Menyoal Perdagangan Bebas (1)

Loading

(Bagian pertama dari tiga tulisan)

Oleh : Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

DANA MONETER INTERNASIONAL, Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia, yang telah dipercaya untuk membuat aturan permainan dan mengelola ekonomi global, ternyata hanya merefleksikan kepentingan negara industri maju atau lebih spesifik, kepentingan tertentu (seperti pertanian dan minyak bumi) di negara-negara tersebut.

Reputasi IMF terpuruk, karena ketidakberhasilannya mengatasi berbagai krisis ekonomi di dunia. Arogansi IMF memaksa negara-negara berkembang membuka pasar merek bagi aliran modal spekulatif. IMF tidak berbuat apa-apa untuk memecahkan masalah ketidakstabilan ekonomi global. WTO pun tidak lebih baik, setelah mengakui pada November 2001 di Doha, tahapan perjanjian sebelumnya tak adil, negara-negara industri maju ingkar janji untuk menyelenggarakan sebuah babak pembahasan perdagangan.

Belajar dari kegagalan itu, maka perjanjian perdagangan bebas atau FTA, yang sekarang berkembang di kawasan, seharusnya tidak berbicara tentang perdagangan bebas, tetapi lebih tepat disiasati dengan penerapan sistem kerja ekonomi yang memungkinkan negara para pihak mendapatkan peluang dan kesempatan memperbaiki tingkat daya saingnya. Sistem perdagangan yang disepakati menggunakan sistem preferensi tarif saja tanpa harus menurunkan tarif MFN secara across the board.

Ketika perdagangan menimbulkan injury terhadap industri di dalam negeri masing-masing, maka instrumen yang dipakai cukup bagi negara yang bersangkutan diperbolehkan kembali menerapkan tarif MFN-nya yang semestinya bisa lebih tinggi dari tarif preferensinya. Indikatif faktornya dibuat sederhana saja, misalnya, kalau defisit perdagangannya terjadi > 15%, sehingga penanganannya bisa lebih cepat, tepat, dan efisien dari segi biaya.

Pandangan ini sederhana saja dan alasan yang melatarbelakanginya juga sederhana, yaitu tak ada satu negara pun mau rugi akibat pemberlakuan perdagangan bebas. Yang diperlukan adalah kelancaran arus barang dan jasa yang diperdagangkan, kaidah-kaidah efisiensi dan produktivitas, serta persaingan yang sehat.

Menjadi Acuan

Sistem sederhana ini dapat mengurangi kecurigaan antarsesama negara yang ber-FTA, yaitu sikap kumulatif yang dikhawatirkan timbul sekadar untuk memperkuat posisi tawar dari pemain besar (katakan China dalam hal ini) dalam peta perdagangan global atau regional.

Sisi lain yang juga perlu diperhitungkan adalah setiap negara yang berdaulat pasti menghendaki adanya sebuah identitas/jati diri dengan mengedepankan kepentingan nasionalnya agar negara/bangsa yang bersangkutan dihargai oleh negara lain. Prinsip kerja sama seperti itu, hampir pasti tidak akan menghasilkan kebijakan yang bersifat protektif secara berlebihan. Bahkan, akan menghasilkan rasa kepercayaan dan saling menghormati antara sesama negara yang bermitra.

Penggunaan sistem preferensi tarif dijamin oleh Undang-Undang Kepabeanan No 10 Tahun 1995 juncto Undang-Undang No 17 tahun 2006 perihal yang sama. Bahkan, berdasarkan UU ini pula pemerintah masih diperbolehkan menaikkan tarif bea masuk yang berlaku umum/MFN setinggi-tingginya sampai batas 40%. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS