JAKARTA, (tubasmedia.com) – Yang namanya penghentian sementara atau moratorium, tak selamanya baik. Moratorium reklamasi, bikin bisnis properti lesu. Moratorium sawit dikhawatirkan berdampak ekonomi lebih dahsyat lagi.
Tak sedang bercanda, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan kegundahan atas moratorium izin pembukaan lahan sawit.
Kata Menko Darmin, moratorium perizinan perkebunan kelapa sawit selama lima tahun ini cukup kompleks, karena memiliki dampak yang besar kepada masyarakat dan perusahaan.
“Faktor apa saja yang harus dipertimbangkan kalau moratorium ini dijalankan? Bagaimana penegakan hukum dan pekerjaan rumah yang harus kita kerjakan,” kata Menko Darmin saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) lanjutan tentang moratorium izin perkebunan sawit di Jakarta, Selasa (9/8/2016).
Ya, kegalauan Menko Darmin, memang masuk akal. Lantaran, industri sawit, selain memberikan pendapatan bagi negara dalam jumlah signifikan, jutaan rakyat Indonesia sangat bergantung kepada kelapa sawit. Ketika pemerintah mempersulit maka sulit pula kehidupan mereka.
Dalam Rakor tersebut turut hadir Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasiona (BPN) Sofyan Djalil, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead, serta pejabat dari kementerian/lembaga terkait.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Asmar Arsyad sangat menyayangkan bila pemerintah jadi menetapkan moratorium. Alasannya, kepemilikan lahan petani mandiri masih terbilang cekak, hanya 25 hektar. Kalau moratorium diberlakukan maka petani mandiri tidak akan pernah sejahtera.
Menurut Asmar, budidaya sawit yang telah dikembangkan masyarakat khususnya para transmigran di sejumlah daerah yang menjadi sentra sawit, terbukti positif. Pengelolaannya jauh lebih profesional dan efisien ketimbang beberapa tahun lalu. “Jadi mengapa harus dipaksakan? Nantinya, petani sawit mandiri yang paling dirugikan,” ungkap Asmar. (red)