma, (contoh bagi manusia)
Rukun agawe santosa, (rukun membuat sentosa). ***

CATEGORIES
TAGS