Musibah Banjir

Loading

Oleh: Edi Siswojo

ilustrasi

ilustrasi

BANJIR merupakan musibah bagi warga masyarakat Jakarta. Banjir melanda berbagai wilayah setiap musim hujan tiba. Persoalan menaun ini sudah menjadi penyakit akut yang menyerang tubuh Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbagai jenis obat telah diberikan sejak jaman pendudukkan Belanda dan Jepang sampai jaman “Republik” sekarang ini. Tetapi, banjir tetap menjadi masalah bagi warga Jakarta. Bagaimana mengatasinya?

Dahulu, boleh jadi banjir di Jakarta karena faktor alam yaitu kondisi topografi wilayah Jakarta yang merupakan daerah pantai dan daerah aliran 13 sungai yang berhulu di wilayah Kabupaten Bogor, Puncak dan Cianjur (Bopuncur). Obat berupa Kanal Banjir Barat (KBB), pintu – pintu dan pompa-pompa air telah diberikan (dibangun) oleh pejajahan tapi masih saja banjir mengamuk di sana – sini.

Sekarang, obat masih terus diberikan dan Kanal Banjir Timur (KBT) sudah selesai dibangun. Banjir masih saja terjadi dan malah bertambah parah sehingga Jakarta mendapat sebutan baru “kalau tidak banjir bukan Jakarta namanya”.

Banjir yang melanda wilayah Jakarta karena didorong oleh adanya pertemuan faktor alam yang rusak, kondisi sosial masyarkat yang individulistis dan kebijakan strategi pembangunan kota yang berpenduduk sekitar 12 juta jiwa. Pertemuan segitiga itu membuat banjir dan genangan air selalu setia mengepung Jakarta. Kehadiran banjir sebagai bagian dari hasil kolaborasi antara faktor alam, faktor sosial dan faktor kebijakan pembangunan kota yang salama ini dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta.

Lihat saja berapa banyak–pembiaran– pelanggaran peruntukan penggunaan lahan untuk pembangunan di wilayah Ibu Kota Jakarta. Tidak sedikit penyimpangan penggunaan lahan termasuk penyulapan situ (danau) menjadi taman bangunan gedung-gedung di kawasan elite. Pengalihan penggunaan fungsi lahan menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir.

Kondisi tersebut diperparah oleh sikap individulistis warga masyarakat yang “semau gue” terhadap lingkungan. Selokan, saluran air dan sungai menjadi tempat pembuangan sampah. Berbagai saluran air di masyarakat menjadi tempat pendaratan sebagian dari 6.500 ton sampah per hari produk rumah tangga warga yang bertaburan di wilayah Ibu Kota Jakarta.

Tidak berlebihan banjir yang melanda Jakarta sekarang ini disebut sebagai musibah dari ulah kita bersama. Apakah musibah itu akan dibiarkan saja ? Tentu saja tidak ! Warga masyarakat Jakarta perlu bersama-sama merubah mindset (cara berfikir) untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap persoalan yang sudah menaun tersebut.

Perubahan tersebut kita harapkan bisa berjalan bersama dengan kebijakan strategi pembanguan kota Jakarta yang terencana dan terprogram untuk mengobati banjir yang menjadi penyakit akut di tubuh Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS