Mungkinkah Mafia Peradilan Diberantas?

Loading

Oleh: Marto Tobing

ilustrasi

ilustrasi

MUNGKINKAH Mafia Peradilan bisa diberantas..? Pertanyaan yang sangat “menggoda” ini tentu saja akan “menggelitik”, bak lelucon di kalangan kebanyakan para hakim, baik di tingkat peradilan pertama (Pengadilan Negeri) mau pun di tingkat peradilan banding (Pengadilan Tinggi) lebih-lebih di tingkat peradilan kasasi (Mahkamah Agung).

Sebab sindiran betapa tajam pun hingga KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dipelesetkan menjadi Kasi Uang Habis Perkara (KUHP) namun tetap saja hakim yang disebut-sebut sebagai wakil tuhan itu tak bergeming.

Bahkan teguran keras melecehkan sekalipun telah menjadi bisikan di kalangan pencari keadilan bahwa HAKIM dihinakan sebagai agroname dari Hubungi Aku Kalau Ingin Menang (HAKIM) nyatanya dianggap saja bagaikan anjing menggonggong kafilah tetap belalu.

Pengalaman selama 30 tahun lebih tugas peliputan selaku profesi jurnalis di hampir seluruh pengadilan negeri di negara yang mengedepankan penegakan hukum ini, senantiasa merasa miris mengamati perilaku sejumlah hakim yang sedang menangani perkara.

Ketika ditanya, “Bapak sidang perkara apa?” dijawab singkat “Aah..perkara kecil saja…” dan hakim lainnya dalam perkara yang berbeda ada pula yang menjawab dengan entengnya “Aah perkara biasa saja nggak ada apa-apanya.” Jawaban sebagai ungkapan isi hati hakim sedemikian itu sangat terbiasa dilontarkan sehingga dapat dijadikan sebagai indikasi berlakunya pembenaran atas pelesetan agroname KUHAP dan HAKIM tadi.

Dalam kaitan moralitas inilah pentingnya peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampil sebagai ujung tombak memberantas mafia peradilan dengan pola kejut “Tangkap Tangan”.

Terbukti untuk kesekian kalinya KPK berhasil membekuk hakim yang tertangkap tangan. Dan kali ini seorang pengacara dan karyawan MA juga tertangkap tangan. KPK pun masih terus melacak siapa pelaku utama penyuapan terkait dengan pengurusan perkara yang masih dalam tahap kasasi di MA. Dua orang yang tertangkap tangan itu adalah Mario C. Bernardo pengacara pada kantor hukum Hotma Sitompoel & Associates dan pegawai MA, Djodi Supratman yang diyakini sebagai perantara dan bagian kecil dari jaringan mafia peradilan.

Menurut mantan hakim Asep Iwan Iriawan, suap yang diduga dilakukan Mario kepada Djodi itu hanya bagian kecil dari mafia peradilan yang berlapis. “Tidak logis kalau advokat tidak berhubungan dengan hakim. Ini bagian kecil yang berlapis selnya. Bagian besarnya harus dibongkar. Seorang advokat bermain-main dengan bekas Satpam MA,” katanya.

Dari pengalaman Asep sebagai hakim, ada kecenderungan pihak-pihak yang bermain perkara tak terlalu mempermasalahkan hasil pengadilan tingkat pertama yang mengalahkan mereka. Mereka yang bermain perkara biasanya akan selalu mencari celah di tingkat kasasi. “Ada kecenderungan biarlah kalah di Pengadilan Negeri atau juga kalah di Pengadilan Tingggi tetapi main di MA,” kata Asep.

Pengacara yang juga pernah meneliti praktik mafia peradilan, Taufik Basari mengatakan, meski tak ada kaitan dengan perkara secara langsung, pihak-pihak tertentu bisa terlibat dalam jaringan mafia peradilan. “Pengacara itu biasanya investasi ke orang-orang tertentu,” jelasnya.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP di Jakarta Sabtu (27/7) mengungkapkan, KPK meyakini ada sejumlah pihak lain yang terlibat dalam kasus itu bahkan memiliki peran yang bisa menghubungkan keterlibatan sejumlah penegak hukum dalam jaringan mafia peradilan di Indonesia. Pada Kamis lalu (24/7) KPK menangkap Djodi di sekitar kawasan Monas Jakarta.

Djodi adalah mantan tenaga Satpam MA dan kini tercatat sebagai pegawai Badan Diklat MA di Megamendung, Bogor. Seusai penangkapan Djodi, KPK kemudian menangkap Mario di kantornya di Jln. Martapura No. 3 Jakpus.

Mario diduga memberikan uang suap kepada Djodi terkait pengurusan perkara penipuan atas nama terdakwa Hutomo Wijaya Ongowarsito pada tahap kasasi di MA. Ternyata Mario bukan pengacara yang menangani perkara penipuan itu. “Kasus ini tentu akan dikembangkan apakah ada pihak lain yang terlibat,” ujar Johan Budi.

Ketua KPK Abraham Samad seusai penangkapan kedua tersangka mengatakan, pihaknya masih memburu pelaku lain. KPK bergerak cepat. Setelah Mario dan Djodi ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (26/7) siang, pada malam harinya sejumlah penyidik langsung menggeledah kantor hukum Hotma Sitompoel & Associates. Penggeledahan dilakukan sejak pukul 21.00 Wib dan baru berakhir pada Sabtu dini hari.

Penyiidik membawa sejumpah dokumen dalam tiga kardus. Johan mengatakan masih belum tahu apa yang disita penyidik dalam penggeledahan tersebut. Dugaan keterlibatan pihak lain yang merupakan penegak hukum dengan posisi penting mengemuka karena baik Djodi mau pun Mario dinilai tidak punya peran langsung dalam mempengaruhi perkara.

Jika kasus ini dipertanyakan kepada hakim yang menangani, apakah masuk kategori perkara besar atau perkara kecil bahkan perkara biasa-biasa saja ?. Lalu apa ukurannya? KUHP yang dipelesetkan atau agroname HAKIM yang dihinakan itu dijadikan patokan ? Semoga KPK berhasil mengungkap hakimnya yang di MA itu sekaligus menjawab masuk kategori perkara kecil atau besar atau biasa-biasa sajakah kejahatan penipuan itu yang ditanganinya itu..? ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS