Mengkanalisasi Potensi Menjadi Realisasi

Loading


Oleh: Fauzi Aziz

SETIAP prediksi tentang masa depan perekonomian suatu bangsa yang masih ada dalam angka-angka ramalan, hakekatnya masih berupa potensi yang memerlukan proses untuk diubah menjadi realisasi. Potensi ekonomi diubah menjadi realitas ekonomi memerlukan proses pekerjaan yang bersifat politis, teknokratis dan fisik. Tapi yang tidak kalah penting adalah membangun kepercayaan karena ada proses persemaian dan transformasi.

Semua langkah ini bergerak dalam satu lintasan, vertikal dan horizontal, meningkatkan kualitas pekerjaan dan daya cipta untuk menciptakan pendapatan dan keuntungan, serta manfaat bagi kehidupan seluruh rakyat.

Perubahan itu sendiri bergerak dari hulu ke hilir atau dari bawah ke atas. Pasalnya, akan berkaitan dengan hasil akhir yang dirumuskan dalam satu tujuan, peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran. Ketika prosesnya mulai berjalan, setiap langkah yang ditempuh sebaiknya bersandar pada hal-hal yang sifatnya inovatif. Disini kita berada dalam satu pemahaman bahwa inovasi pada dasarnya adalah tentang nilai, peluang dan manfaat.

Oleh karena itu, apakah terkait dengan proses politik/kebijakan publik, maupun terkait dengan proses teknokratik yang lebih banyak bersinggungan dengan pemanfaatan keterampilan dan keahlian, serta akhirnya terwujud dalam proyek-proyek pisik, semuanya harus menghasilkan nilai tertentu.

Kita bisa mengambil contoh 11 MOU antara Arab Saudi-Indonesia dengan potensi investasi senilai 25 miliar dolar AS, masih perlu proses panjang untuk direalisasikan. Sekarang baru tahap kesepakatan politik. Masih memerlukan beberapa kebijakan publik untuk memagari dan mengarahkan agar MOU tidak mangkrak.

Masih memerlukan sejumlah proses dan tindakan yang bersifat teknokratis, minimal terkait dengan soal cost and benefit dari setiap kerjasama yang akan dilakukan. Akhirnya baru akan ada keputusan yang bersifat teknis untuk bisa dimulai satu atau beberapa proyek yang harus memberi manfaat dan dampak politik, sosial dan ekonomi bagi kedua belah pihak.

Pendekatan berfikir semacam itu sepertinya kaku dan birokratik, tapi faktanya berproses berjenjang semacam itu. Hampir tidak ada satu capaian kinerja ekonomi diraih tanpa mengikuti alur atau proses politik, teknokratis, inovatif dan pisikal, sekalipun di era pragmatisme seperti sekarang ini.

Sebab itu, jangan heran kalau dalam melakukan transformasi nilai dari potensi ekonomi menjadi realitas ekonomi memerlukan tindakan kanalisasi karena adanya berbagai hambatan dan sumbatan, baik karena alasan politis, teknokratik maupun karena secara fisik proyeknya tidak dapat dilakukan di satu lokasi karena alasan lingkungan maupun sebab lain.

Semua negara berkembang yang pasarnya sedang tumbuh seperti Indonesia, umumnya mengalami persoalan yang bersifat cyclica semacam itu. Padahal sudah banyak ramalan dibuat bahwa negeri ini akan menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi di dunia di abad ini.

Tugas negara hanya ada dalam satu rumusan kalimat, yakni mengubah potensi menjadi realitas. Bila prosesnya mengalami berbagai hambatan, harus ada tindakan kanalisasi yang harus dilakukan. Lagi-lagi, kita akan berhadapan kembali dengan proses politik, teknokratik dan tindakan pisikal yang terkait. Misalnya mencari lokasi baru yang cocok untuk pembangunan proyek sektor ekonomi sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi.
Inilah mengapa menambah satu basis poin angka pertumbuhan ekonomi di saat sekarang ini bukan pekerjaan yang mudah. Misalnya menambah dari 5% menjadi 6%. Tidak mudah karena faktornya ada yang bersifat internal maupun eksternal.

Kita tahu bahwa dunia sudah saling bergantung satu sama lain. Sebab itu harus ada negara besar yang ekonominya kuat dan mampu menjadi lokomotif pertumbuhan bagi negara lain.

Dunia tetap membutuhkan ekonomi AS, UE, Inggris, Tiongkok, India, Jepang, Korea dan Timur Tengah tumbuh mengesankan. Menggerakkan ekonomi regional dan global memerlukan lokomotif ekonomi tidak hanya satu atau dua negara. Tapi minimal 10 negara.

Jika Indonesia akan berada pada posisi nomor 7 di dunia sebagai kekuatan ekonomi pada tahun 2050, berarti ekonomi Indonesia akan menjadi salah satu lokomotif ekonomi dunia.

Jika persiapan dan kebijakan ekonomi kita baik dan tidak ugal-ugalan seperti dikatakan Faisal Basri, ramalan untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu lokomotif ekonomi dunia bukan sesuatu yang mustahil. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri.)

CATEGORIES
TAGS