Menpora Tau Koq Siapa Invisible Hand

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Ilustrasi

Ilustrasi

BUKAN PSSI dan bukan pula KPSI yang membuat gaduh dan tak kunjung beresnya soal persepakbolaan nasional. Ketum PSSI yang sekarang dan Ketua KPSI, ibaratnya tidak lebih hanya para pion yang bekerja sesuka maunya para invisible hand.

Jika sekarang mereka perintahkan jalan terus “berseteru”, maka para pion akan terus bekerja berdasarkan nalarnya. Tapi jika seandainya sebaliknya para invisible hand memerintahkan berhentilah “berseteru” dan selesaikan secara adat, maka para pion akan segera bercipika- cipiki dan sambil berucap bahwa kami telah berhasil melakukan islah demi masa depan sepak bola nasional.

Budaya berorganisasi ada kalanya bisa menjadi seperti itu. Menjijikkan memang bagi kita yang berfikiran sehat dan penuh kedewasaan dan kearifan. Tapi mereka tidak peduli dengan soal arif dan bijaksana. Mereka justru senang menari-nari di balik kemelut persepakbolaan nasional karena mereka menganggap dirinya yang paling becus dan yang pantas dipercaya mengurus dan mengelola pembinaan sepak bola nasional.

Para pion diminta untuk saling beradu argumentasi dengan membuat dasar-dasar pembenaran berdasarkan pemahaman “subyektif” yang diyakininya benar. Celakanya, di dalam negeri tidak ada yang behasil menjadi wasit atau juri yang adil dan bijaksana untuk menyelesaikan “perseteruan”.

Berharap ke FIFA dan AFC, hasilnya sami mawon alias sama saja. Kedua lembaga ini juga mungkin bingung, koq aneh di Indonesia ini, ngurus sepakbola saja tidak bisa, apalagi ngurus negaranya.

Persepsi ini bisa saja muncul dan jika hal ini diyakini, maka dampaknya pasti buruk karena persepsi negatif bagi perkembangan persepakbolaan nasional maupun merembet ke bidang yang lain. Oleh sebab itu, sebagai pencinta sepak bola di tanah air, hanya bisa berharap dan sekaligus yakin bahwa karut marut soal sepakbola pasti akan segera selesai.

Caranya mudah saja. Menpora panggil tokoh invisible hand-nya, ajak ngobrol santai sambil minum kopi panas dan pisang goreng, habis itu omong-omong sepatah dua patah kata dan setelah itu salaman sambil cipika-cipiki, wassalam dan selesailah sudah kemelut sepakbola nasional.

Jadi ringkas saja. Skenario seperti ini bisa mempercepat penyelesaian ketimbang para pionnya dibiarkan terus berlaga tanpa ada wasit. Menpora pasti tahu siapa invisible hand dimaksud.

Percayalah mereka saling kenal baik dan sahabat karib yang saling kenal dekat satu sama lain. Di negeri ini selesai secara adat lebih efekif dari pada selesai di meja hijau atau di meja hitam. Semoga sepak bola nasional kembali bangkit. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS