Negara Butuh Kebajikan Berpolitik

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

KITA sudah lupa dengan kalimat bijak berdimensi kemanusiaan yang amat mulia dan agung, yakni “berlomba-lomba dalam kebajikan” ketika manusia dijadikan wakil Tuhan di muka bumi. Sebagian dari fakta yang ada justru malah sebaliknya, yakni berlomba untuk menghancurkan nilai keadaban dan peradaban manusia di muka bumi.

Isu persahabatan, perdamaian, kerjasama dan pembangunan berkelanjutan terus digaungkan di seantero dunia sebagai isu politik global, tetapi pada saat bersamaan proses eksploitasi kehidupan yang bisa mendatangkan kehancuran peradaban terus berlangsung. Yang terjadi seakan kita sedang menyaksikan sebuah perlombaan adu cepat antara kebajikan dan keburukan yang garis finishnya tidak ada ujungnya.

Mana wasit mana pemain juga tak jelas. Kadang bertindak sebagai wasit dan pada saat yang berbeda bisa menjadi pemain. Atau pada saat yang bersamaan terjadi perangkapan peran, yaitu menjadi wasit dan sekaligus menjadi pemain. Dalam perlombaan tadi nampaknya para jawara kebajikan terpinggirkan dan sementara ini para jawara pengibar panji keburukan berada pada posisi di depan.

Indonesia oleh sebagian kalangan di dalam negeri dikatakan bahwa sedang sakit atau sedang menggali kuburnya karena perilaku sebagian elit politiknya dinilai buruk, tidak bijak dan tidak bajik. Sebagian elit politik di negeri ini sedang mabuk dengan kekuasaan sehingga lupa mengurus kepentingan negara dan rakyat dengan “kesungguhan”.

Momentum untuk berbenah guna menyongsong hari depan yang lebih baik banyak terlewatkan begitu saja karena keputusan politik yang bersifat straegis tidak banyak dihasilkan oleh pemerintah dan DPR. Oleh karena itu, kebajikan berpolitik menjadi sesuatu yang penting agar negara dan rakyat tidak menjadi korban praktek politik pragmatis transaksional yang akhirnya merusak tatanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kultur kebajikan berpolitik menjadi kebutuhan mendesak bagi bangsa ini karena negeri ini dirancang untuk menjadi bangsa yang maju, mandiri dan berperadaban. Praktek politik tidak berkebajikan bisa membawa sebuah negara menuju “kehancuran” atau “kebangkrutan”.

Semangat politik berkebajikan ini harus menjadi positive mindset para kalangan elit politik yang pada tahun depan akan nyapres dan nyaleg sebagai anggota DPR/DPRD, termasuk yang akan menjadi gubernur/bupati/walikota. Semoga politik berkebajikan dapat segera diwujudkan di negeri ini karena rakyat sudah bosan dan muak dengan praktek politik kotor yang tidak beradab. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS