Menyoal Perdagangan Bebas (3 – Habis)

Loading

(Bagian terakhir dari tiga tulisan)

Oleh : Fauzi Azis

Fauzi Azis

Fauzi Azis

FORUM kebangsaan dihadiri oleh para politikus, cendekiawan, media, LSM, budayawan, perguruan tinggi dan masyarakat yang mewakili tokoh agama, kepala suku, tokoh adat dan lain-lain. Ini yang akan membuat negara kita, yang berbineka itu, akan menjadi bangsa yang kuat tanpa bisa didikte oleh bangsa lain. Terhormat dan dihormati bangsa lain, karena kearifan dan keberadabannya.

Komunis sebagai doktrin bisa dibubarkan. Sosialisme juga demikian. Kolonialisme bisa ditolak. Kalau begitu liberalisme, kapitalisme, dan perdagangan bebas boleh juga dong, sebagai suatu doktrin untuk ditolak. Kenapa? Semua yang disebutkan tadi adalah buatan manusia, maka boleh ditolak kalau dipandang menyesatkan bagi kehidupan.

Masing-masing paham pasti punya nilai kebaikan dan sebaliknya. Bagaimana kalau yang baik-baik dari berbagai doktrin tadi kita gabung? Pasti akan menghasilkan sebuah kekuatan baru atau doktrin baru yang substansinya lebih baik, lebih manusiawi, lebih bijaksana, lebih dapat menjawab persoalan kemanusiaan dan eksistensi.

Doktrin/paham baru tersebut bisa kita rumuskan dan sepakati bersama. Mungkin bisa kita sebut doktrin ekonomi, emansipatif, ekonomi berkeadilan, dan atau ekonomi berkearifan. Jadi, tata nilai yang bersumber dari agama dan budaya tidak bisa dabaikan dalam proses perumusan kebijakan politik dan ekonomi suatu negara.

Tata nilai tersebut harus diakomodasikan secara substansial di dalamnya agar kebijakan politik dan ekonomi menghasilkan dampak positif bagi transformasi kehidupan manusia yang bermartabat dan berperadaban agung, serta mulia di sisi Tuhan, Sang pencipta.

Tata Nilai

Oleh karena itu, penyusunan kebijakan pembangunan harus diupayakan agar selalu mengorganisasi seluruh sistem tata nilai dalam agama dan budaya dalam satu rantai sistem kebijakan politik dan ekonomi. Bahkan, di bidang hukum.

Selama ini, agama seolah-olah hanya dipandang soal hubungan antara manusia dan Tuhan, padahal juga mengatur tata nilai dan sistem hubungan antara manusia dengan manusia yang lain. Sementara budaya hanya dipandang sebagaimana berkesenian saja. Dengan demikian output dan outcome yang dihasilkan berguna sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia.

Catatan paling akhir adalah banyak negara lagi gandrung dan mendewakan demokratisasi, kebebasan, dan pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi pada saat yang bersamaan korupsi dan nepotisme tumbuh subur, mengabaikan nilai-nilai agama dan budaya dalam proses pengambilan kebijakan di bidang politik dan ekonomi.

Dunia sekarang mendewakan Forum Dafos yang selalu membicarakan soal politik dan ekonomi. Sudah waktunya disusun forum baru yang membahas perspektif politik dan ekonomi dalam spektrum yang lebih lengkap, dengan menempatkan nilai-nilai agama dan budaya sebagai faktor kunci untuk menyelesaikan problem politik dan ekonomi. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS