Menunggu “Kabinet Indonesia Baru”

Loading

Oleh: Enderson Tambunan

ilustrasi

PULUHAN nama, yang dinilai cocok menjadi pembantu Jokowi dan Jusuf Kalla dalam pemerintahan baru nanti, sudah mencuat ke permukaan. Tentu, nama-nama tersebut bukan berasal dari presiden dan wakil presiden terpilih periode 2014 -2019, tapi dari kalangan masyarakat. Sebagian dari nama itu, seperti diberitakan media massa, sudah sering kita dengar, termasuk yang sungguh dekat dengan Jokowi dan JK, selama masa kampanye.

Memang, Jokowi meminta masukan dari masyarakat mengenai kabinet. Jokowi, yang kini masih bertugas sebagai Gubernur DKI Jakarta, meminta pandangan publik sebelum menyusun kabinetnya. Publik diminta berpartisipasi, memberikan pandangan, siapa yang cocok menjadi menteri. Maka, rakyat menjawab permintaan itu dengan mengajukan sejumlah nama untuk mengisi paling tidak 34 kementerian.

Dalam beberapa kesempatan, Jokowi sudah memberikan gambaran mengenai kriteria yang mesti dipunyai figur yang diajukan menteri. Lebih jauh lagi, komposisi kabinet dari profesional, akademisi, dan politikus, juga sudah disampaikan. Jauh sebelumnya, dalam masa kampanye, topik serupa telah dilontarkan.

Dan yang paling baru, seusai mengikuti buka puasa bersama di kediaman Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (24/7), Jokowi, mantan Wali Kota Solo, mengatakan, ada tim yang mengumpulkan nama-nama sekaligus jabatan menteri yang cocok dengan nama tersebut. Lalu tim akan mencocokkan nama itu dengan sejumlah kriteria.

Seperti apa kriteria dimaksud? Secara garis besar, dapat kita simpulkan, calon menteri dalam kabinet mendatang, kita sebut saja dulu, “Kabinet Indonesia Baru” dapat disingkat KIB atau Kiba, atau “Kabinet Indonesia Hebat” (KIH), adalah sosok bersih (jujur), punya kompetensi, dan bersedia melayani. Ketiga kriteria itu dapat kita uraikan dengan panjang lebar, mulai dari kepemimpinan, kompetensi, siap bekerja sama,hingga yang tak kalah pentingnya, berintegritas.

Leadership-nya kuat, kompeten, punya kemampuan manajerial yang baik, ngerti administrasi pemerintahan, bersih dan tentu saja mau melayani,” kata Jokowi, Kamis petang, untuk meneggambarkan deretan kriteria bagi sosok yang akan dipilih sebagai menteri. Ia juga memberikan isyarat, menteri dapat berasal dari partai politik.

Dalam menyusun kabinet, ia berpandangan tidak perlu ada pemisahan atau dikotomi, dari partai politik atau non-parpol. Sebab, dia pun berpendapat, banyak orang partai yang profesional. Namun, dia pun mengingatkan, pejabat parpol yang menjadi menteri harus berkonsentrasi dan meninggalkan urusan partai (Kompas, 25 Juli 2014). Dengan demikian dapat disimpulkan, masukan untuk penyusunan kabinet mendatang, dapat berasal dari parpol, rakyat, dan unsur-unsur lain di masyarakat.

Hak Prerogatif

Jauh sebelumnya, kalangan pengamat sudah melontarkan harapan agar kabinet mendatang diisi oleh orang-orang profesional, yang bekerja untuk kepentingan masyarakat luas, bukan untuk kepentingannya atau kelompoknya. Terkait dengan itu, diharapkan agar koalisi yang dibangun terbebas dari keterikatan atau ketransaksionalan, sehingga presiden dapat dengan leluasa menjalankan hak prerogatifnya, memilih para pembantunya.

Dalam penyusunan kabinet untuk lima tahun ke depan tentu harus diutamakan kepentingan dalam negeri. Namun, juga tidak dapat dilupakan, negara dan bangsa ini punya keterikatan dengan pihak luar, baik dalam lingkup regional maupun global. Jika tidak keliru menafsirkannya, inti dari kepemimpinan Jokowi dan JK adalah membawa negara dan bangsa ini ke perubahan, yakni menjadi Indonesia Baru.

Itu berarti proses perubahan agar kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa dapat lebih baik, menjadi kata kunci. Dengan demikian, orang-orang terpilih di kabinet harus yang punya kemampuan dan bersedia mengikuti proses perubahan.

Di dalam negeri kita mempunyai sejumlah bidang yang mesti dibenahi. Dalam hal ini, tiga bidang, yakni penguatan demokrasi, pembangunan ekonomi, dan penegakan hukum/keadilan, termasuk pemberantasan korupsi, kita harapkan mendapat perhatian lebih. Ketiga bidang itu berkaitan erat dengan bidang-bidang lain. Banyak kementerian yang bersinggungan dengan ketiga bidang itu. Maka, diharapkan ketiga bidang di atas dipegang oleh figur yang sungguh-sungguh kompeten dan dapat berkoordinasi dengan bidang atau sektor lain.

Kita pun mengingatkan kembali agar Jokowi dan JK mengembangkan industri kreatif dan pertanian menyeluruh (dari hilir hingga hulu), seperti yang dijanjikan pada acara “Debat Capres” beberapa waktu lalu. Industri kreatif, dengan 15 subsektornya, dapat menjadi sumber devisa andalan untuk menghela pertumbuhan ekonomi nasional. Didukung pengembangan pertanian, maka kita berharap industri kreatif akan mampu memajukan daerah-daerah, termasuk yang tegolong daerah tertinggal. Itu sekaligus pemerataan pembangunan dan pengendalian arus urbanisasi.

Memandang Indonesia Baru yang dicita-citahan pemerintah mendatang memang lebih baik kita lakukan di tempat kita berdiri agar kita dapat melihat kekurangan dan kebutuhan riil untuk meningkatkan daya saing. Umpamanya saya, penetrasi barang impor ke pasar-pasar kita, yang belakangan ini dikeluhkan, dapat dikendalikan, dan pada sisi lain ekspor dapat ditingkatkan.

Dalam konteks ini, sambutan dari berbagai kepada pemerintahan dan kepala negara, sekaligus mengajak kerja sama, yang disampaikan begitu Jokowi dan JK ditetapkan Komisi Pemilihan Umum sebagai presiden dan wakil presiden terpilih, 22 Juli 2014, dapat kita sebut sebagai pengakuan bahwa kehadiran Indonesia di kancah internasional sangat dibutuhkan.

Maka, diplomasi apa pun yang akan dijalankan oleh Jokowi dan JK nanti, tentu kita harapkan mampu meningkatkan hubungan antarnegara.

Masih cukup waktu menyusun kabinet yang didambakan masyarakat, supaya perubahan menuju Indonesia baru yang hebat benar-benar dapat diwujudkan. ***

CATEGORIES
TAGS