Menstimulasi Pasar Domestik Butuh Event Besar

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Fauzi Azis

Fauzi Azis

MENGHARAPKAN kedigdayaan pasar dalam negeri sebagai salah satu mesin pertumbuhan ekonomi tidak cukup dilakukan dengan ala kadarnya. Memancing untuk mendapatkan ikan yang besar membutuhkan investasi di samping keahlian. Pendek kata tidak ada makan siang yang gratis. Tidak cukup dilakukan dengan cuap-cuap saja. Tapi pasti membutuhkan sentuhan-sentuhan khusus. Yang penting, segala pengorbanan yang telah kita lakukan mendatangkan manfaat yang lebih besar dari pengorbanannya itu sendiri.

KTT Asean ke 8 yang baru saja selesai dan juga Sea Games adalah sebuah event akbar yang telah mendatangkan berkah bagi pasar domestik, karena banyak yang bisa dijajakan selama event-event penting berlangsung dari yang berupa makanan, pakaian, sepatu, souvenir dan lain-lain yang nilainya pasti besar, bisa mencapai miliaran rupiah. Kegiatan MICE yg bertaraf internasional yang diadakan di Indonesia bisa menjadi mesin penggerak pasar domestik yang handal.

Fashion week-fashion week berskala internasional kalau bisa diadakan di Indonesia, rasanya juga akan menjadi daya tarik masyarakat dunia dan domestik (kelas menengah ke atas) untuk menghabiskan dolarnya selama sepekan tersebut di negeri ini. Terlalu kecil rasanya jumlah turis yang datang ke Indonesia kalau tiap tahun hanya sekitar 7 juta orang/tahun, bandingkan dengan desa Yufuin di Perfecture Oita di Japan yang berhasil didatangi turis sekitar 4 juta/tahun.

Tiap-tiap propinsi harus proaktif merespon tantangan ini dengan kesungguhan yang tinggi. Fashion week bisa menyebar ke pusat-pusat unggulan produk dan pusat-pusat di mana wisman dan wisdom sering berkunjung. Ambil contoh misalnya Jakarta fashoin week, Bandung fashion week, Jogja fashion week, Bali, Semarang, Surabaya dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Pendek kata banyak cara yang bisa kita kerjakan untuk memakmuran pasar domestik yang magnitudenya sangat besar. Adalah sebuah keniscayaan kalau kita sampai nggak berhasil mengangkat dan mengakselerasi sebuah potensi pasar dalam negeri yang besar hanya gara-gara kita kurang sigap bagaimana cara meresponnya. Konsumen domestik kita besar yang income per kapitanya makin membaik.

Kelas menengah Indonesia jumlahnya juga bertambah, kalau tidak salah telah mencapai separoh dari jumlah penduduk. Belum lagi tamu-tamu asing yang datang untuk berbagai keperluan, di luar yang datang sebagai turis. Belanja konsumsi masyarakat mencapai hampir 60% dari PDB nasional. Jadi kalau misalnya Indonesia dinyatakan sebagai salah satu pusat belanja dunia yang menjanjikan adalah tidak mengada-ada dan realistik.

Produk-produk yang dihasilkan oleh para pelaku bisnis Indonesia termasuk IKM cukup variatif dan banyak digemari. Tidak mudah memang mewujudkannya, tapi persoalannya, bukan soal mudah dan sulit. Persoalannya sebenarnya hanya masalah manajemen dan pengorganisasian, untuk menghasilkan konsep-konsep strategi tentang pengelolaan pasar dalam negeri. Event-event besar berskala nasional dan internasional bisa menjadi insentif dan stimulus bagi pengembangan pasar dalam negeri.

Contoh sederhana misalnya, saat Ibu Ani Susilo Bambang Yudhoyono beserta rombongan dengan naik kereta api bulan Oktober lalu bertepatan hari batik nasional, mampu menggairahkan pemasaran batik Pekalongan (delapan gerbong rangkaian KA khusus berpenumpang sekitar 400 orang). Kalau event yang lain bisa digelar, pasar dalam negeri kita betul-betul menjadi “surga” para pembelanja, baik dari dalam maupun luar negeri.

Jadi untuk menghidupkan pasar dalam negeri yang kuat, perlu special effort, perlu pengorganisasian dan pengelolaan yang rapih dan profesional, tidak bisa dilakukan asal-asalan, business as usual. Momen sekarang adalah saat tepat untuk melakukan konsolidasi, baik dari sisi produk maupun pasarnya itu sendiri.

Dengan kondisi perekonomian seperti sekarang, posisi kita sangat diuntungkan karena dua hal. Pertama, potensi pasar dalam negeri kita sangat besar. Kedua, pasar internasional khususnya Amerika dan Eropa tidak terlalu bagus sebagai negara tujuan ekspor karena krisis yang mereka hadapi dan mudah-mudahan tidak berdampak signifikan bagi Indonesia.

Kesempatan tidak akan pernah terulang dua kali dan karena itu, langkah paling baik adalah memperkuat kerjasama antara pemerintah (pusat/daerah) dan dunia usaha untuk membangun strategi yang jitu tentang bagaimana cara yang efektif membangun basis pasar dalam negeri yang kuat supaya mendatangkan manfaat bersama bagi berbagai pihak, baik pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.

Yang pasti, membutuhkan pengorganisasian yang rapi dari segi pembuatan kebijkan yang tepat, strategi marketing yang tepat dan juga pasti memerlukan adanya investasi/dana untuk mendukung pelaksanaan kebijakan penguatan pasar dalam negeri. Para distributor sebaiknya juga ikut andil dalam mensukseskan progam tersebut.

Hal-hal yang perlu disikapi adalah adanya kesamaan pandang tentang kebijakan impor itu sebaiknya seperti apa diformulasikan. Progam P3DN juga harus dikembangkan dengan strategi yang tepat. Salah satu faktor yang patut dipertimbangkan adalah pemberian insentif fiskal bagi para produsen yang berhasil melipatgandakan nilai penjualan produknya di pasar dalam negeri.

Kalau impor saja diberikan fasilitas pembebasan pajak, kenapa para produsen yang berhasil melipatgandakan volume penjualan dalam negeri tidak diberikan kemudahan yang sama. Misal dalam bentuk PPNDTP. Ketentuan ini seyogya dapat diberlakukan tehadap para pengelola Hyper Market, Mal yang memasarkan barang-barang buatan dalam negeri, yang berhasil memasarkan lebih dari 60% dari total volume barang yang diperdagangkan.

Banyak lagi yang dapat kita kerjakan, misalnya menggelar setahun dua kali di GBK Bazar produk buatan dalam negeri (selama 3 hari, mulai Jumat hinggaMinggu) dan di tempat lain di berbagai tempat di ibukota propinsi. Inilah bentuk-bentuk stimulus yangg diharapkan dapat dikembangkan untuk memperkuat basis pasar dalam negeri sebagai mesin pertumbuhan ekonomi.***

CATEGORIES

COMMENTS